Memasuki awal tahun 2020, dunia dikejutkan dengan munculnya virus Corona yang mematikan. Virus 2019 Novel Coronavirus (2019-nCoV) yang lebih dikenal dengan Covid-19 adalah spesies baru dari coronavirus yang dapat menyerang siapa saja.Â
Kehebohan Covid-19 pertama kali ditemukan di kota Wuhan dan dengan cepat menyebar ke berbagai penjuru dunia. Kengerian dari virus ini adalah banyaknya korban yang berjatuhan dalam waktu singkat.Â
Dari Wuhan, virus Covid-19 menerobos masuk  ke negara-negara Asia  lainnya (Jepang,  Korea, Singapura,  dan  terparah  di  Iran),  kemudian ke  Eropa  dengan  wilayah  terparah  di  Italia  dan Spanyol,  terbang  ke  Amerika,  Australia,  dan  juga Indonesia yang ditemukan kasus pertama pada tanggal 3 Maret 2020.Â
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun telah mengumumkan status pandemi global pada 11 Maret 2020. Hal ini memaksa seluruh dunia kini sibuk mengerahkan semua sumber daya untuk mengatasi wabah ini.
Secara makro kebijakan tersebut mempengaruhi arus lalu lintas barang di pasar internasional yang disebabkan ada dugaan wabah ini menyebar melalui barang-barang yang diperdagangkan.Â
Kejutan eksternal Covid-19 dimulai dari menurunnya sektor kepariwisataan, kemudian terjadinya ketidakseimbangan makro seperti menurunnya ekspor dan impor dan berakhir pada gangguan yang berakibat pada produktivitas secara nasional.Â
Kejutan eksternal (external shock) lainnya adalah adanya perubahan keseimbangan pasar pada tingkat harga karena pergeseran permintaan dan penawaran ataupun karena perubahan harga. Pelaku-pelaku ekonomi dipasar akan bereaksi dengan melakukan penyesuaian terhadap berbagai aspek kegiatan ekonomi.Â
Tindakan penyesuaian berhubungan dengan seberapa besar daya tahan ekonomi terhadap gangguan tersebut melalui respon yang diberikan dan kebijakan yang dibuat untuk mengatasi dampak.
Sebelum pandemi Covid-19 muncul, data Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund (IMF)) memperlihatkan pertumbuhan ekonomi dunia di tahun 2019 sudah turun cukup signifikan di level 3 persen (yoy), dari sebesar 3,6 persen (yoy) di tahun 2018.Â
Di tahun 2020, IMF pada awalnya memproyeksi pertumbuhan ekonomi dunia akan kembali menunjukkan tren positif, yaitu sebesar 3,4 persen. Namun, tampaknya perlu ada revisi dari angka tersebut, khususnya setelah WHO mengumumkan Covid-19 sebagai pandemi.
Mengingat  penyakit  yang  datang  melalui  virus Covid-19  ini  cukup  mematikan  (rata-rata sekitar 3 -5% kematian dari jumlah orang yang tarpapar virus), serta obat paten belum ditemukan  juga  vaksinnya, maka  pencegahan  adalah  tindakan  terbaik  yang harus  dilakukan  masing-masing negara. Kebijakan umum   yang   harus   dilakukan   di   tingkat masyarakat   adalah   kebijakan social  and  physical  distancing (menjaga  jarak  dari  kerumunan  dan  perorangan).
Mengubah  perilaku  sosial  masyarakat  ini  bukan  pekerjaan  mudah.  Berbagai  negara  cukup  susah menerapkannya, sebagaimana di Iran, Italia, Spanyol, dan di Amerika Serikat. Daya tahan ekonomi diukur dari tingkat kesiapan masyarakat dan tingkat ketepatan kebijakan pemerintah dalam menghadapinya. Â
Di  Indonesia,  pembatasan  sosial  berskala  besar dilakukan pemerintah melalui  libur  sekolah, penutupan  tempat wisata dan hiburan, kantor -kantor dihimbau agar pegawainya bekerja di rumah, serta pembatasan-pembatasan lain yang ditujukan penuh untuk memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 yang makim merajalela.
Pertanyaan mengerucut selanjutnya adalah pada seberapa serius pemerintah Indonesia dalam menjalankan reformasi struktural, khususnya terkait peningkatan daya saing, produktivitas, reindustrialisasi, peningkatan akses pembiayaan, dan peningkatan kapasitas ekonomi digital. Dengan risiko ke bawah yang tetap besar, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global 2020 turun menjadi 2,5 persen, lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi 2019 sebesar 2,9 persen dan juga proyeksi sebelumnya sebesar 3,0 persen.Â
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dari semula 5%-5,4% menjadi hanya 4,2%-4,6%. Revisi pertumbuhan ekonomi ini tidak terlepas dari efek penyebaran wabah virus corona atau Covid-19. Covid-19 juga memberikan tantangan bagi Indonesia dalam menjaga stabilitas ekonomi dan sistem keuangan. Berdasarkan data dari Badan Intelijen Negara (BIN), penyebaran virus corona atau Covid-19 di Indonesia akan mengalami puncaknya pada Juli 2020.
Ke depan, pemerintah masih akan terus mengeksplorasi berbagai langkah yang bisa dilakukan untuk membendung efek Covid-19 terhadap perekonomian.  Wabah  Covid-19  ini  juga  memaksa Indonesia  mengoreksi  rencana-rencana pembangunan dan pengembangan perekonomiannya.Â
Target-target direvisi, asumsi-asumsi  diperbaiki,  dan  perhatian  penuh  dialihkan  pada  penanggulangan  wabah,  sedangkan   kebijakan pengembalian perekonomian dilakukan setelah masa tanggap darurat dinyatakan selesai. Pemerintah pusat dan daerah di Indonesia juga sedang melakukan koreksi- koreksi  terhadap rencana pembangunan yang telah ditetapkan dalam dokuman perencanaan maupun anggaran. Penyesuaian  yang  tepat  dan  kebijakan yang  terukur  dalam  mengatasi  wabah virus Covid-19  akan menjadi titik tolak melakukan perbaikan kembali (recovery). Secara umum Covid-19 mempengaruhi implementasi perencanaan pembangunan nasional, bqik di pusat maupun daerah.
Beberapa stimulus fiskal yang telah digelontorkan pemerintah Indonesia. Paket stimulus pertama difokuskan untuk meredam risiko pada sektor pariwisata yaitu hotel, restoran, dan kawasan wisata di daerah-daerah.Â
Pada paket stimulus berikutnya, pemerintah memberikan insentif pajak untuk meredam dampak wabah virus Covid-19. Sebagai payung hukumnya, Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23 tahun 2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Covid-19.
Selain stimulus fiskal, pemerintah juga memberikan beberapa stimulus non fiskal untuk mendorong kegiatan ekspor impor. Hal ini antara lain dalam bentuk penyederhanaan dan pengurangan jumlah larangan dan pembatasan (Lartas) untuk aktivitas ekspor, penyederhanaan dan pengurangan Lartas untuk aktivitas impor bahan baku sektor tertentu, seperi produk besi baja, garam industri, gula. tepung dan bahan baku industri manufaktur. Pemerintah juga mempercepat proses ekspor dan impor untuk traders yang memiliki reputasi baik.Â
Dari pengalaman empiris perekonomian Indonesia dalam menghadapi kejutan eksternal dan kejutan internal seperti krisis moneter, desa dengan struktur ekonomi agraris cenderung memiliki daya tahan dan punya kemampuan untuk melakukan penyesuaian sehingga dampak yang timbul dari adanya virus Covid-19 Â tidak akan berpengaruh besar dalam perekonomian khususnya masyarakat di desa. ***(ASP, 2020)