Mohon tunggu...
Andri Suryo Prayogo
Andri Suryo Prayogo Mohon Tunggu... Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Melalui ruang Kompasiana ini, saya ingin berbagi refleksi, pengalaman, dan pandangan mengenai isu-isu hukum yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Harapannya, tulisan-tulisan ini bisa menjadi medium berbagi pengetahuan sekaligus membuka ruang diskusi yang sehat di antara pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Urgensi Kontrol Sipil: Mengapa Kepolisian Republik Indonesia Harus Berada di Bawah Kementerian Dalam Negeri

30 Agustus 2025   09:56 Diperbarui: 30 Agustus 2025   10:14 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ini dibuat secara digital untuk kepentingan opini/artikel, bukan bersumber dari dokumen resmi pemerintah 

Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang diberi mandat untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945. Namun, melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, kedudukan Polri ditempatkan langsung di bawah Presiden (Pasal 5 ayat (1)). Desain kelembagaan ini ternyata menyisakan persoalan mendasar: rawannya politisasi dan tarik-menarik kepentingan dalam pengelolaan keamanan domestik.

Secara fungsi, Polri merupakan bagian dari urusan pemerintahan dalam negeri. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 12 ayat (2) huruf b, secara tegas menempatkan ketenteraman dan ketertiban umum serta perlindungan masyarakat sebagai urusan pemerintahan wajib yang menjadi kewenangan pusat dan dikoordinasikan oleh Kementerian Dalam Negeri. Artinya, secara yuridis terdapat ruang konstitusional untuk menempatkan Polri di bawah Kemendagri, agar sinkron dengan fungsi utama kementerian ini sebagai pengelola urusan domestik.

Jika Polri tetap berada langsung di bawah Presiden, maka risiko terjadinya penyalahgunaan kewenangan sangat besar. Kepolisian dapat berubah menjadi instrumen politik rezim, alih-alih menjadi institusi profesional yang melayani rakyat. Sebaliknya, bila Polri ditempatkan di bawah Kemendagri, pengawasan bisa dilakukan melalui mekanisme birokrasi sipil yang lebih akuntabel. Rasio legis dari perubahan ini jelas: memastikan bahwa keamanan dalam negeri dikelola oleh pemerintahan sipil yang demokratis, bukan dijadikan alat kekuasaan.

Praktik di berbagai negara juga menunjukkan pola yang serupa. Di Prancis, kepolisian nasional berada di bawah Ministre de l'Intrieur. Di Jerman, kepolisian dikoordinasikan oleh Bundesministerium des Innern. Bahkan di India, kepolisian berada di bawah Ministry of Home Affairs. Semua ini menjadi preseden kuat bahwa model ideal bagi negara demokrasi adalah menempatkan kepolisian dalam struktur kementerian dalam negeri, bukan langsung di bawah kepala negara.

Dengan demikian, revisi terhadap UU No. 2 Tahun 2002 menjadi sebuah kebutuhan mendesak. Polri seharusnya ditempatkan di bawah Kementerian Dalam Negeri agar lebih profesional, akuntabel, serta benar-benar netral. Hanya dengan begitu, kepolisian dapat kembali pada jati dirinya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat, bukan sebagai instrumen politik yang berpihak pada kekuasaan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun