Menurut Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia. Kajian yang berusaha menjawab apakah ada hubungannya kampanye di media sosial dengan pemilih saat hari H? Atau pertanyaan bagaimana politik uang dan kampanye hitam mempengaruhi pemilih? Bukanlah masalah utama. Karena, tidak ada jaminan penguatan hukum pemilu.Â
Apabila pembentuk undang-undang masih saja menciptakan padal ambigu. Kalimat perpasal dikatakan jelas pada lampirannya. Padahal, tidak ada yang jelas dalam kejelasan setiap pasal.
Oleh sebab itu, lebih baik penguatan pendidikan pemilu. Ini lebih penting daripada membahas berapa jumlah pemilih saat hari pencoblosan yang dihubungkan dengan praktik kampanye hitam maupun politik uang.Â
Evaluasi pendidikan pemilu akan banyak membantu penyelenggara pemilu. Dari pada sibuk mencari akar masalah yang belum tentu akan diatur pada saat revisi regulasi kepemiluan.
Bila pendidikan pemilih oleh penyelenggara pemilu diperbaharui. Sistemnya berkelanjutan dengan pemagangan, percontohan dan penghargaan. Seperti, menjadikan pendidikan pemilih setiap bulan secara terus menerus. Ada sistem evaluasi pembelajaran dan ujian akhir. Lalu, ada penghargaan dan wisuda. Kemudian, pemagangan atau kemitraan sepanjang waktu dengan penyelenggara pemilu.
Bisa jadi, peserta sekolah pemilu akan mampu mengurangi masalah-masalah diatas. Tanpa perlu berharap lebih pada pembentuk undang-undang atau penegak hukum.Â
Pemilih yang aktif akan memudahkan penyelenggara pemilu menjalankan kerja-kerja teknis demokrasi. Sekaligus mengawal pemilu dari praktik-praktik kecurangan. Termasuk menyeleksi para calon kepala daerah, anggota legislatif dan pemimpin hasil pemilihan apapun.