*Menyalahgunakan Dana Bansos untuk Kampanye Pilkada adalah Pengkhianatan Demokrasi oleh Petahana*
Oleh: *Andre Vincent Wenas*
Para petahana yang sedang menjabat sebagai gubernur, bupati atau walikota tentu punya hegemoni terhadap struktur pemerintahan di daerahnya. Mana ada bawahan berani mengkritisi kepala daerahnya?
Apalagi di banyak daerah ditengarai budaya feodalistik masih kuat mencengkeram. Diperparah lagi dengan tentakel kolusi dan nepotismenya dimana jejering 'orang-orang dekat' kepala daerah bertebaran di berbagai posisi strategis sistem pemerintahan daerah.
Mendekati Pilkada Serentak 2020 ini diwarnai dengan pandemi Covid-19 dimana banyak dana bansos kabarnya telah disalahgunakan oleh oknum-oknum (atau kaki-tangan) para petahana untuk dimanfaatkan sebagai alat kampanye dini mereka. Mencuri start kampanye secara gratisan dengan cara yang sama sekali hina (tidak terhormat).
Padahal, KPU-RI, pernah menegaskan bahwa petahana yang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan untuk menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon (paslon) saat pandemi Covid-19 bisa kena sanksi. Sanksinya bisa sampai pembatalan dirinya sebagai calon.
Seperti diketahui, sejumlah petahana menempel foto dirinya pada bantuan sosial terkait wabah virus corona. Atau dengan tanpa tahu malu mengklaim bansos tersebut adalah inisiatif dirinya atau partainya atau ormasnya.
Di Pasal 71 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dikatakan, "Kepala daerah dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan paslon sampai dengan penetapan paslon terpilih."
Kemudian dalam Pasal 71 ayat 5 disebutkan, "kepala daerah selaku pejawat melanggar ketentuan di atas dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota." Sedangkan, kepala daerah yang melanggar tetapi bukan pejawat diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan berdasarkan Pasal 71 ayat 6.
Demokrasi yang sesungguhnya mesti menyediakan platform persaingan yang adil bagi seluruh peserta kontestasi pilkada. Maka penyalahgunaan dan bansos dari anggaran negara (APBN/APBD) oleh para petahana atau kompradornya adalah bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi itu sendiri.
Dan ini mesti jadi pertimbangan bagi masyarakat pemilih untuk melakukan 'hukuman sosial' (social-punishment) untuk tidak memilih kembali kepala daerah petahana yang telah mengkhianati demokrasi atau mencampakkan etika politik dalam berkontestasi secara fair (adil).
Kepala daerah petahana seperti ini jelas bermental pecundang, dan moralnya jelas sudah terpuruk ke titik nadir. Tak ada lagi rasa malu alias tidak tahu malu.
Dengan tersedianya berbagai macam media-sosial yang ada dalam genggaman masyarakat pemilih, mestinya informasi kecurangan yang dilakukan oleh para petahana ini bisa didiseminasi (sebar luaskan) untuk mendidik masyarakat untuk tidak lagi memilih para pecundang politik yang telah menyalahgunakan bansos ini.
Para pecundang politik seperti ini pastilah tidak pernah transparan dalam pengelolaan anggaran daerahnya, banyak yang diselingkuhi dengan pengaruh hegemoniknya terhadap para bawahan.
Hal lain yang juga mesti dicermati oleh masyarakat pemilih adalah soal kolusi dan nepotisme. Tandai saja mana kepala daerah yang rombongan keluarga besarnya (istri, suami, anak, dll) telah dengan semena-mena didudukkan dalam berbagai posisi jabatan.
Tanpa menghiraukan prinsip meritokrasi dan asas profesionalitas. Apalagi menghormati tatanan berdemokrasi yang sejati. Paling-paling yang selama ini mereka kerjakan adalah model perkoncoan dan politik dinasti yang tanpa rasa malu.
Segeralah akhiri kesewenang-wenangan brutal para petahana model begini. Jangan pilih mereka lagi, atau konco mereka yang didorong-dorong untuk maju menggantikan mereka. Jadikan Pilkada Serentak 2020 sebagai pintu gerbang menuju tatanan demokrasi yang baru, yang jujur dan adil.
10/07/2020
*Andre Vincent Wenas*, Sekjen 'Kawal Indonesia' -- Komunitas Anak Bangsa
Sumber gambar: Channel YouTube 'Kanal Anak Bangsa' https://www.youtube.com/watch?v=JXSW_whng8cÂ