Mohon tunggu...
Andriyanto
Andriyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

- Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa dirimu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengulas Sejarah Ajaran Zen: Kisah Bodhidharma di Tiongkok hingga Obaku di Jepang

24 Januari 2024   07:01 Diperbarui: 24 Januari 2024   09:06 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Buddhist monk Bodhidharma (Chinese: Damo) | China | The Metropolitan Museum of Art (metmuseum.org) 

Huike: Murid Utama Bodhidharma dan Patriark Kedua Chan

Huike (487–593 M) adalah murid utama Bodhidharma dan penerusnya sebagai patriark kedua Chan. Ia dikenal karena memotong lengannya sendiri untuk menunjukkan kesungguhannya kepada Bodhidharma. Ia juga dikenal karena menyelamatkan ajaran Bodhidharma dari kebakaran kuil Shaolin.

Huike lahir di provinsi Henan dari keluarga bangsawan. Ia memiliki bakat luar biasa dalam belajar dan berbicara. Ia menjadi seorang biksu Buddha pada usia 15 tahun dan belajar banyak kitab suci Buddha. Namun, ia tidak merasa puas dengan ajaran Buddha yang ia pelajari dan mencari guru yang dapat memberinya pencerahan.

Ia mendengar tentang Bodhidharma yang bertapa di kuil Shaolin dan pergi untuk menemuinya. Ia mengikuti Bodhidharma selama berbulan-bulan dan memohon untuk diajari ajaran Buddha. Bodhidharma mengabaikannya dan terus bertapa. Huike kemudian memotong lengannya sendiri untuk menunjukkan kesungguhannya. Bodhidharma akhirnya menerima Huike sebagai muridnya dan memberinya ajaran tentang meditasi tanpa pikiran.

Huike menjadi murid yang setia dan berbakat dari Bodhidharma. Ia mewarisi ajaran Chan dari Bodhidharma dan menjadi patriark kedua Chan. Ia juga menyimpan Laṅkāvatāra Sūtra, kitab suci yang diberikan oleh Bodhidharma, di dalam tubuhnya untuk melindunginya dari kebakaran kuil Shaolin yang disebabkan oleh serangan tentara.

Huike memiliki banyak murid yang belajar ajaran Chan darinya. Salah satu muridnya adalah Sengcan, yang kemudian menjadi patriark ketiga Chan. Huike juga mengajarkan ajaran Chan kepada para biksu lain di kuil Shaolin, sehingga kuil itu menjadi pusat ajaran Chan di Tiongkok.

Huike meninggal pada usia 107 tahun di Gunung Xiong'er di provinsi Henan. Ia dikuburkan oleh murid-muridnya di sebuah gua. Sebelum meninggal, ia memberikan Laṅkāvatāra Sūtra kepada Sengcan sebagai tanda penerusan ajaran Chan.

Sengcan: Penulis Xinxin Ming dan Patriark Ketiga Chan

Sengcan (480–606 M) adalah murid Huike dan patriark ketiga Chan. Ia dikenal karena menulis puisi Xinxin Ming, yang merupakan salah satu teks Chan tertua yang masih ada. Puisi ini mengajarkan tentang keharmonisan antara kekosongan dan bentuk, serta cara mengatasi pikiran diskriminatif.

Sengcan lahir di provinsi Shandong dari keluarga miskin. Ia menderita penyakit kulit sejak kecil dan sering ditolak oleh orang lain. Ia menjadi seorang biksu Buddha pada usia 20 tahun dan belajar banyak kitab suci Buddha. Namun, ia tidak merasa puas dengan ajaran Buddha yang ia pelajari dan mencari guru yang dapat memberinya pencerahan.

Ia mendengar tentang ajaran Chan dari Huike dan pergi untuk menemuinya. Ia belajar ajaran Chan dari Huike dan menerima Laṅkāvatāra Sūtra sebagai tanda penerusan ajaran Chan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun