Ekonomi syariah sedang dikembangkan oleh pemerintah dalam meningkatkan perekonomian nasional berdasarkan prinsip syariah. Mukhlas (2019) menjelaskan dalam penerapan ekonomi syariah memiliki beberapa prinsip yang tak dapat dilanggar. Dalam perjalannnya tak jarang terdapat penyimpangan dari prinsip syariah yang dijalankan antara lain:
1) Akad wakalah dalam murabahah
Dalam pelaksanaan murabahah tanpa disertakan akad wakalah, terdapat rincian yaitu:
- Pelaksanaan murabahah (jual beli) tanpa akad wakalah;
- Pelaksanaan murabahah dikerjakan secara bersama-sama dalam satu waktu;
- Pelaksanaan murabahah terlebih dahulu kemudian akad wakalah;
- Pelaksanaan murabahah dilakukan jaraknya hanya selisih 1 dan 2 jam saja pada hari yang sama;
Menurut Fatwa DSN-MUI No. 4 Tahun 2000 dalam pelaksanan akad, seharusnya didahului akad wakalah terlebih dahulu yaitu antar calon dengan pihak bank lalu akad jual beli bukan sebaliknya, yang ada prinsip ini tidak jarang banyak yang melanggar.
2) Tidak ada realisasi bagi hasil
Dalam prinsip ekonomi syariah, diharuskan menjalankan prinsip bagi hasil yang akan dapat dilihat setelah menjalankan kegiatan usaha. Namun, realisasinya, tak jarang keuntungan telah ditentukan di awal transaksi dan hal ini tidak sesuai dengan prinsip syariah.
3) Saksi dalam penandatanganan akad
Dalam prinsip ekonomi syariah, akad seharusnya terdapat saksi dalam ijab qabul dan bersifat tertulis sehingga suatu saat jika ada sengketa atau ketidaksesuaian, saksi dapat memberikan keterangan. Namun, pada kenyataannya, tak jarang saksi hanya sebagai formalitas atau kamuflase belaka dan tidak hadir dalam akad, hal ini akan menyebabkan kesulitan klaim jika terdapat perselisihan di kemudian hari.
4) Berkas dan verifikasi pembiayaan murabahah
Dalam akad murabahah diwajibkan memiliki bukti transaksi bermaterai yang memilki kekuatan hukum, namun tak jarang hal ini tidak diindahkan sehingga keabsahan menjadi dipertanyakan dan verifikasi di kemudian hari akan menemui kesulitan.
5) Tambahan pemberian pembiayaan dan perpanjangan waktu