Mohon tunggu...
Andre Armanda Ginting
Andre Armanda Ginting Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Actuarial Science University of Brawijaya

Mahasiswa Prodi Ilmu aktuaria Universitas brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peran Mahasiswa dalam Menyongsong SDGs Guna Menyejajarkan Indonesia dengan Negara-Negara Maju

18 Oktober 2021   07:58 Diperbarui: 24 Oktober 2021   10:46 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

        Di era dimana globalisasi semakin menguat membuat standarisasi semakin penting dalam mempromosikan kemajuan ilmiah, memfasilitasi bisnis, dan pengembangan industri, serta tata pemerintahan. Standar digunakan oleh negara-negara maju sebagai infrastruktur untuk melindungi pasar di wilayahnya (Technical Barrier to Trade) dan juga digunakan sebagai alat untuk memenangkan global competition.

         SDGs (Sustainable Development Goals) menjadi titik sejarah baru dalam pembangunan global yang disepakati melalui Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-70 pada bulan September 2015 di New York, Amerika Serikat. SDGs (Sustainable Development Goals) itu sendiri merupakan proyek yang berfokus pada keberlangsungan hidup umat manusia dan masa depan dunia. Dalam sidang ini, sebanyak 193 kepala negara dan pemerintahan dunia hadir dalam rangka menyepakati agenda pembangunan yang berskala universal yang tertera dalam dokumen berjudul “Transforming Our World: the 2030 Agenda for Sustainable Development”. Dokumen atau hasil kesepakatan ini berisi 17 tujuan dan 169 sasaran yang berlaku dari 2016-2030. Wakil Presiden Jusuf Kalla hadir dalam peresmian tersebut yang mempunyai prinsip Leave No One Behind dimana menekankan peran dari aktor pembangunan selain pemerintah, akademisi, swasta, dan lainnya. SDGs sendiri merupakan kelanjutan dari MDGs (Millennium Development Goals) yang dimulai dari tahun 2006 dan berakhir di 2015.

         Berbeda dengan SDGs, MDGs hanya berisi 8 tujuan, 21 sasaran, dan 60 indikator. Sasarannya juga hanya bertujuan mengurangi setengah dari sejumlah masalah pembangunan yang tertera dalam tujuan dan sasaran. MDGs memiliki peran yang besar pada capaian target pembangunan bagi negara berkembang dan yang kurang berkembang. Namun MDGs memiliki kelemahan dimana implementasinya yang birokratis.


 

1. Perkembangan SDGs di Indonesia

        SDGs menjadi inisiatif global yang bergerak dalam menciptakan kehidupan manusia menjadi lebih baik secara sosial maupun ekonomi. Peran negara tentulah sangat besar dalam memastikan SDGs berdasar pada strategi yang holistik antara inklusi sosial, ekonomi, pembangunan, serta keberlanjutan lingkungan.

        SDGs memiliki 17 tujuan, yakni menghapus kemiskinan, mengakhiri kelaparan, mencapai kesehatan yang baik dan kesejahteraan, mencapai pendidikan bermutu, mencapai kesetaraan gender, mencapai akses air bersih dan sanitasi, mencapai energi bersih dan terjangkau, mencapai pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, mencapai infrastruktur industri dan inovasi, mengurangi ketimpangan, mencapai kota dan komunitas yang berkelanjutan, mencapai konsumsi dan produksi yang bertanggungjawab, mencapai penanganan perubahan iklim, menjaga ekosistem laut, menjaga ekosistem darat, mencapai perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang kuat, dan menjaga kemitraan untuk mencapai tujuan (SDGs).

        Sebelum SDGs pelaksanaan MDGs di Indonesia sempat mengalami keterlambatan 10 tahun dari pengesahan MDGs pada tahun 2000 yang disebabkan karena pemulihan situasi ekonomi Pasca krisis 1998. Kali ini, SDGs dipopulerkan dengan nama Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Desember, 2015, Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk SDGs sudah bertemu Presiden RI, Joko Widodo. Dalam kesempatan itu, CSO menuntut tiga hal yakni agar pemerintah menyusun payung hukum untuk pelaksanaan SDGs; agar pemerintah menyusun Rencana Aksi Nasional bagi pelaksanaan SDGs: dan agar pemerintah membentuk panitia bersama untuk pelaksanaan SDGs.

       Pada saat pelaksanaan MDGs, kerangka hukum yang dipakai sebagai dasar pelaksanaannya ialah Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 dimana kerangka hukum ini memberikan haluan yang besar bagi pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan untuk berkesinambungan, serta penajaman Prioritas Pembangunan Nasional yang ditujukan kepada sejumlah Instansi. Namun, kerangka ini rupanya dinilai kurang kuat mengikat perencanaan pada tingkat kementerian serta lembaga terkait untuk kewajiban melaksanakan MDGs serta Pemerintah Daerah. Dalam SDGs kerangka yang digunakan ialah dalam bentuk Peraturan Presiden yang dihasilkan pada sidang kabinet pada tahun 2015. Perpres SDGs yang disusun memuat dan menghasilkan beberapa rencana. Pertama, Peta Jalan Nasional Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, berupa dokumen rencana yang berisi kebijakan strategis tahapan dalam pencapaian tujuan ini tahun 2016 sampai tahun 2030 yang sesuai sasaran pembangunan nasional. Kedua, Rencana Aksi Nasional Tujuan Pembangunan Nasional, berupa dokumen yang berisi program dan kegiatan rencana kerja 5 tahun dalam pelaksanaan sejumlah kegiatan, baik secara langsung maupun tidak langsung mendukung capaian SDGs sesuai dengan sasaran pembangunan nasional. Ketiga, Rencana Aksi Daerah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dengan sasaran pembangunan daerah.

       Terhadap terbitnya Perpres No. 59 Tahun2017 tentang pelaksanaan pencapaian SDGs yang terbit 2 tahun setelah kesepakan SDGs, Indonesia dipuji secara global. 2017, Indonesia dipandang oleh Internasional NGO Forum for Indonesia Development (Infid) bahwa tidak ada perkembangan yang berarti dalam pelaksanaan SDGs yang disebabkan ketidakjelasan tim koordinasi SDGs (Fernandez,2017). Michael Bobby selaku Senior Adviser dari Infid mengungkapkan bahwa peringkat Indonesia bila dilihat dari SDSN menurun dari indeks urutan-98 (2016) menjadi ke-100 dari 157 negara (Sachs et al, 2016,2017). World Bank Group (WBG) berpendapat bahwa Indonesia memiliki tantangan yang besar dalam meningkatkan kualitas pelayanan dasar oleh karena Pemerintah Daerah tidak memiliki kemampuan teknis dan kelembagaan yang mampu untuk mempersiapkan dan menjalankan SDGs seperti anggaran terbatas (Asia Monitor 2017). Tetapi, pemerintah telah bekerja sama dalam meningkatkan infrastruktur. Program pemerintah lainnya mencakup pasokan air dalam kota, sanitasi, serta pengelolaan limbah.

       Laporan terkait SDGs pada tahun 2019 menunjukkan bahwa Indonesia berdiri di posisi indeks ke-102 dari 162 negara dalam pengimplementasian SDGs (Sachs et al, 2019). Indonesia berhasil menjaga dan menaikkan 3 tujuan dari 17 tujuan yakni mencapai pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, penanganan iklim, dan menghapus kemiskinan. Sebanyak 8 tujuan sudah memiliki perkembangan menuju arah yang baik, sedangkan 6 lainnya stagnan bahkan turun 2 lainnya yakni menurunkan ketimpangan dan mencapai konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab tidak tersedia (Sachs et al, 2019).

      Berhasil atau tidaknya pelaksanaan SDGs bergantung pada Pemerintah Daerah karena pada praktiknya pelaksanaan dari keputusan Pemerintah Pusat dijalankan oleh Pemerintah Daerah. Keberhasilan pelaksanaannya bergantung pada adanya komitmen politik tinggi secara lokal, keberadaan CSO yang kuat, dan kehadiran birokrasi tingkat lokal untuk menerjemahkan dan mengoperasikan SDGs. Contoh dari daerah yang implementasi SDGs yang sukses ialah Provinsi Jawa Tengah dimana pemerintahnya menyusun proyek aksi yang menurunkan angka kematian ibu.


2. SDGs di Indonesia Selama Pandemi COVID-19 Serta Kebijakan Pemerintah dalam Mengatasi Permasalahan yang Ada

        Pandemi COVID-19 yang berkelanjutan turut mempengaruhi pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs). Presiden Joko Widodo berpendapat bahwa tantangan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs). semakin berat. Beliau juga mengungkapkan bahwa tantangan tersebut tidak boleh menyurutkan semangat dan tidak boleh menurunkan target dari SDGs itu sendiri dengan menemukan terobosan-terobosan baru. Presiden juga menilai inovasi terhadap pelaksanaan SDGs harus terus dilakukan dalam mencapai target. Konsep yang lebih efisien dan efektif harus dikembangkan untuk mencapai hasil yang maksimal. Presiden juga menegaskan untuk mensinergikan kekayaan pengetahuan. Dibutuhkan keseriusan dalam bersinergi dan berbagi dalam rangka mencapai target.

       Presiden meminta Kepala Banpenas untuk menyiapkan orkestrasi nasional yang berkelanjutan supaya pemanfaatan IPTEK dapat dikembangkan dalam perumusan kebijakan, pelaksanaan program pemerintah, serta percepatan target SDGs. Kesepakatan pembangunan berkelanjutan yang telah disepakati berdasar pada hak asasi manusia dan kesetaraan. SDGs berprinsip universal, integrasi, dan inklusif agar tidak ada satupun yang tertinggal (No Left Behind).

       Selanjutnya Deputi bidang Kemaritiman dan SDA Kementerian PPN/Bappenas Arifin Rudiyanto menyatakan perlu adanya konsep atau strategi baru dalam mencapai target SDGs dalam masa Pandemi sekarang ini. Terus dilakukan langkah-langkah yang bersifat antisipatif sebagai mitigasi atas terdampaknya beberapa target TPB/SDGs karena pandemi. Beberapa contoh target yang terkena dampak pandemi, seperti kemiskinan karena pandemi, kelaparan akibat logistik yang terganggu, bidang kesehatan yang harus terus ditingkatkan. Selain itu pola belajar mengajar juga berubah. Terdapat beberapa yang perlu dibenahi seperti kesiapan guru untuk mengajar secara daring, pengoptimalan Infrastruktur TIK, perluasan teknologi bagi kaum dengan ekonomi rendah, serta kemampuan belajar yang semakin rendah yang perlu dioptimalkan.

    Pada sektor ekonomi, target yang telah ditetapkan juga terkena dampak khususnya target 7 tentang komoditi. Dalam hal ini diperlukan kebijakan yang kuat agar target ini tercapai. Untuk tujuan 8 dan 9 pertumbuhan diperkirakan menurun akibat turunnya sektor industri. Diperkirakan ekonomi akan turun menjadi 2,3 %. Penurunan sektor ekonomi ini nantinya akan berdampak pada ketenagakerjaan. Diperlukan adanya intervensi agar kemiskinan dapat diturunkan. Untuk target lainnya seperti kualitas alam sudah membaik namun pengelolaan sampah masih perlu diperhatikan.

   Dengan adanya pandemi serta masalah yang telah ditimbulkan terhadap SDGs, Kementerian/Bappenas sedang mempersiapkan konsep Rencana Aksi Nasional (RAN). Selain itu juga sudah dipersiapkan solusi sebagai skenario dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.


3. Peran Mahasiswa Sebagai Agen SDGs

   Target-target yang terdapat pada SDGs memang sangat berperan dan berpengaruh dalam menyelesaikan permasalahan-permasalah yang ada di dunia selama ini. Namun apa guna dari segala rancangan-rancangan yang telah dibuat tanpa adanya implementasi itu sendiri. Selain aparat-aparat pemerintah atau pihak-pihak yang wajib bekerja dalam mencapai target SDGs ini, masyarakatnya pun perlu ambil andil dalam pelaksanannya. Dalam praktiknya, kebijakan yang telah ditetapkan oleh peemerintah tidak akan terlaksana tanpa adanya pematuhan serta implementasi dari masyarakat terhadap aturan tersebut.

     Mahasiswa sebagai generasi muda atau pemuda sebagai contoh dari masyarakat memiliki peranan yang penting dan mesti ikut dalam pelaksanaan SDGs itu sendiri. Pemuda ternyata punya peran yang krusial dalam pembangunan bangsa. Bisa dibuktikan melalui sejarah di mana pemuda menjadi kunci lahirnya NKRI melalui Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 di mana bersatunya pemuda di seluruh penjuru Indonesia dalam menyatukan NKRI.

     Mahasiswa sekaligus sebagai pemuda haruslah mulai melakukan langkah dalam mencapai target SDGs itu sendiri. Pemuda itu sendiri menurut UU NO. 40 Tahun 2009 adalah warga negara Indonesia yang berusia 16-30 tahun. Mengutip dari Survei Sosial Ekonomi Nasional 2019, jumlah pemuda diperkirakan sebesar 64, 19 juta. Di zaman sekarang, pemuda menjadi kekuatan ekonomi dan tonggak pembangunan negara. Pemuda dengan jumlah seperempat dari rakyat Indonesia apabila dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan, mampu mengambil peran terhadap kemajuan Indonesia dalam mencapai target SDGs.

     Sesuai prinsip SDGs bahwa No Left Behind, maka mahasiswa tidak boleh tertinggal menjadi bagian dalam mencapai target SDGs, dimana pemuda diharapkan menjadi subjek pembangunan bukan sebagai target penerima manfaat.

      Ada beberapa contoh target SDGs yang bisa menjadi objek yang diharapkan mampu dicapai oleh mahasiswa. Pertama yakni pada tujuan 4 SDGs, Pendidikan Berkualitas. Kualitas Pendidikan di Indonesia dinilai masih rendah menurut Programme for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIIMS). Organisasi ini mendapatkan bahwa pembelajaran siswa di Indonesia yang cenderung stagnan selama tahun 2000-2014. Dari hal ini mahasiswa dapat berpikir kritis bagaimana cara atau program yang dapat dilakukan oleh mahasiswa. Salah satu cara yang bisa dilakukan oleh mahasiswa adalah dengan mengembangkan program pendidikan berbasis digital. Maksudnya dengan keadaan pandemi seperti sekarang pastilah terdapat kesulitan dalam memahami pelajaran. Mahasiswa dengan inovasinya dapat mengembangkan platform dimana siswa misalnya siswa SMA, dibekali dengan misalnya website berisi materi dan soal, video pembelajaran, serta forum discussion di mana siswa dapat berinteraksi.

   Sosialisasi mengenai pentingnya pendidikan guna mencapai target SDGs juga sangat penting. Dengan adanya pendidikan bukan hanya melalui akademis, kesadaran akan sosial dan lainnya juga semakin meningkat. Dengan berkembangnya pendidikan menjadi bekal untuk target-target lain juga bisa tercapai. Cara dalam sosialisasi ini bisa dikembangkan sendiri melalui inovasi mahasiswa. Dengan menambah pengalaman di kampus melalui organisasi, akademis, dan lainnya bisa menambah kesadaran mahasiswa, di mana Indonesia penting untuk mencapai target SDGs.

   Selanjutnya mahasiswa bisa ikut ambil bagian dalam pembangunan ekonomi. 1 dari 10 remaja dan pemuda hidup di bawah garis kemiskinan (Data 2015: Smeru Institute). Dari hal itu timbul pertanyaan mengapa pemuda yang masih memiliki kesempatan serta peluang dalam berusaha atau bekerja bisa mengalami kemiskinan. Dari hal tersebut mahasiswa juga punya andil dalam penyelesaiannya.

   Di dalam diri mahasiswa haruslah ada jiwa Sociopreneur. Sociopreneur yakni jiwa sosial dengan kreativitas dan inovasi dalam mengembangkan usaha yang melibatkan orang lain sehingga bukan hanya kita yang mendapat manfaatnya tapi juga orang lain. Untuk menjadi mahasiswa sociopreneur harus memiliki ide, institusional, dan personal. Dengan adanya kesadaran serta ide seperti ini menjadi suatu langkah dalam merangkul masyarakat kalangan bawah, di mana bukan hanya kita sebagai mahasiswa yang merasakan dampaknya tetapi banyak orang terbantu sehingga perekonomian di Indonesia semakin baik serta kemiskinan menurun. Bentuk implementasi dari inovasi ini bisa dalam bentuk apa saja sesuai kreativitas mahasiswa. Manfaat yang di dapat juga bukan hanya materi, tetapi pengalaman, dan bertambahnya kesadaran sosial guna masa depan Indonesia yang lebih baik.

Dengan adanya masalah-masalah mengenai SDGs serta besarnya peran mahasiswa mahasiswa harus mampu,

 Berinovasi dan berpikir kritis. Maksudnya, mahasiswa harus mampu berinovasi dalam hal apapun dalam membangun bangsa serta  mencapai target SDGs. Mahasiswa juga mampu dalam berpikir kritis dalam penyelesaian atau program apa yang mesti dilakukan guna mengambil bagian dalam pencapaian target SDGs.

 Memiliki kesadaran sosial serta pemikiran yang berwawasan. Dengan menjadi mahasiswa yang berpendidikan dan berwawasan kita juga mampu atau memiliki kesadaran terhadap lingkungan di sekitar kita. Kita sebagai makhluk sosial tentunya harus peduli terhadap sesama dimana mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.

 Menambah pengalaman serta berkontribusi bagi yang lain. Sebagai mahasiswa tidak boleh membatasi diri dalam mengikuti kegiatan yang menambah pengalaman. Pengalaman ini nantinya bukan hanya berguna bagi kita, jika disebarluaskan maka akan menambah manfaat bagi orang lain, di mana hal ini menjadi kontribusi kita bagi orang lain. Dalam kontribusi yang lainnya pun bisa dimulai dari hal kecil yang suatu hari akan memiliki dampak besar.

     Di balik masalah dalam SDGs, peran mahasiswa, serta kemampuan yang harus dimiliki mahasiswa yang telah diuraikan, tentulah harus ada kesadaran untuk membangun diri dan pengembangan diri oleh mahasiswa. Mahasiswa dituntut untuk lebih berkembang dan berperan lagi dalam SDGs. Tugas utama mahasiswa adalah belajar namun bukan hanya sampai di situ tetapi ke pengabdian sesuai Tri Dharma Perguruan tinggi. Mahasiswa dituntut memainkan peran sebagai mahasiswa terutama Agent of Change. Dengan adanya kesadaran untuk membangun diri dan pengembangan diri, niscaya akan ada waktu dimana mahasiswa bisa dan mampu dalam membangun Indonesia dan menyejajarkan Indonesia dengan negara-negara maju.

      





Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun