Mohon tunggu...
Andri Asmara
Andri Asmara Mohon Tunggu... Musisi - Penulis

Musik adalah serpihan bebunyian surga yang jatuh ke dunia.

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Viral, Tujuan Baru dalam Bermusik

6 November 2019   12:56 Diperbarui: 10 November 2019   16:02 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pixabay.com by FirmBee

Viral. Kata yang cukup baru di dekade ini. Era dunia maya melahirkan dan mempopulerkan kata tersebut. Viral, artinya menyebar luas dengan cepat. Boom! Konten yang terindikasi viral pasti mengubah keadaan "si empunya". Entah itu konten baik atau buruk, efek dari viral mampu mengubah suatu tatanan di kehidupannya.

Viral telah menjelma menjadi sebuah "jawaban" bagi sebagian orang, termasuk pegiat musik. Tanpa viral, mereka merasa ada yang salah dalam meramu bentuk musiknya.

Viral dewasa ini menjadi sebuah tolak ukur baru kesuksesan sebuah konten. Tanpa viral, mereka merasa ada yang gagal dalam penyampaian pesan dari musiknya.

Fenomena viral bisa terjadi di berbagai media seperti Instagram, Facebook, Twitter, Tiktok, dan Youtube. Viral bagaikan virus, menjalar dengan cepat dan sangat terasa efeknya. Ini beriringan dengan semakin instan-nya media sosial kita. 

Mudah digunakan, mudah mendapatkan, dan mudah disebarkan. Berbeda dari zaman sebelum ini,  informasi beredar secara vertikal melalui koran, radio dan televisi.

"Youtube lebih dari TV", kata penggalan lirik dalam lagu GGS yang populer beberapa tahun lalu.

Sampai saat ini, saya setuju dengan asumsi mereka. Youtube telah menjadi poros media hiburan yang menggeser peran televisi pada masa sebelumnya.

Youtube kini telah menjelma menjadi sumber informasi yang masif bagi semua lapisan masyarakat dengan kemutakhiran algoritmanya. Youtube sudah menjadi ladang rezeki bagi para penggiatnya yang biasa disebut Youtuber dalam menghasilkan pundi-pundi penggerak ekonominya.

Youtube menyediakan beragam konten, termasuk musik di dalamnya. Kebutuhan masyarakat akan Youtube merubah pola industri musik di dunia, tak terkecuali di Indonesia. 

Masyarakat tak lagi bisa dijejali oleh arahan redaksi seperti pada era radio dan televisi. Mereka menentukan sendiri apa yang mereka inginkan.

Kondisi ini memicu pegiat musik untuk berlomba menjadi yang paling banyak mendapat perhatian masyarakat. Mereka tidak bisa untuk berpangku tangan menyerahkan nasib. 

Masyarakat dewasa ini sudah cepat bosan, dan gampang sekali menentukan pilihan tontonan tanpa pikir panjang. Ini menjadi tantangan bagi pegiat musik untuk memompa kreativitasnya. Dari mulai membuat konten video klip karya sendiri, video cover, vlog pertunjukan, aksi pertunjukan, ngobrol musisi, dan lain sebagainya.

Mereka berlomba untuk menjadi yang paling banyak viewers. Makin banyak viewers, makin terkenal. Makin banyak subcribes, makin lancar adsense.

Mendapat perhatian masyarakat sangatlah sulit apabila konten yang kita tawarkan biasa-biasa saja. Maka dari itu, sekarang yang kita lihat banyak pegiat musik yang berlomba untuk menjadi viral dengan berbagai cara.

Media masakini (Youtube, Instagam, Tiktok, dsb)  menjadikan distribusi musik terlampau masif. Meski sekarang aturan mereka diperketat soal disclaimer, toh semua orang masih bisa menikmati apa yang mereka mau. Bahkan lucunya, ada musisi yang karyanya viral karena di cover orang lain, namun penciptanya tidak ikut viral. Ini aneh sekaligus mengenaskan.

Lalu media sosial yang kini sangat instan penggunaannya seperti Instagram, Twitter, dan Facebook menjadikan kita serasa harus memenuhi tuntutan sosial yang ada. Kebahagiaan kita ada di gadget. 

Baskara Putra (.feast) sudah menyindir dengan lirik "taman eden dengan wifi dan kamera depan".  Menunjukan bahwa segala sesuatu ada di gadget kita, termasuk kebahagiaan, ketentraman, dan pengakuan bahwa kita exist (ada) di dunia ini dengan segala citra yang mampu kita bangun.

Perkembangan dan pergeseran konsumsi musik mengakibatkan dampak positif dan negatif. Positifnya kita bisa menikmati segala jenis musik yang kita inginkan.

Dampak ini menjadikan perkembangan musik meluas dan segala lapisan masyarakat bisa menikmati dan mengapresiasi secara bebas tanpa ada gangguan dari pihak lain.

Namun dampak negatif dari masifnya konsumsi musik membuat musik itu sendiri bergeser esensinya menjadi budaya tontonan. Saking mudahnya akses konsumsi musik membuat masyarakat tidak ada waktu untuk memilah, apalagi menghayati. 

Masyarakat hanya tahu, tapi tidak mengerti, tidak mencoba mendengarkan lebih dalam, mengambil pesan, mengamalkan kebaikan yang mungkin ada terkandung di dalam musik. Semua ditelan, tanpa disaring. Mengakibatkan batas antara karya yang bermutu dan sekedar viral robek, bahkan hilang.

Musik menjadi tergantung dengan disiplin lain. Ia tak lagi mandiri. Musik harus mempunyai pemain yang cantik agar viewersnya banyak. Musik harus terdengar konyol agar dibully dan viral. 

Musik harus bersinggugan dengan pariwisata agar banyak ditonton. Musik harus beramai-ramai membicarakan tema yang sedang digandrungi agar disukai. Musik harus mau dibatasi, agar semua kalangan bisa menikmati. Kekuatan dari musik saya kira tidak sesempit itu.

Yang disayangkan apabila parameter, patron, panutan, poros dari musik yang bermutu adalah kadar viral dan tidaknya, bukan dari kekuatan musik itu sendiri. Ini agak susah, karena beberapa musik bermutu juga viral karena kekuatannya tak terbendung.

Tapi tenang, konon musik tidak bisa berbohong dan membohongi. Jika musik memang jelas bermutu tinggi, manusia akan menyadarinya tanpa ia perdulikan ketenarannya.

Mau tak mau, viral sudah menjadi tujuan baru dalam bermusik.  Jika semua ingin viral, apa tidak ada substansi lain dari tujuan kita bermusik? Apakah viral adalah satu-satunya tujuan?.

Apakah harus viral semua musik yang kita buat? Apakah dengan viral pesan dalam karyamu benar-benar tersampaikan atau malah sebaliknya? Saya jadi teringat kisah Kurt Cobain yang malah ketakutan ketika makin terkenal, dan membenci orang yang menyanyikan" Smells Like Teen Spirit"nya dengan bersuka ria.

Apakah viral adalah segalanya?

Tentu jawaban ada di benak masing-masing. Tidak ada yang salah, tidak ada yang benar. Semua berjalan dengan tujuan masing-masing. Mari kita bersama-sama membangun peradaban yang lebih baik, dimulai dari bermusik dengan ikhlas.

-Andri Asmara-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun