Seruan negatif baru-baru ini banyak diberikan pada Real Madrid begitu Arsenal menyingkirkan klub Spanyol tersebut secara agregat di Perempat Final Liga Champions UEFA (UCL). Seolah tersentak dari persembunyian, para pengkritik bermunculan membawa narasi busuk: "Madrid sucks," "they're finished," "a disaster," dan masih banyak lagi. Namun, reaksi spontan ini bukan saja prematur, tetapi juga mencerminkan kebodohan mendalam, dengan sengaja mengabaikan konteks, sejarah terkini, dan realitas objektif. Mengkritik klub sekelas Real Madrid hanya karena satu kegagalan di UCL, sambil menutup mata terhadap keberlanjutan performa domestik dan kesuksesan luar biasa dalam beberapa tahun terakhir, bukanlah analisis melainkan absurditas yang digerakkan oleh rasa iri dan kepuasan atas kegagalan orang lain.
Mari kita bongkar narasi lemah ini, bukan dengan hiperbola, tetapi dengan fakta yang tampaknya sengaja diabaikan para pembenci!
Musim 'Disaster'? Cek Fakta, Bukan Emosi
Bagi yang menyebut musim 2024/25 sebagai musibah hanya karena Real Madrid tersingkir dari UCL, sudah saatnya menghadapi kenyataan. Kegagalan memang menyakitkan bagi klub yang terbiasa mengangkat trofi seperti El Real, tapi perspektif juga tetap penting.
Pertama, musim domestik belum berakhir. Hingga pertengahan April 2025, Real Madrid berada di posisi kedua La Liga, hanya terpaut 4 poin dari pemimpin sementara dengan tujuh laga yang masih tersisa, melawan Athletic Bilbao (yang saat ini menempati #4 pada klasemen sementara), Celta Vigo (#7), Mallorca (#8), Barcelona (#1), Getafe (#11), Sevilla (#15), dan Real Sociedad (#10). Mereka juga telah mencapai final Copa del Rey dan akan memperebutkan piala domestik yang terakhir kali dimenangkan pada musim 2022--23 tersebut. Bertarung memperebutkan domestic double merupakan posisi yang diimpikan banyak klub elite. Ini menjadi bukti konsistensi dan kualitas skuad sepanjang musim, sesuatu yang gagal dicapai oleh banyak klub yang katanya "lebih unggul" setiap tahunnya.
Kedua, mari kita lihat trofi yang sudah dikunci musim ini! Bahkan sebelum UCL memasuki fase awal, Madrid telah menambahkan dua gelar internasional, dengan menaklukkan Atalanta 2-0 di Piala Super UEFA (Agustus 2024) dan menundukkan Pachuca 3-0 di Qatar untuk merebut Piala Interkontinental FIFA perdana (Desember 2024). Meskipun bukan trofi paling prestisius dalam sepak bola, memenangkan kompetisi resmi UEFA dan FIFA jelas bukan ciri tim yang sedang in crisis.
Paling penting, indikator keberhasilan jangka panjang di Eropa---koefisien klub UEFA lima tahun---membongkar narasi "Madrid sucks" secara total. Per 19 April 2025, Real Madrid masih menduduki peringkat pertama di Eropa dengan 143,50 poin. Ini bukan opini, melainkan hasil matematis dari lima tahun performa konsisten di kompetisi UEFA. Mereka unggul atas Manchester City (137,75), Bayern Munich (135,25), Liverpool (125,50), dan Inter Milan (111,75). Ranking ini bukan hasil dari satu musim, melainkan akumulasi performa elite: empat semifinal dalam lima musim terakhir, dua di antaranya berakhir dengan trofi. Bagaimana mungkin klub yang paling sukses secara statistik disebut "sucks"? Fakta ini membuktikan tersingkirnya Madrid di perempat final hanyalah anomali, bukan indikasi kehancuran.
Epidemi Amnesia Atas Dominasi Los Blancos
Para pengkritik tampaknya juga terserang amnesia selektif akut. Mereka seolah melupakan sepenuhnya lanskap sepak bola Eropa dalam lima musim penuh terakhir (2019/20--2023/24), di mana Real Madrid bukan sekadar bersaing, tetapi mendominasi.
Untuk menyegarkan ingatan, Real Madrid memenangkan 3 gelar La Liga (2019/20, 2021/22, 2023/24), 1 Copa del Rey (2022/23), 2 UCL (2021/22, 2023/24), 1 Piala Super UEFA (2022), 1 Piala Dunia Antarklub FIFA (2022, dimainkan Februari 2023), 3 Piala Super Spanyol (2019/20, 2021/22, 2023/24), atau total 11 trofi besar dalam lima tahun. Khusus di UCL, yang merupakan "habitat" alami Madrid, performa mereka juga luar biasa, dengan pencapaian babak 16 besar (2019/20), semifinal (2020/21), juara (2021/22), semifinal (2022/23), hingga juara lagi (2023/24). Empat kali mencapai semifinal dalam lima musim bukanlah kebetulan; itu standar "minimal" bagi Madrid.
Apalagi, kombinasi kesuksesan liga domestik yang masih cukup konsisten dan pencapaian Eropa terbaik (dua UCL, empat penampilan minimal semifinal) masih relatif sangat langka. Memenangkan liga menuntut konsistensi tanpa henti selama 38 pertandingan. Memenangkan UCL membutuhkan navigasi pertandingan sistem gugur bertekanan tinggi melawan tim terbaik benua biru. Untuk melakukan keduanya, berulang kali, selama rentang lima tahun membutuhkan kualitas, kedalaman, manajemen, dan mentalitas yang luar biasa, ciri khas Real Madrid. Fakta bahwa mereka mencapai semifinal atau lebih baik dalam dua musim tepat sebelum musim ini menunjukkan bahwa mereka masih beroperasi di puncak absolut hingga pertandingan melawan Arsenal, membuat klaim penurunan bertahap sama sekali tidak berdasar.
Uji Banding dengan Klub-Klub Lain
Sebelum "mengubur" Madrid, mari kita bandingkan langsung pencapaian klub-klub top lain dalam periode yang sama (2019/20--2023/24)!
Meskipun Bayern Munich sedikit mengungguli Madrid dalam total trofi selama periode ini (12 vs 11), serta Manchester City dan PSG menyamai total Madrid, argumen tetap menyatakan bahwa dua gelar UCL Real Madrid memiliki bobot yang jauh lebih signifikan. UCL merupakan puncak tak terbantahkan dari sepak bola klub, trofi yang didambakan setiap klub elite di atas segalanya. Bahkan, PSG, yang mendominasi liga domestik mereka dan memiliki kekayaan yang cukup besar, terkenal tidak pernah memenangkannya. Manchester City dan Bayern Munich masing-masing mengamankan satu dalam jangka waktu ini. Kemenangan ganda oleh Madrid jelas menggarisbawahi tingkat supremasi Madrid di Eropa yang tak tertandingi oleh para rival lain hingga saat ini.
Selain itu, mari kita lihat klub-klub lain yang tampaknya lebih sering dipuji atau bahkan turut mengkritisi Madrid! Liverpool hanya meraih lima trofi utama (termasuk domestik), Juventus empat, sementara Barcelona dan Arsenal hanya mengklaim tiga masing-masing dalam lima tahun, serta AC Milan hanya mengamankan satu. Pengawasan ketat dan narasi "kegagalan" yang ditujukan pada Madrid belakangan ini tampak sangat tidak proporsional jika dibandingkan dengan lemari trofi relatif terkini dari klub-klub tersebut. Ini menunjukkan standar ganda yang jelas, di mana kesuksesan historis Madrid yang tak tertandingi menciptakan ekspektasi tidak realistis yang tidak dihadapi klub lain.
Konteks Musim 2024/25 dengan Jalan Terjal
Menilai musim ini hanya dari hasil akhir UCL juga merupakan pendekatan yang malas dan tidak kontekstual. Format baru UCL dengan 36 tim menciptakan tantangan tambahan. Di fase liga, Madrid menghadapi tim-tim besar atau relatif baru bagi Madrid: kalah dari Liverpool (0-2), AC Milan (1-3), dan Lille (0-1), namun juga menang telak atas Dortmund (5-2) dan Atalanta (3-2). Total 15 poin membawa mereka ke posisi ke-11 dan lolos ke babak gugur. Karena berada di luar 8 besar, Madrid harus bermain di knockout play-off. Lawannya? Manchester City, juara bertahan Liga Utama Inggris. Madrid mengalahkan mereka 3-2 di Stadion Etihad dan 3-1 di Bernabu. Selanjutnya, Madrid menyingkirkan Atltico Madrid lewat adu penalti setelah agregat 2-2. Menyebut musim ini sebagai failure jelas mengabaikan kemenangan-kemenangan besar ini. Ditambah lagi, Madrid memulai musim dengan dua final tambahan: Piala Super UEFA dan Piala Interkontinental FIFA. Perjalanan panjang, beban fisik, dan jadwal padat sejak awal membuat musim ini relatif sangat berat. Ini memang tidak seharusnya menjadi alasan atas kekalahan dari Arsenal, tapi jelas merupakan faktor penting dalam menilai performa keseluruhan.
Pada akhirnya, mendeklarasikan kehancuran Real Madrid hanya karena kekalahan yang baru ini terjadi tidak hanya salah, tetapi juga merupakan bentuk penghinaan pada institusi yang terus beroperasi di puncak sepak bola dunia. Fakta yang ada masih sangat jelas mendukung keberhasilan Madrid dengan menjadi #1 di peringkat UEFA, masih bersaing untuk trofi domestik ganda, koleksi trofi dua UCL dalam tiga musim terakhir, dan jalur penuh rintangan untuk sampai ke perempat final di musim ini. Dan, perlu diingat bahwa Real Madrid tidak sama dengan klub lainnya. Klub kebanggaan Spanyol dengan 15 trofi Eropa ini selalu menunjukkan kepada dunia, setiap kemunduran hanya mendahului kebangkitan dari klub yang juga dikenal dengan sebutan Los Merengues tersebut. Kritikus boleh berisik, tapi trofi, peringkat, dan mentalitas juara akan selalu menjadi realitas eksistensi Madrid. Biarkan yang lain bicara, sementara Madrid tetap akan membuktikan lewat ketangguhan mereka! Sergio Ramos pernah berkata, "Siapa pun yang mengatakan Real Madrid sudah mati, selalu terbukti salah dalam jangka panjang." Dan, Madridistas akan selalu mengingat, "Kaos Real Madrid berwarna putih. Bisa terkena noda lumpur, keringat, dan bahkan darah, tetapi tidak bisa terkena noda malu!" oleh Santiago Bernabu. Sejarah telah membuktikan, kekalahan saat ini hanya akan membuat Real Madrid bangkit dan mendominasi kembali. Hala Madrid!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI