Nggak bisa dipungkiri, Honda Brio Satya adalah pilihan paling aman di kelas LCGC. Desainnya mungil, irit bahan bakar, dan gampang dijual lagi. Tapi setelah memakainya setiap hari selama setahun, saya sadar kalau "aman" saja nggak cukup. Ada beberapa hal kecil yang perlu disentuh supaya mobil ini benar-benar nyaman dipakai harian.
Honda Brio Satya sudah lama jadi primadona di segmen Low Cost Green Car (LCGC). Alasannya sederhana: desainnya ringkas, irit bensin, dan nama besar Honda masih jadi jaminan buat banyak orang Indonesia. Setelah lebih dari setahun memakai Brio sebagai mobil harian di Jakarta, saya akhirnya paham kenapa mobil ini begitu digemari. Tapi dari pengalaman itu juga muncul satu pertanyaan: apakah versi standarnya sudah cukup optimal untuk dipakai setiap hari?
Realitas Plus-Minus Sebagai Mobil Harian
Sebagai LCGC, Brio jelas dibuat dengan banyak kompromi. Keunggulan utamanya ada di bodi mungil yang sangat membantu saat harus menembus kemacetan atau mencari parkir di area sempit. Buat pengemudi yang sering sendirian, kelincahan ini benar-benar terasa seperti kemewahan.
Namun, ada beberapa catatan yang cukup terasa. Interiornya serba fungsional, didominasi plastik keras wajar untuk kelasnya, tapi jelas tidak terasa premium. Ruang kabin dan bagasinya cukup, tapi bukan yang lega. Yang paling terasa bagi saya pribadi justru ada di dua hal penting: handling dan fitur hiburan.
Dua Modifikasi Simpel, Tapi Efeknya Nyata
Untuk menutupi dua kekurangan itu, saya melakukan sedikit ubahan. Tujuannya bukan untuk bikin Brio jadi mobil performa tinggi, tapi supaya pengalaman berkendaranya lebih nyaman dan menyenangkan.
1. Kaki-Kaki: Dari Ring 14 ke Ring 15
Velg standar Brio berukuran 14 inci terasa kurang "napak" di jalan. Saat manuver di kecepatan menengah, mobil agak limbung dan tampilannya juga terasa kurang proporsional.
Saya akhirnya menggantinya dengan velg 15 inci dan ban dengan profil yang sesuai. Hasilnya langsung terasa: mobil jadi lebih stabil, gejala limbung berkurang, dan saat menikung terasa jauh lebih mantap. Bonusnya, tampilan Brio jadi lebih padat dan sporty tanpa terlihat berlebihan.
2. Head Unit: Dari Standar ke Headunit Android
Head unit bawaan Brio terasa sangat sederhana. Di era serba digital seperti sekarang, fitur itu jelas terasa tertinggal.
Saya menggantinya dengan head unit aftermarket yang sudah mendukung Apple CarPlay dan Android Auto secara wireless. Perubahannya signifikan navigasi jadi lebih praktis, suara audio jauh lebih jernih, dan nuansa kabin terasa "naik kelas". Mobil terasa lebih modern, seperti ruang pribadi kecil yang nyaman di tengah kemacetan
Kesimpulan: Brio Adalah Kanvas yang Siap Dipoles
Honda Brio, dalam kondisi standar, sudah cukup untuk jadi city car andalan irit, gesit, dan mudah dirawat. Tapi potensi sebenarnya baru keluar ketika kita berani melakukan sedikit sentuhan pribadi.
Dengan dua ubahan ringan seperti velg dan head unit, pengalaman berkendara berubah total. Mobil terasa lebih stabil, lebih nyaman, dan yang terpenting: lebih mencerminkan karakter pemiliknya.
Pada akhirnya, Brio membuktikan satu hal sederhana: untuk menikmati pengalaman berkendara yang memuaskan, kita tidak harus punya mobil mahal cukup mobil yang dibuat "pas" untuk diri sendiri.
Yuk, mampir dan ngobrol lebih banyak di blog pribadi saya, Coretan Liar Gue, tempat saya menuangkan semua isi kepala dan jejak langkah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI