Struktur industri ini menekan GoPro untuk terus berinovasi sambil menghadapi margin tipis. Kritikus menyebut inovasi GoPro terlalu bertahap, dengan perjalanan GoPro dianggap mencerminkan teori inovasi disruptif dari Clayton Christensen. Awalnya disruptif dengan menciptakan pasar baru, GoPro kemudian terdisrupsi oleh ponsel pintar di segmen bawah. Akan tetapi, manajemen GoPro masih optimistis, menargetkan pertumbuhan pendapatan dan profitabilitas pada 2025/2026 melalui produk baru dan kontrol biaya. Model langganan menjadi pusat harapan, dengan target ARPU premium di atas $100. Kelangsungan hidup dan potensi kebangkitan perusahaan ini bergantung pada kemampuannya melaksanakan strategi pemulihan tanpa cacat di pasar yang sangat kompetitif. Ini membutuhkan disiplin fiskal dan penemuan kembali percikan inovatif. GoPro harus meyakinkan pelanggan bahwa ekosistemnya menawarkan nilai unik. Jalan ke depan penuh ketidakpastian, dan gema "kebangkrutan" hanya akan memudar jika GoPro mampu berkembang sekali lagi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI