Mohon tunggu...
Andreas Kristianto
Andreas Kristianto Mohon Tunggu... -

Andreas Kristianto adalah seorang pejuang kemanusiaan, karena baginya manusia adalah gambar dan rupa Allah. Siapa yang mencintai kemanusiaan, dia juga mencintai Allah yang memberi kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Seorang Ibu Guru

25 Juli 2014   16:05 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:16 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth



Sudah dua hari Ibu Guru Kinan tidak melihat Anin bersekolah. Padahal, Anin selalu rajin datang ke sekolah. Kabar pun tidak ada. Ibu Kinan mencoba menanyai beberapa teman dekat Anin, namun tidak ada yang tahu tentang Anin. Sebagai wali kelas, Ibu Kinan sangat mencemaskan keadaan Anin.

Sepulang sekolah, Ibu Kinan segera pergi ke rumah Anin. Sesampainya di rumah Anin, Ibu Kinan hanya bertemu dengan tetangga sebelah rumah Anin.

”Permisi Bu, apakah nak Anin ada di rumahnya?” tanya Ibu Kinan.

”Tidak ada. Sejak tadi malam Anin dan ayahnya pergi”,

jawab tetangga itu.

Dengan muka yang heran, Ibu Kinan bertanya lagi, ”Kemana perginya ya,

Bu?”.

”Saya juga tidak tahu karena mereka tidak pamit” jawab tetangga itu

dengan heran pula.

”Kalau begitu, saya mohon pamit”, kata Ibu Kinan selanjutnya.

”Maaf, ibu siapa?” tanya tetangga itu.

”Oh, saya Ibu Guru Kinan”, jawab Ibu Kinan halus.

”Baiklah, jika sudah pulang akan saya sampaikan”, sahut tetangga itu.

”Terima kasih, ya bu”, sapa akhir Ibu Kinan.

Hari selanjutnya, ternyata Anin tidak masuk sekolah lagi. Kabar pun tidak kunjung datang. Jika Anin tidak masuk sekolah lebih dari tiga kali, maka dia akan mendapat skors (hukuman). Ibu Kinan merasa sangat khawatir dan bingung harus berbuat apa. Ibu Kinan pun tidak tahu keberadaan Anin dan ayahnya.

Setahu Ibu kinan, Anin hanya hidup bersama ayahnya. Ibunya sudah meninggal setelah melahirkan Anin tujuh tahun yang lalu. Anin selalu bercerita kepada Ibu Kinan tentang ayahnya. Dari semua cerita Anin terlihat bahwa Anin sangat mencintai ayahnya. Bahkan, setiap hari Anin selalu memeluk ayahnya sebelum tidur sebagai tanda cintanya kepada ayah.

Hari pun berganti hari. Sekarang, sudah hari ke-10 Anin tidak masuk sekolah. Ibu Kinan datang kembali ke rumah Anin, namun rumahnya sepi. Para tetangganya pun tidak mengetahui keberadaan Anin dan ayahnya. Anehnya, di dinding rumah Anin tertulis, ”Rumah ini dikontrakan!”. Ibu Kinan terkejut, lalu menanyakan kepada salah seorang anak kecil yang sedang duduk di dekat rumah Anin.

”Dik, mengapa rumah itu dikontrakan (sambil menunjuk ke arah rumah Anin)?” tanya Ibu Kinan lembut sekali.

”Itu rumah papaku. Dulu dipakai papanya kak Anin. Kak Anin dan papanya pergi jauh” jawab anak kecil itu dengan lugunya.

”Adik tahu tidak, mereka pergi kemana?” tanya Ibu Kinan lagi.

”Aku tidak tahu. Tapi...........” jawabnya polos sekali.

Tiba-tiba, ada seorang nenek yang datang menghampiri Ibu Kinan dan anak kecil itu dengan tergesa-gesa. Sepertinya, nenek itu sangat marah.

”Sesya!” seru nenek itu kepada anak kecil tadi. ”Kamu bicara dengan siapa!”

”Nenek.....”, sahut anak kecil itu sambil menghampiri neneknya.

”Oh, ini neneknya anak kecil ini? Maaf, nek, saya Ibu Guru Kinan. Saya mau bertanya tentang Anin”, sapa Ibu Kinan dengan ramah.

”Kalau mau tahu informasi ya jangan tanya anak kecil! Anin dan bapaknya sudah saya usir dari rumah kontrakan anak saya, karena sudah tiga bulan tidak bayar sewa rumah. Sudah, silakan pergi saja! Mereka sudah tidak ada lagi di sini!” kata nenek itu sambil berjalan menggendong cucunya menuju rumahnya.

Ibu Kinan sangat terkejut mendengarkan cerita nenek tadi. Ibu Kinan tidak menyangka Anin sedang dalam kesusahan. Lalu, bagaimana caranya mencari Anin dan ayahnya jika tidak ada orang yang tahu?

Genap satu bulan Anin tidak masuk sekolah. Itu berarti Anin tidak dapat bersekolah lagi kecuali kepala sekolah memberikan izin kepada Anin. Namun, Ibu Kinan tidak lelah mencari Anin. Ibu Kinan sangat menyayangi Anin meskipun teman-teman Anin sudah tidak peduli lagi, bahkan para guru pun sudah menilai Anin itu pemalas dan tidak jelas.

Memang, Anin adalah anak orang miskin. Ayahnya hanya bekerja sebagai kuli bangunan. Jika ada panggilan, maka ayahnya bekerja dan mendapat uang. Jika tidak ada, biasanya ayahnya mengamen. Namun, Anin selalu bercerita bahwa ayahnya adalah ayah yang sangat baik dan sayang padanya. Anin selalu bahagia bersama ayahnya. Anin pun dapat menjadi anak yang pandai dan berprestasi di sekolahnya.

Teringat dengan cerita-cerita Anin, Ibu Kinan mulai mencari Anin dan ayahnya di daerah pengamen. Satu per satu tempat mengamen pun dicari. Mulai dari perempatan atau pertigaan lampu lalu lintas, warung-warung makan yang kecil, stasiun, terminal, hingga sepanjang jalan di kota itu. Namun, sudah pukul 9 malam, Ibu Kinan belum juga menemukan mereka.

Dengan perasaan kecewa, Ibu Kinan berjalan kaki menuju rumahnya. Tiba-tiba, Ibu Kinan menemukan sebuah topi SD di pinggir jalan. Ibu Kinan mulai terkejut ketika dia melihat nama ”Anintyas Ristaka” pada bagian dalam topi itu. Ibu Kinan seperti tidak percaya dengan nama itu, karena nama itu sama persis dengan nama Anin, muridnya. Ibu Kinan mencari tempat yang lebih terang dan ia melihat tulisan nama tadi. Ternyata benar, ”Anintyas Ristaka”.

Seketika itu, Ibu Kinan berubah menjadi semangat dan sangat berharap akan menemukan Anin. Ibu Kinan mencoba berlari mencari jejak Anin. Barangkali, Anin masih ada di sekitar daerah itu. Lalu, terdengarlah suara keras sekali di belakang Ibu Kinan, ”Aduhh!!.... tieng...kompryang....(seperti menatap sesuatu lalu ada barang pecah yang jatuh)”. Ibu Kinan semakin terkejut dan takut. Ibu Kinan berhenti sejenak, kemudian menoleh ke belakang. Ternyata, ada seorang anak perempuan sedang berbaring di belakangnya. Ibu Kinan mendekati anak itu dan berseru, ”Anin.....”. Dengan segera, Ibu Kinan membawa Anin ke rumahnya yang kebetulan dekat dengan daerah itu.

Sepuluh menit kemudian, Anin mulai sadar. Ibu Kinan mencoba memeluknya. Tapi, Anin berteriak-teriak, ”Jangan...jangan...jangan...!!!” dengan penuh ketakutan. Ibu Kinan langsung memegang muka Anin dan mencoba menyadarkannya. ”Anin...Ini Ibu Kinan... Jangan takut, Anin!”. Dengan sedikit rasa percaya, Anin menatap wajah Ibu Kinan. Setelah beberapa detik menatapnya dengan yakin, Anin memeluk erat Ibu Kinan sambil berseru, ”Ibuuuuu.....”. Ibu Kinan pun memeluknya dengan sangat erat dan penuh kasih sayang. Seperti ibu dan anaknya.

Setelah Anin mulai tenang, Ibu Kinan mencoba bertanya tentang keadaan Anin.

”Anin, tidak seperti biasanya kamu bersembunyi dari ibu. Kamu kemana saja dengan ayahmu? Ibu sudah mencarimu ke rumah bahkan kemana-mana”, tanya Ibu Kinan dengan penuh kesabaran.

Dengan isak tangis, Anin menjawab,”Saya dan ayah sudah diusir dari rumah kontrakan karena ayah belum membayar tiga bulan. Setelah itu, kami hanya berjalan tapi tidak tahu kemana.”

Anin selalu menangis dan tangisannya bertambah keras. Ibu Kinan mulai memeluknya dengan lembut.

”Lalu, ayah kamu sekarang ada di mana?” tanya Ibu Kinan.

”Ayah di penjara gara-gara dituduh mencopet di terminal saat kami sedang mengemis.”

”Kenapa kamu tidak dibawa bersama ayahmu?” tanya Ibu Kinan heran.

”Ayah langsung mendorong saya agar saya tidak dibawa polisi”, jawabnya pelan.

”Selama ini, kamu tinggal di mana?” tanya Ibu Kinan.

”Saya tinggal di jalanan dan hanya mengemis”, jawab Anin.

Anin diam sejenak. ”Tadi saya hampir mau dibawa oleh orang jahat. Saya dikejar-kejar sampai tas dan barang-barang saya hilang semua di jalan.”

”Anin, mengapa kamu tidak datang ke sekolah saja agar Ibu bisa membantumu?” sela Ibu Kinan.

”Saya takut, Bu. Saya hanya ingin ayah” jawab Anin semakin pelan dan menangis.

Ibu Kinan hanya bisa memeluk Anin. Dalam hatinya, Ibu Kinan berjanji ingin membebaskan ayah Anin dari penjara agar mereka bisa bersama.

”Anin, malam ini kamu istirahat dulu ya. Besok pasti kamu bertemu dengan ayahmu”, kata Ibu Kinan dengan penuh harap.

Malam pun berganti pagi. Ibu Kinan mengajak Anin ke tempat ayahnya di penjara. Sampai di sana, polisi mengatakan bahwa ayah Anin baru saja dibawa ke rumah sakit karena sakit parah. Namun, Ibu Kinan belum menceritakan kejadian itu kepada Anin. Ibu Kinan segera membawa Anin ke rumah sakit. Ternyata, ayah Anin ada di ICU dan keadaannya sangat kritis.

Anin sangat terkejut melihat ayahnya yang sedang dipasangi selang di hidung dan dadanya. Anin langsung memeluk ayahnya, namun ayahnya tidak dapat bergerak dan memeluk Anin. Ibu Kinan mulai memeluk Anin dari belakang. Beberapa detik kemudian, ayah Anin meninggal. Anin menangis keras sekali. ”Aku tidak mau ditinggal ayah!!” teriak Anin.

Lalu, Ibu Kinan membawa keluar Anin dan terus memeluknya. Anin hanya bisa berkata, ”Aku sendirian lagi....”. Ibu Kinan pun ikut menangis.

”Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Tidak ada yang cinta aku lagi. Aku juga tidak bisa cinta siapa-siapa lagi. Aku mau ikut ayah saja!” seru Anin sambil menangis keras di pelukan Ibu Kinan.

”Anin, kamu tidak boleh bicara seperti itu!” sahut Ibu Kinan.

”Tapi, ayah sudah pergi. Ayah sudah tidak cinta lagi dengan Anin”, kata Anin lirih.

”Anin, kamu tidak sendiri. Ibu Kinan akan selalu menemani kamu, karena ibu sangat menyayangimu seperti ayahmu sayang padamu...” jelas Ibu Kinan. ”Kamu mau menerima ibu sebagai ibumu, Anin?” tanya Ibu Kinan.

Dengan tangisan dan sedikit senyuman lega, Anin menjawab, ”Ya, Ibu...”.

Sekarang, meski Anin sudah kehilangan ayahnya namun Anin tetap dapat mencintai dan dicintai bersama Ibu Kinan. Anin pun dapat melanjutkan sekolahnya lagi. Inilah bukti cinta Ibu Kinan untuk Anin.

Andreas Kristianto

Calon Pendeta GKI Jombang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun