Mohon tunggu...
Andre Sianipar
Andre Sianipar Mohon Tunggu...

Resep hidup sehat Empat M, yakni membaca, menulis, menghitung dan musik. Baca minimal satu buku setiap hari. Kemudian tuangkan hasil bacaan dalam tulisan untuk memperkuat daya ingat. Berhitung untuk melatih logika dan musik menjaga pikiran tetap sehat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ubah Paradigma Menghafal Jadi Memahami untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia

31 Maret 2018   16:23 Diperbarui: 6 April 2018   16:54 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: weforum.org

Kurikulum internasional yang diterapkan di sekolah unggulan telah berhasil menciptakan lingkungan belajar yang sarat akan debat, presentasi dan penelitian. Sayangnya sistem seperti ini belum dapat diterapkan secara luas di seluruh Indonesia.

Apa yang membuat pendidikan di negara tetangga kita menjadi sedemikian maju? Mari lihat Singapura. Sistem Pendidikan di Singapura mengungguli semua negara di seluruh dunia. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara yang miskin dan yang kaya. Pemerintah Singapura menitikberatkan sains dan matematika sebagai tolak ukur utama pendidikannya. Orang tua sangat termotivasi untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Sekitar 70% orang tua mendaftarkan anaknya ke les privat di luar sekolah. Hasilnya Singapura berhasil menempati posisi pertama pengujian PISA di semua kategori penilaian dan posisi 7 di IMO (Bahasa Inggris: International Mathematic Olympiad) atau Olimpiade Matematika Internasional tahun 2017.

Mengapa pendidikan menjadi fokus utama? Karena satu-satunya sumber daya yang dimiliki negara ini adalah manusianya. Tidak seperti Indonesia. Namun semua keberhasilan tersebut memunculkan dampak negatif. Tingkat stres di kalangan pelajar sangat tinggi. Sistem yang terlalu fokus pada nilai menghilangkan aspek "fun" dari proses pembelajaran. Anak-anak di sekolah menjadi sangat ketakutan jika mereka tidak lulus ujian atau jika nilai yang didapat tidak cukup "sempurna". Laporan di tahun 2015 menunjukkan terjadi 27 kasus bunuh diri oleh pelajar berusia 10 sampai 19 tahun di Singapura. Angka ini bertambah dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya dan yang tertinggi selama satu dekade terakhir.

Selanjutnya mari lihat negara tetangga yang lain. Ya, Vietnam. "Kualitas Pendidikan Indonesia Masih di Bawah Vietnam" demikian tajuk sebuah artikel dari salah satu media televisi swasta.

Vietnam menganut paham komunis kuminis (Marxism-Leninism). Mari abaikan hal tersebut sejenak. Faktanya adalah mereka menghasilkan SDM yang lebih berkualitas. Hasil pengujian PISA tahun 2015 menunjukkan pencapaian yang sangat luar biasa, mengungguli negara maju seperti Rusia, Prancis, Inggris, USA untuk bidang kompetensi matematika. Berada di posisi sepuluh besar untuk bidang kompetensi sains. Kuncinya adalah komitmen pemerintah, kurikulum yang terfokus dan peningkatan kualitas guru. Pemerintah Vietnam menaruh perhatian besar terhadap pendidikan. Vietnam menghabiskan 21% dari total anggaran belanjanya untuk pendidikan. Lebih besar dibandingkan negara lain yang menjadi peserta PISA termasuk Indonesia (20%).

Kurikulum didesain sedemikian rupa, sebuah rencana jangka panjang, yang fokus pada pemahaman konsep dasar dan penguasaan keterampilan dasar. Tidak sekedar belajar menghafal.

Sejauh mana kita ingin pendidikan di Indonesia berkembang? Sesuai dengan tujuan dari penilaian PISA itu sendiri, yaitu "menguji dan membandingkan prestasi anak-anak sekolah di seluruh dunia". Jika kita ingin menghasilkan SDM berkualitas dengan gelar yang diakui di dunia, tidak hanya di Indonesia, tentunya masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Namun jika motivasi kita hanya sebatas mendapatkan pekerjaan di Indonesia dengan upah setara UMR maka penilaian PISA rasanya tidak diperlukan.

*****

Sumber Teks: OECD, Wikipedia, Factsanddetails, Classbase, BBC, Business Insider, The Conversation, Al Jazeera, A Liquid Future, WENR, ABC News, South China Morning Post, Kompas

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun