Mohon tunggu...
Andre Perdana
Andre Perdana Mohon Tunggu... Konsultan - Ekonom, Peneliti, Konsultan Bisnis

Membangun ekonomi Indonesia berbasis kerakyatan.

Selanjutnya

Tutup

Money

RUU Cipta Kerja bagi Peningkatan Kualitas Pendidikan Indonesia

14 Juli 2020   10:34 Diperbarui: 14 Juli 2020   10:34 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Omnibus Law RUU Cipta Kerja memicu berbagai tanggapan dari masyarakat, salah satu aspek yang menjadi sorotan adalah bidang pendidikan tinggi, bahkan hal tersebut menjadi pembahasan dalam seminar-seminar nasional berbasis daring di Indonesia.

Perkembangan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia masih berada pada peringkat 111 dunia. Posisi ini jauh berada di bawah negara tetangga kita seperti Malaysia, Thailand, Brunei dan Singapura. Kondisi ini dipicu oleh beberapa faktor mulai dari sebaran guru yang belum merata, sarana dan prasarana yang belum memadai, hingga birokrasi yang dinilai masih rumit dan belum memiliki kebijakan berkelanjutan.

Keberadaan Omnibus Law bagi kualitas pendidikan tinggi ini diharapkan akan dapat menjadi pemantik perbaikan dalam dunia pendidikan tinggi, meliputi perbaikan pada tataran pengelolaan SDM Guru dan Dosen (Culture), keberpihakan pada anggaran pendidikan tinggi; struktur pendidikan, serta pada regulasi di Indonesia.

Energi positif dari Omnibus Law RUU Cipta Kerja terus dikembangkan dengan dukungan terhadap riset dan inovasi yang memasukan keduanya menjadi ruang lingkup yang diatur melalui Pasal 6 RUU Cipta Kerja.

Langkah tersebut menjadikan peluang besar bagi lembaga pendidikan seperti universitas untuk berlomba-lomba menciptakan riset dan inovasi yang nantinya dapat langsung terhubung dan digunakan dalam bidang industri. Inilah yang diharapkan selama ini bahwa dunia pendidikan harus link and match dengan industri melalui dukungan riset dan inovasi berkelanjutan di Indonesia.

Sementara disisi lain, kelompok penolak RUU Cipta Kerja justru menilai pasal-pasal dan materi RUU cenderung diskriminatif terhadap guru dan dosen lokal dan sangat memihak kepada pengajar asing, seperti materi RUU terkait kebijakan guru dan dosen lokal yang wajib tersertifikasi. 

Padahal, langkah sertifikasi guru dan dosen merupakan metode yang efektif untuk mengontrol kualitas guru dan dosen di Indonesia dalam mentransfer ilmu kepada murid dan mahasiswanya, sehingga guru dan dosen yang tidak lulus sertifikasi memang sudah sepantasnya di-grounded karena tantangan pendidikan ke depan semakin keras dan menuntut guru maupun dosen untuk terus menjaga dan meningkatkan kualitas, kapasitas, integritas, serta nasionalisme dalam dunia pengajaran di Indonesia

Resistensi dalam perumusan Omnibus Law RUU Cipta Kerja sangat menuntut pemahaman yang tinggi oleh kelompok penolak RUU Cipta Kerja untuk terus mempelajari dan mengkaji substansi materi draft RUU dalam perspektif positif, apalagi RUU tersebut masih belum final dan sangat memerlukan proses panjang.

Berbagai masukan para pakar dan akademisi tentu menjadi pertimbangan untuk mematangkan materi RUU Cipta Kerja. Masyarakat juga dapat terus memantau dan mengawal kebijakan tersebut baik dalam proses perumusan hingga implementasinya nanti untuk dapat berjalan secara optimal, sehingga penerapakan kebijakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja dapat meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan Indonesia untuk mencetak SDM generasi penerus bangsa yang berdaya saing di tingkat dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun