Mohon tunggu...
andriana rumintang
andriana rumintang Mohon Tunggu... Administrasi - menyukai rangkaian kata yang menari dalam kisah dan bertutur dalam cerita. Penikmat alunan musik dan pecinta karya rajutan

never stop learning

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kala Anak Badai Mengguncang Dunia

24 Oktober 2019   15:40 Diperbarui: 25 Oktober 2019   07:37 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 "Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda akan kuguncangkan dunia" (Soekarno).

Saat membaca buku terbitan Republika ini, saya teringat perkataan presiden Soekarno bagaimana pemuda dapat mengguncang dunia. Bagaimana dan apa hubungannya mengguncang dunia dengan kisah si anak badai? Jawabannya nanti akan ditemukan di akhir kisah.

Di awal cerita, Tere Liye dan Sarippudin sebagai co-author mengenalkan seorang anak bernama Zainal yang dipanggil Za  bertemu dengan bajak laut. Dia menantang dan berdebat dengan bajak laut.  Pertemuan yang cukup seru dan menegangkan di awal kisah, hingga saya kaget ketika membaca halaman tujuh (7) ternyata semua hanya mimpi si Za. Berawal dari mimpi, pembaca dibawa oleh sang penulis Tere Liye kepada kejutan-kejutan kisah hidup sederhana seorang anak bernama Za.  

Di awal membaca, saya langsung teringat dengan masa kecil saya. Kenapa begitu? Apakah kisah hidup saya sama dengan sang tokoh? Mungkin ada yang berfikir begitu. 

Jawabannya tidak. Namun, tokoh-tokoh  yang diangkat Tere Liye adalah sosok-sosok manusia biasa, anak-anak biasa seperti anak kebanyakan. Anak-anak yang hidup sederhana, bermain, berdebat dan bersahabat satu dengan yang lain. Tokoh sederhana tentunya lebih mengena di hati kita (pembaca) yang mayoritas adalah orang biasa. Di awal cerita saja, saya terbawa cerita sambil tersenyum mengingat dan membandingkan dengan masa kecil saya.

Menggunakan gaya bahasa sudut pandang orang pertama, dimana Za sebagai tokoh utama bercerita tentang dirinya dan kampungnya yang bernama Muara Manowa. Dimana rumah-rumah bahkan sekolah dan mesjid di kampung tersebut berdiri di atas air. Mereka membangun jembatan sebagai jalan untuk menghubungi satu area dengan area lainnya dan menggunakan perahu sebagai transportasi.  

Za beserta geng nya Ode, Malim dan Awang melakukan kegiatan khasnya anak-anak muara yaitu menunggu kapal yang lewat dan mencari uang logam yang dilemparkan penumpang. Gaya bahasa yang digunakan dalam novel ini mengunakan cara bertutur/ story telling  yang  mendeskripsikan suasana dengan sangat apik. Ketika anak-anak memanggil penumpang dan nyebur mencari uang logam yang dilemparkan membuat saya seolah-olah ikut hadir disitu dan merasakan kegembiraan mereka berebutan koin.

Seperti kisah Tere Liye lainnya, kisah  si anak badai ini tidak kehilangan identitas yang sarat dengan pesan moral dan makna. Keluarga, persahabatan dan keberanian menjadi inti dari kisah si anak badai. Di  kisah serial anak-anak mamak dimana Eli, Pukat, Burlian dan Amelia yang memilki kisah dan perjuangan sendiri dalam keluarga demikian juga dengan Za dalam keluarga. 

Za memiliki adik bernama Fatah dan Thiyah. Keseharian mereka seperti anak kebanyakan. Ketika membacanya, kita pun merasakan sesuatu yang nyata dan real misalnya suasana mereka berinteraksi dan makan bersama di meja makan, mendapat hukuman dari mamak bahkan ketika mereka protes dengan tempe gosong dan tumis kangkung yang tidak ada rasa.

Seperti serial anak-anak mamak yang menonjolkan peran dan pentingnya keluarga, kisah Za pun begitu. Za dibesarkan dengan kasih sayang mamak dan bapaknya. Kasih sang mamak tampak ketika dia melantunkan pantun untuk anak-anaknya. Karena kesibukannya menjahit baju ibu-ibu rebana sehingga tak sempat memasak makanan untuk anak-anaknya dan mamak merasa bersalah.

Ranum si buah duku
Jatuh hanyut dalam selokan
Sedih rasa hatiku
Melihat buah hati telantarkan
(hal 131)

Dari kisah kasih mamak yang melantunkan pantun, penulis juga mengenalkan salah satu bentuk budaya Indonesia. Di mana pantun termasuk sastra/puisi lama yang merupakan warisan dari nenek moyang. Dari pantun, penulis  secara tidak langsung menjelaskan latar belakang Za yang hidup dan dibesarkan dengan budaya yang kental.

Kisah ini juga menceritakan tentang tanggung jawab seorang anak. Ketika Za dan Fatah diminta mamak mengukur baju Wak Sidik. Mereka salah ukur dan harus mengukur ulang. Za dan Fatah ke rumah Wak Sidik, namun Wak sidik tidak di rumah dan mereka pun menyusul Wak Sidik ke kantor kecamatan.

"Mamak menyuruh kita bertangung jawab. Aku tidak mau pulang sebelum urusan ini selesai " (hal 43).

Bagaimana Za memiliki tanggung jawab akan tugas yang diberikan mamaknya, walaupun harus pergi ke kecamatan yang jauh dari rumah mereka. Tanggung jawab yang dimiliki mengajarkan pembaca betapa pentingnya belajar bertanggung jawab untuk setiap tugas yang diberikan walaupun tugas kecil.

Buku ini juga menjawab pertanyaan-pertanyaan manusia tentang bagaimana dan kenapa tentang segala yang terjadi di dunia ini.  Kenapa ada yang kaya ada yang miskin?  Terkadang saya pun pernah berpikir kenapa ada kejahatan di dunia ini, sedangkan Tuhan bisa dan mampu membolak-balik hati manusia. Penjelasan guru Rudi tentang ilmu Allah yang sangat luas juga menjawab pertanyaan saya.

'Ilmu milik Allah sangat luas. Bayangkan kalian mencelupkan telunjuk di laut, kalian angkat telunjuk itu, maka air yang menempel di telunjuk kalian itulah ilmu yang dianugerahkan Allah kepada kita  selebihnya, air lautan yang tak terhingga banyaknya, itulah ilmu Allah" (hal 58).

Dari pembicaraan tersebut, saya sebagai pembaca mendapat pembelajaran bahwa banyak hal yang tidak kita mengerti di dunia ini, namun kita tentu tidak dapat mengerti secara keseluruhan karena kita terbatas tidak mungkin mengerti pemahaman Allah yang tidak terbatas. Mungkin juga pembaca lainnya mendapat pembelajaran dari perumpamaan dalam cerita tersebut.

Saya juga menemukan kembali karakter bangsa Indonesia yang menjadi ciri khas dari zaman nenek moyang dulu yaitu gotong royong. Hal tersebut mungkin  sudah jarang kita jumpai. Apalagi dalam kehidupan masyarakat urban yang sibuk, siapa lu siapa gue. 

Dikisahkan bagaimana masyarakat bergotong royong memperbaiki jembatan mesjid. Mulai dari para bapak, ibu dan anak-anak semua mengambil peran masing-masing. Hal sederhana sekali, namun kegiatan gotong royong tersebut membuat saya tersenyum ketika Pak Kapten menegur tetangga yang meminta kopi kepada Ode padahal dia belum bekerja.

"Berkeringat saja belum, kau sudah mau kopi." (hal 177)

Dari geng anak badai saya juga belajar persahabatan. Ketika Malim memutuskan untuk berhenti sekolah dan mau mencari uang. Tak bosan-bosannya teman-temannya bergantian membujuk Malim agar Malim kembali bersekolah. 

Walau mereka ditolak oleh Malim, mereka tidak bosan untuk mengingatkan Malim.  Kesetiaan persahabatan itu terbukti ketika mereka diam-diam tetap menunggui Malim dan akhirnya menyelamatkan nyawa Malim. Apa dan bagaimana tindakan penyelamatannya? Tentunya lebih asyik jika dibaca sendiri.

dokpri
dokpri
Persahabatan yang bikin hati pembacanya termasuk saya jadi baper, he..he . Sang sahabat tetap hadir dan bahkan menolong walaupun ditolak. Tidak menyerah untuk memperjuangkan sahabatnya.

Klimaks dari cerita ini, ketika utusan dari ibu kota datang dan hendak memindahkan kampung mereka. Di kampung Manowa akan dibangun pelabuhan dan proyek pembangunan pelabuhan itu akan menggusur rumah-rumah penduduk dan segala fasilitasnya. 

Hal yang pertama dilakukan oleh para utusan dari kota adalah merubuhkan sekolah mereka.  Tidak hanya merubuhkan, para utusan dari kota juga menangkap Pak Kapten dengan tuduhan yang mengada-ada karena Pak Kapten dianggap berbahaya dan dapat menghasut masyarakat. Tentunya seluruh masyarakt menjadi kaget.

Perjuangan dan semangat warga tidak berhenti walau Pak Kapten ditangkap. Hal itulah yang menjadi perjuangan dan petualangan dari para anak pemberani tersebut. Kembali teringat dengan perkataan presiden Soekarno "Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia." Para geng badai walaupun masih anak-anak merupakan generasi muda yang memiliki semangat, ide dan keberanian untuk berjuang dan mengguncang dunia para utusan dari kota.

Dengan berani anak-anak mendekati dan menyusup yacht untuk mencari bukti yang dapat membebaskan Pak Kapten. Mereka nekad memasuki yacht yang diawasi oleh para body guard dan dilakukan di malam hari ketika badai melanda. Pantaslah mereka disebut si anak badai.  Apa yang mereka lakukan selanjutnya dan bagaimana mereka membebaskan Pak Kapten? Sekali lagi saya sarankan agar anda membacanya sendiri, hehehe.

Setiap kejadian dari si anak badai, terjalin menjadi suatu tema tekad dan kebernaian mempertahankan apa yang menjadi milik mereka. Sebagai novel yang inspiratif, saya merekomendasikan novel ini dibaca oleh siapa saja, baik  anak-anak, tua dan muda. 

Selain menghibur, novel dengan 318 halaman ini dapat membangkitkan tekad dan semangat pembacanya. Seusai membaca kisah ini, saya sebagai pembaca belajar untuk tidak pernah menyerah dan memiliki tekad dan berani. Semoga pembaca lainnya juga mendapatkan hal baru dari dan tidak mudah menyerah.

Semoga!

Badai kembali membungkus kampung kami. Kali ini aku mendongak, menatap jutaan tetes air hujan dengan riang. Inilah kami, Si Anak Badai.

dokpri
dokpri
Judul                                     : SI ANAK BADAI
Penulis                                 : TERE LIYE
Co-author                           : Sarippudin
Editor                                    : Ahmad Rivai
Penerbit                              : Republika
Cetakan                               : 1
Tahun terbit                       : Agustus 2019
ISBN                                      : 978-602-5734-93-9

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun