Mohon tunggu...
Andreas Maurenis Putra
Andreas Maurenis Putra Mohon Tunggu... Penulis - Nian Tana (Sikka)

Filsuf setengah matang... Sempat mengais ide di Fakultas Filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Bencana: Sebuah Diskursus

28 Januari 2021   16:18 Diperbarui: 28 Januari 2021   21:57 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sayangnya agenda tersebut tidak dibaca secara baik dan dengan penuh sadar oleh pengikutnya. Bahkan seringkali atas nama surga, orang tak tanggung-tanggung “menjadi Tuhan” terhadap yang lain. Atas nama surga, orang menghabisi hidup sesamanya. Padahal perkara “surga yang nanti” (eskatologis) sebetulnya tidak lain adalah usaha membuat dunia ini menjadi lebih surgawi.

Maka ketika krisis-krisis kemanusiaan hadir di tengah tatanan hidupnya, sangat tidak layak manusia menggugat Tuhan. Melalui akal budi mestinya kesalehan ronahi dinarasikan dengan baik ke dalam kesalehan sosial. Itu adalah hal yang melekat dalam diri manusia sedari awal terutama saat mulai memahami pengetahuan yang benar dan yang salah. 

Namun kenyataan yang dihadirkan adalah antroposentrisme naïf yang mengangkangi panggilan nurani (hati, suara hati) yang kemudian menjadi legitimasi egoisme-narsistik akan pengagungan “ke-aku-an” ketimbang bersimpuh dengan rendah hati di hadapan semesta.

Konsep ke-aku-an memang lumrah jika menukil kata-kata Francis Fukuyama dalam The End of History and The Last Man. Bahwa dasar penggerak sejarah manusia adalah “perjuangan untuk diakui.”  Ditarik ke dalam berbagai krisis global dan lokal, tak dipungkiri lagi merupakan akibat dari perlombaan manusia untuk mendapat pengakuan dari sesamanya, pengakuan dari bangsa lain, pengakuan dari negara lain.

Nafsu untuk “diakui” inilah menghilangkan kesadaran akan nilai intrinsik ciptaan lain bahkan nilai kemanusian sendiri. Nilai solidaritas terhadap seluruh ciptaan atau semesta teralienasi dari kapasitas nurani. 

Kesadaran bahwa seluruh ciptaan berharga di mata Tuhan raib oleh nafsu pragmatis-materialistik. Menjarah bumi tanpa batas seolah ia adalah mesin yang tak pernah berhenti berproduksi adalah tindakan yang bisa sama-sama dimaklumi.

Maka, bencana dalam bentuk apapun adalah peluang berharga manusia merefleksikan masa lalunya dan mempertanyakan eksistensi dan esensinya di masa depan. Bukan sebaliknya memperkarakan Sang Pencipta. 

Juga, bukan berfokus hanya pada bagaimana mengatasi ancaman bencana –terlebih dengan cara menggugat Tuhan- melainkan merumuskan dunia macam apa yang ingin manusia bentuk dan tinggali sesudahnya. “Perjuangan untuk diakui” kini harus diterjemahkan dalam praksis yang positif: saling berlomba menjadi saudara bagi seluruh ciptaan. Menjadi saudara melampaui sekat perbedaaan.

Bencana harus membawa kita pada metanoia sosial dan mengubah direksi kesalehan pribadi naïf ke arah pertumbuhan global. Bukan ke arah perpecahan, pengotak-kotakkan tetapi kesetiakawanan global menuju keadaban baru.  

Dengan kata lain, menukil Bambang Sugiharto, bencana mestinya membenturkan manusia kembali pada persoalan eksistensial dasar. Manusia tak hanya hidup berdasarkan teknologi dan data. Hidup dan perilakunya terutama dikelola berdasarkan makna. Kualitas keadabannya ditentukan oleh bagaimana secara reflektif kita memaknai kehidupan; cara berpikir, cara bersikap, dan nilai-nilai apa yang diprioritaskan di tengah semesta.

Senada dengan harapan di atas, Ensiklik Fratelli Tutti turut menggarisbawahi tanggapan Paus Fransiskus atas krisis kemanusiaan yang menjangkiti dunia, yakni kesenjangan ekonomi, kapitalisme, politik identitas, peperangan, radikalisme, terorisme, pandemi Covid-19, berita bohong (hoaks) dan sebagainya. Jalan utama mengatasi seluruh krisis kemanusiaan ini adalah kembali kepada manusia.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun