Belum lama masyarakat Indonesia berduka atas kepergian lima puluh tiga Crew KRI Nanggala bulan April lalu. Tugas di dalam sebuah Kapal selam memang sangat berat.Â
Ada yang mengatakan, jika suka tantangan bergabunglah dengan Angkatan laut. Jika menginginginkan tantangan terberat, bergabunglah dengan gugus tugas Kapal selam.Â
Bertugas di dalam sebuah Kapal selam pada satu misi sungguh tugas berat. Â Baik Latihan, misi mengintai hingga bertempur dari dalam ruang tertutup yang dipenuhi banyak pipa, valve, instrument, tanpa bisa melihat keluar, arah ataupun kedalaman. Bergantung pada layar computer dan periskop, sungguh merupakan tugas berat.
Hingga peristiwa KRI Nanggala 402 membuat saya teringat akan kisah USS Tang, dan ingin membagikan salah satu kisah epic Perang Pasifik itu dengan para pembaca Kompasiana yang Budiman. Â
Dalam dunia perkapalan, klasifikasi dilakukan berdasarkan design, fungsi, penggerak hingga system pertahanan. Begitu juga dengan Kapal selam. USS Tang termasuk dalam Balao-class yang design-nya terbilang sukses selama Perang Dunia II.Â
Balao-class memiliki beberapa penyempurnaan dari Gato-class dengan beberapa ubahan signifikan; frame dan dinding yang lebih tebal hingga memiliki kemampuan menyelam hingga 182 meter. USS Tang memiliki berat kosong 1,490 ton dengan Panjang hingga 95 meter.Â
Dua bilah propeller ditenagai oleh empat mesin diesel 9 silinder dengan empat motor listrik kecepatan tinggi dan generator, menghasilkan kecepatan maksimum 20 knots atau setara dengan 37 kph saat menjelajah dalam ketinggian permukaan air dan 8.7 knots atau 16.2 kph pada saat menyelam. Tang membawa dua puluh empat Torpedo dalam setiap misinya.Â
Dengan enam laras Torpedo di Haluan dan 4 di buritan, para Crew ingin menembakkan semuanya ke Kapal Jepang maupun U-Boat milik Jerman. Pertahanan juga didukung sebuah 25 Caliber Deck Gun, serta dua buah Cannon; 40 mm dan 20 mm.
USS Tang yang memiliki kode SS-306 ini selesai dibangun pada tahun 1943 dan memulai patroli pertamanya 22 Januari 1944 ke Kepulauan Mariana di dekat New Guinea dan menenggelamkan lima freighter Jepang, salah satunya adalah Yamashimo Maru dengan berat 6,800 ton.