Mohon tunggu...
Andri Pratama Saputra
Andri Pratama Saputra Mohon Tunggu... Bankir - Seorang yang ingin selalu belajar dan saling berbagi pengetahuan

Seorang yang ingin selalu belajar dan saling berbagi pengetahuan #RI #BudayaReview

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kebijakan IMF dan Kekurangannya

23 Desember 2022   09:26 Diperbarui: 23 Desember 2022   09:29 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.republika.co.id

Setiap negara tak terlepas dari pembangunan ekonomi untuk menyediakan dan mensejahterakan masyarakatnya. Ketika ekonomi tidak berjalan sebagaimana mestinya akan menyebabkan krisis ekonomi. Hal tersebut contohnya terjadi ketika awal decade 1980 an di negara dunia ketiga yaitu Brasil, Meksiko, Venezuela, Ghana. 

Argentina, dan Bangladesh sehingga mengakibatkan mereka harus meminjam ke IMF dalam memenuhi cadangan devisa. IMF bersedia memberikan rekomendasi dan bantuan finansial dengan persyaratan tertentu untuk memperbaiki kondisi neraca perekonomian dan mengeluarkan kebijakan stabilitas ekonomi. 

Salah satu syarat yang diberikan ialah keterlibatan aktif dan peran IMF sebagai persyaratan dalam memberikan kredit ke negara berkembang. Munandar (2000) mengemukakan terdapat komponen dasar dalam program IMF tersebut yaitu:

  • Penghapusan atau liberalisasi kontrol pemerintah terhadap lalu lintas impor dan devisa;
  • Devaluasi nilai tukar mata uang domestik;
  • Program antiinflasi domestic yang diketatkan terdiri dari kontrol arus kredit perbankan dengan meningkatkan suku bunga danvolume cadangan yang diketatkan, pengawasan defisit anggaran dan subsidi bahan pangan, dan kontrol tingkat upah yang tinggi, kontrol harga dihilangkan;
  • Peningkatan arus masuk dana investasi asing.

Tahun 1992, terdapat 10 negara yang telah mendapatkan pinjaman dari IMF. Ketika krisis 1997 di Asia, Thailand mendapatkan pinjaman $39 milliar, Pakistan $1,6 miliar, Indonesia $10 milliar, Filipina $345 milliar, dan Korea Selatan $21 milliar. Mereka bernegosiasi untuk memperoleh kredit internasional dan menerapkan keseluruhan program stabilisasi IMF. 

Kebijakan IMF dapat menurunkan inflasi namun kurang popular ketika itu karena memperlambat usaha pembangunan dan merugikan masyarakat dengan berpenghasilan menengah kebawah karena terdapat standar ganda, hal itu tidak adil karena Amerika Serikat tidak diharuskan menjalankan syarat dari IMF.

Kebijakan IMF dipandang sebagai kepanjangan tangan dari kapitalis yang menjadikan ketergantungan yang tinggi terhadap IMF dan mempertahankan struktur pasar modal, menambahkan utang dan terjebak semakin dalam dengan cara mendikte di berbagai kebijakan karena akan menambah masalah baru di kemudian hari dan bersifat jangka panjang.

Masalah Utang di Negara Berkembang

Masalah utang telah menjadi klasik di sebuah negara berkembang bahkan ketika krisis utang 1980 an yang diawali dengan moratorium. Banyak pihak yang cemas ketika terlalu tergantung, maka mereka akan membentuk kartel pengutang dan utang akan semakin dalam dan mendorong spekulan nilai pasar dolar dan menjerumuskan mata uang lain. Berbagai usulan yang diajukan untuk mengurangi utang tersebut seperti program restrukturisasi pembayaran pokok pinjaman yang telah jatuh tempo dalam waktu tertentu, penangguhan pinjaman nonkonsesional maksimal sepertiga, penurunan suku bunga volume pinjaman, dan perpanjangan periode utang.

Usulan lain ialah pertukaran utang untuk modal (debt for equity swap), dengan mekanisme penjualan surat promes pemerintahan yang adalah dokumen pinjaman komersial dengan diskon 50%, untuk negara berkembang mekanisme memacu investasi swasta dalam aset ternilai dalam mata uang lokal baik dokmestik dan dana sing serta mengurangi beban pelunasan utang. Pihak kreditor diimbau memberi keringanan utang negara dengan syarat pelestarian lingkungan.

Krisis utang ini harus ditemukan solusinya karena akan menyebabkan kerapuhan politik, mempengaruhi nilai tukar domestic, dan rawan intervensi kebijakan. Cara seperti meningkatkan devisa melalui UMKM, mengambil alih secara perlahan aset yang dipegang oleh asing, menggalakkan parisiwata dan padat kerja bisa menjadi solusi dalam hal ini, tentunya dijalankan dengan praktek pemerintahan anti KKN.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun