Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyalahgunakan Dana Bansos untuk Kampanye Pilkada adalah Pengkhianatan Demokrasi oleh Petahana

10 Juli 2020   18:23 Diperbarui: 10 Juli 2020   18:29 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*Menyalahgunakan Dana Bansos untuk Kampanye Pilkada adalah Pengkhianatan Demokrasi oleh Petahana*

Oleh: *Andre Vincent Wenas*

Para petahana yang sedang menjabat sebagai gubernur, bupati atau walikota tentu punya hegemoni terhadap struktur pemerintahan di daerahnya. Mana ada bawahan berani mengkritisi kepala daerahnya?

Apalagi di banyak daerah ditengarai budaya feodalistik masih kuat mencengkeram. Diperparah lagi dengan tentakel kolusi dan nepotismenya dimana jejering 'orang-orang dekat' kepala daerah bertebaran di berbagai posisi strategis sistem pemerintahan daerah.

Mendekati Pilkada Serentak 2020 ini diwarnai dengan pandemi Covid-19 dimana banyak dana bansos kabarnya telah disalahgunakan oleh oknum-oknum (atau kaki-tangan) para petahana untuk dimanfaatkan sebagai alat kampanye dini mereka. Mencuri start kampanye secara gratisan dengan cara yang sama sekali hina (tidak terhormat).

Padahal, KPU-RI, pernah menegaskan bahwa petahana yang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan untuk menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon (paslon) saat pandemi Covid-19 bisa kena sanksi. Sanksinya bisa sampai pembatalan dirinya sebagai calon.

Seperti diketahui, sejumlah petahana menempel foto dirinya pada bantuan sosial terkait wabah virus corona. Atau dengan tanpa tahu malu mengklaim bansos tersebut adalah inisiatif dirinya atau partainya atau ormasnya.

Di Pasal 71 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dikatakan, "Kepala daerah dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan paslon sampai dengan penetapan paslon terpilih."

Kemudian dalam Pasal 71 ayat 5 disebutkan, "kepala daerah selaku pejawat melanggar ketentuan di atas dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota." Sedangkan, kepala daerah yang melanggar tetapi bukan pejawat diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan berdasarkan Pasal 71 ayat 6.

Demokrasi yang sesungguhnya mesti menyediakan platform persaingan yang adil bagi seluruh peserta kontestasi pilkada. Maka penyalahgunaan dan bansos dari anggaran negara (APBN/APBD) oleh para petahana atau kompradornya adalah bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi itu sendiri.

Dan ini mesti jadi pertimbangan bagi masyarakat pemilih untuk melakukan 'hukuman sosial' (social-punishment) untuk tidak memilih kembali kepala daerah petahana yang telah mengkhianati demokrasi atau mencampakkan etika politik dalam berkontestasi secara fair (adil).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun