Kita masing-masing mengalami minggu-minggu yang berat
Ia tak pernah berkata apa kabarmu?
Saya pun tak pernah bertanya hal yang sama.
Sambil berdiri
Kita hanya mengobrol
Tentang isu terdekat
tentang pemilihan Lurah dan Camat.
tentang petani dan gabah
tentang jatuh tempo yang bikin resah.
tentang bagi kami, hari
kiamat terjadi satu bulan sekali.
Ia akhirnya menyalakan sebatang kretek lagi
Mungkin yang ke sepuluh
Bibirnya menyerupai panci tanak
yang tak hentinya mengeluarkan asap
mendidih
di batok kepalanya yang botak.
Kami tak habis pikir, katanya
nasib kami akan diisi ulang
oleh seorang non ahli
lima tahun sekali
yang senang berkelakar
dan suka lelucon tragedi.
Lama kita berdiri, mungkin satu jam
akhirnya
kita duduk
seperti sebuah perkara.
Yang sekujur pahanya, hatinya, jantungnya,
nuraninya,
pegal dan linu dan sengsara.
Di depan meja bulat, ia bercerita
susahnya cari lapangan kerja.
Anaknya yang baru lulus Sarjana
Sekarang, jadi tukang mancing.
Sebab lapangan kini telah sempit,
berubah jadi gang-gang tikus
yang sama sekali sulit
dilalui manusia, apalagi seekor anak kucing.
Kopi kami telah habis dan tersisa ampas.
Ia berpamitan sambil mengengkol
sepeda motor bututnya hingga 19 juta kali
sampai
saya khawatir
kakinya akan terpelintir
Kemudian keringatnya berpesan,
Jaga dirimu baik-baik ya, yang ada di sini,
ia menunjuk dada saya,
lalu di sini, ia menyentuh kepala saya.
Seolah-olah keduanya hendak di rampas oleh negara.
Andi Wi (2025)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI