Konon, kalau kita sedang patah hati, pikiran cenderung meresapi lirik daripada musiknya. Dengan lirik sendunya, perasaan kita bisa terwakili. Musiknya ada di garda belakang, hanya sebagai perangsang lirik dalam menuntaskan pesannya. Maka terciptalah nuansa nelangsa, sedih, pedih, pilu, dan berbagai macam wujud rasa muram.
Jika lagu patah hati kebanyakan berirama mellow, slow, mendayu, menyesuaikan dengan liriknya yang sendu, maka tidak dengan lagu-lagu yang akan saya sebut disini.
Tak usah jauh-jauh, siapa penyandang gelar Godfather of Broken Heart yang viral di tahun 2019? Siapa lagi kalau bukan Didi Kempot. Premis beliau adalah ketika kita patah hati, jangan dibawa sedih, lebih baik dijogeti. Didi kempot yang sudah struggle di Pop Jawa sejak tahun 90an ini berhasil memanen kesuksesannya kembali di usia tuanya kini.
Sekarang saya mengajak pembaca ikut menyebutkan lagu-lagu Didi Kempot yang bercerita tentang patah hati. Satu, Pamer Bojo. Dua, Cidro. Tiga, Kalung Emas. Empat, Dalan Anyar. Lima, Parangtritis. Stop! Kalau diteruskan bisa sampai shubuh. Karena lagu beliau terlampau banyak dan rata-rata isinya patah hati.
Namun apakah lagu-lagu patah hati Didi Kempot itu slow dan mendayu? Tidak. Pop Jawa ala Didi Kempot rancak, sigrak, dan enak buat berjoget. Pengaruh dangdut, langgam, dan musik pop adalah unsur pembentuknya. Maka jangan harap kita akan mendapatkan irama mellow di dalam lagunya.
Premis ini juga berlaku pada musik Fariz RM. Kalau Didi Kempot menyandang gelar Godfather of Broken Heart, maka Fariz RM adalah Godfathernya musik dansa. Bedanya Didi Kempot di jalur Pop Jawa, sementara Fariz RM berada di pop kreatif.
Persamaan keduanya ialah mampu mengelabui otot syaraf kita untuk berjoget di lagu yang galau. Kita sepakati dulu antara joget dan dansa adalah dua hal yang mirip, hanya gayanya saja yang berbeda. Maka dari itu pembahasan selanjutnya saya harap tidak ada dikotomi istilah.
Kita ambil saja satu lagu dari Fariz yang paling famous, Barcelona dari album Living in the Western World (1988). Itu gimana ceritanya lagu tentang orang mau pisahan tapi groovenya ngajak banget buat melantai? Kita simak liriknya, "esok ku kan pergi, tapi kuberjanji, pasti diriku kembali, untuk cinta yang tertinggal, di jantung Barcelona."
Lagu ini berirama pop latin, mengarah ke samba dipadu dengan akor musik flamenco. Tentunya musiknya semakin semarak dengan porsi solo Fariz dalam menyenggama keyboardnya terlampau paripurna. Dengan pemilihan sound-sound synth, brass, dan hit yang tegas, musik Fariz jauh dari kata sendu.
Berbeda dengan Guruh Soekarno Putra. Seniman serba bisa ini mencurahkan patah hatinya dalam konteks yang lebih unik. Simak lagu Nostalgia Hotel Des Indes (1979), lagunya berirama semi ragtime. Sangat enak untuk berdansa parlente ala pesta orang kulit putih zaman dulu ketika merayakan kebahagiaan.
 Melalui setting pada zaman Belanda, ia mengekspresikan dua keresahan. Satu, cinta kandas oleh strata sosial. "Rupanya putri Residen", begitu liriknya ketika sebelumnya ia mendeskripsikan si tokoh hanya pribumi biasa yang minder, mampir minum ke bar dan terpesona oleh satu gadis.
Dua, terdapat kegeraman yang konteksnya mendalam seperti pada lirik "Kapankah Ost Indie jadi merdika, harapan orang pribumi. Luputlah sudah si nona idaman, maka aku sendirian."
Ini mengisyaratkan bahwa seorang pribumi bisa tergugah untuk merebut kemerdekaannya bangsanya, diawali dengan perasaan yang sangat personal, seperti patah hati.
Lalu kita beranjak ke Tipe X. Nah ini, band kesukaan saya di waktu kecil punya lagu patah hati yang enak banget buat pogo-pogo (jenis joget moshing yang dilakukan beramai-ramai). Judulnya Sakit Hati (2007) dari album A Journey, lugas bernas dan tidak bertele-tele.
"Sakit hati, bikin sakit hati, semua ini terjadi berkali-kali", begitu liriknya pertamanya. Musik ska tempo cepat, dengan porsi brass yang semarak, bass line yang tak terputus, didukung suara parau vokalisnya yang makin menegaskan keputusasaan.
Maka dengan mendengarkan lagu ini anda dijamin terangsang untuk ikut pogo-pogo meluapkan emosi yang timbul akibat patah hati. "Kau taburkan bunga di angan-angan, hingga jiwa ragaku melayang. Saat semua kembali aku tersentak, yang kurasa hanyalah kecewa", adalah bentuk ekspresi kekecewaan terhadap ekspektasi kebahagiaan hubungan asmara. Maka berpogolah sambil menangis. "Tak kancani dab!"
Sampai pada contoh terakhir, karya terbaru dari Diskoria, berjudul Serenata Jiwa Lara (2020). Hasil eksperimen dari kolektif song writer bernama Laleilmanino, yang mengeksekusi ide dari Diskoria, duo DJ spesialis musik dansa Indonesia. Menggaet Dian Sastro untuk menjadi biduannya adalah strategi ampuh untuk memikat pendengar.
"Cinta sederhana, kau buat merana. Bilang-bilang sayang lalu hilang tanpa bayang", begitu salah satu liriknya. Tebak musiknya seperti apa? Sangat cheerfull! Pernah denger irama disko seperti pada lagu Juwita-nya Chrisye?
Ya, lagu ini banyak terpengaruh musik gubahan Yockie tersebut. Ajakan kepada kaki ini untuk bergoyang sangat sulit untuk ditolak. Aransemen yang sungguh terlampau disko-able untuk lagu patah hati.
Saya akui, Laleilmanino tak pernah gagal menciptakan lagu yang menarik di iklim pop sekarang. Satu, lagu-lagu gubahannya mempunyai kekuatan pada progresi akor yang liar.
Kedua, lagu-lagu buatannya mempunyai pemilihan sound yang eksperimental, selalu berani untuk menggurat warna baru di musiknya. Tiga, mereka selalu berhasil membaui tren, yang mana itu adalah syarat utama ada di musik industri agar musiknya tetap bisa diterima publik.
Disini kita mendapatkan sesuatu yang ironis. Kisah dan ungkapan nestapa tak lagi membutuhkan kesenduan. Musik mereka tidak merangkul, namun memberikan solusi, yaitu pengalihan. Lagu-lagunya menawarkan obat, yaitu joget dan dansa sebagai pelampiasan. Ini fenomena menarik ketika musik dan lirik sudah tidak wajib untuk sejalan.
Namun, bukan berarti pembahasan ini hanya sampai pada pembahasan kemasan. Lagu patah hati memang tidak semua enak untuk dijogeti. Yang enak adalah ketika parameter estetiknya dapet, walaupun musiknya sangatlah sederhana. Karena banyak juga lagu yang terkesan memaksakan antara lirik dan musiknya, sehingga pesan yang disampaikan tidak muncul.
Ini terjadi karena banyak hal. Mungkin salah satunya adalah kesalahan dari perpektif meletakkan aransemen. Karena bicara soal musik yang ada ialah enak nggak enak, bukan benar dan salah.
Fenomena ini memberikan kemungkinan-kemungkinan baru untuk para songwriter dalam meng-kreasi lagu patah hati. Saya sendiri percaya, lagu patah hati di dunia tak akan pernah habis dan hilang selama manusia masih ada dan tak malas untuk mengekspresikan kegelisahan hidupnya.
Salam Ambyar, Andri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI