Mohon tunggu...
Andrian Habibi
Andrian Habibi Mohon Tunggu... Konsultan - Kemerdekaan Pikiran

Menulis apapun yang aku pikirkan. Dari keresahan atau muncul untuk mengomentari sesuatu. Cek semua akun dengan keynote "Andrian Habibi".

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Corona Mengancam Pilkada?

23 Maret 2020   20:13 Diperbarui: 23 Maret 2020   20:23 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Virus Corona Menyerang hampir 300an orang warga negara Indonesia. Informasi ini sontak membuat panik warga. Meskipun pemerintah berusaha menenangkan warganya. Akan tetapi, jumlah pasien yang bertambah tetap saja menimbulkan kepanikan.

Bukan hanya itu, virus Corona yang sebelumnya dianggap tidak akan bertahan menyerang warga Indonesia. Kemudian hari menjadi penyakit yang menghantui sosialisasi antar orang. Terlebih, pemerintah telah menetapkan Corona sebagai bagian dari bencana nasional. Sudah pasti, Corona mendapatkan predikat 'wajib' diselesaikan dengan tempo sesingkat-singkatnya.

Apabila kita melihat pertumbuhan data orang yang terjangkit Corona. Kemudian data itu dihubungkan dengan tahapan pemilihan kepala daerah tahun 2020. Maka, akan muncul pertanyaan, bagaimana nasib penyelenggaraan Pilkada tahun ini? Setelah itu, kita akan dihadapkan dengan pertanyaan, bagaimana Penyelenggara dan calon kepala daerah menghadapi masalah Corona?


Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita mencoba menempatkan diri sebagai pembaca proses pilkada. Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah meluncurkan Indek Kerawanan Pemilu (IKP) untuk Pilkada 2020.

Dalam IKP, tidak ada pembahasan terkait Corona. Masalahnya, jika Corona belum bisa diselesaikan. Maka, ada kemungkinan mengganggu Penyelenggara dan penyelenggaraan pilkada. Sehingga, perlu kajian mendalam dari peneliti, akademisi, dan analis Bawaslu untuk membahas ulang IKP 2020. Tentu saja, pengkajian IKP 2020 untuk mendeteksi lebih dini potensi kerawanan pilkada akibat Corona.

Kenapa penulis membahas IKP Pilkada 2020 untuk menjawab pertanyaan diatas? Alasannya sederhana. Kekhawatiran yang berasal dari kurang cepatnya penanganan Corona bisa mengakibatkan masalah pada teknis penyelenggaraan.

Oleh sebab itu, sebelum isu penundaan pilkada bergulir lebih cepat. Akan lebih baik, tim peneliti IKP Pilkada 2020 kembali membahas kemungkinan penambahan Corona sebagai indikator baru.

Dengan demikian, peneliti dan analis IKP Pilkada 2020 mampu merumuskan ulang kerawanan pilkada. Tujuannya, Bawaslu akan mendapatkan kajian mendalam terkait Corona dan menemukan solusi untuk kemungkinan terburuk.

Selain itu, pemerintah harus membuka mata lebih lebar. Corona bukan hanya masalah kesehatan, kemanusiaan, dan ekonomi. Corona bisa menjadi masalah seluruh Indonesia, bila pertemuan antara orang yang terjangkit dengan masyarakat luas. Misalnya, kampanye terbuka, sosialisasi Penyelenggara, dan mungkin saja kegiatan keagamaan menjelang bulan puasa dan idul Fitri.

Bila larangan pertemuan dan kegiatan berkumpul terus terjadi. Sedangkan Corona menyebar dalam setiap aktifitas kelompok masyarakat. Pada akhirnya, Corona akan meluas dan menghilangkan tujuan sosial politik dari tahapan kampanye pilkada.

Dilain sisi, Penyelenggara belum tentu memiliki dalil yang kuat untuk menunda pilkada. Masalah penundaan pilkada itu terbentur dengan masalah lain. Misalnya, apakah pengunduran jadwal Pilkada bisa disesuaikan dengan penjadwalan pemilu serentak 2024. Tentu saja, penghitungan kesiapan dan anggaran akan berubah.

Belum lagi, masalah internal Penyelenggara yang dihantam masalah pemecatan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Persoalan lain, partai politik pun masih belum tegas terkait pemilu serentak 2024 dan bacaan isu penundaan pilkada. Terlebih, para bakal calon kepala daerah sudah berjuang mati-matian untuk mendapatkan rekomendasi dari DPP Parpol.

Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan harus bisa berkomunikasi dengan partai politik yang diwakili Komisi II DPR. Pembahasan antisipasi dampak Corona terhadap pilkada tidak mungkin dianggap enteng (sepele).

Sedangkan solusi untuk dampak Corona dibidang kesehatan dan ekonomi belum ditemukan. Oleh karena itu, perlu kiranya Kemendagri dan Komisi II DPR menyatukan pandangan terkait kerawanan pilkada. Disini, kita sudah menjumpai benang merahnya, yaitu data update IKP Pilkada 2020 milik Bawaslu. Karena, hanya IKP 2020 yang berpotensi menemukan penyakit sekaligus vaksin dari kerawanan pilkada.

Pada tahapan teknis, Penyelenggara pilkada, khususnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu mempertimbangkan hasil update data IKP Pilkada 2020. Alasannya, KPU tidak mungkin mengulas semua kemungkinan terburuk akibat Corona. Pada saat bersamaan, KPU masih berjuang mengembalikan kepercayaan publik akibat kehilangan dua komisionernya karena putusan DKPP.

Jadi, akan lebih baik, jika analis pemilu di KPU turut serta dengan tim ahli Kemendagri dan Tenaga Ahli Komisi II DPR dalam forum kajian pembaharuan IKP Pilkada 2020. Dengan begitu, persamaan persepsi dari semua stakeholder diharapkan menemukan solusi pencegahan dampak Corona dibidang demokrasi. Sekaligus, tim ini yang akan memberikan masukan terkait pembahasan revisi UU Pemilu dan Penyelenggaraan pemilu (dan pilkada) serentak 2024.

Sebelum mengedepankan ego politik. Kita harus kembali membaca sejarah pemilu/pilkada. Bahwa, catatan pemilu masih hangat tentang pahlawan demokrasi yang berguguran. Solusi kesehatan dan jaminan sosial bagi keluarga Penyelenggara juga masih kondisional. Tergantung dari izin kementerian keuangan dalam melihat ketersediaan anggaran negara untuk meminimalisir atau (jangan sampai) memberi santunan.

Nilai tukar rupiah dengan dollar juga belum menemukan angka nyaman akibat Corona. Dengan demikian, satu-satunya cara menyelamatkan pilkada adalah menekan nafsu dan ego kelembagaan. Lalu, semua pihak harus mencari suplemen baru demi memperkuat imunitas demokrasi dari seluruh ancaman, termasuk Corona.

..........................................................................................
Andrian Habibi adalah paralegal di Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Nasional dan Deputi Kajian Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia juga Fungsionaris Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI).
Saat ini Andrian Habibi berstatus mahasiswa Paskasarjana Ilmu Hukum Universitas Jayabaya dengan program khusus Hukum Tata Negara. Sehari-hari menulis opini terkait hukum, ham, pemilu dan politik. Informasi selanjutnya bisa dilihat melalui email ke andrianhabibi@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun