Mohon tunggu...
Andi Nisrina Swastika Wardhani
Andi Nisrina Swastika Wardhani Mohon Tunggu... Mahasiswa Administrasi Pembangunan Negara STIA LAN Jakarta

Suka membaca buku berbagai genre dan menulis di waktu senggang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tawuran: Masalah Sosial-Budaya Turun Temurun Remaja Indonesia

30 April 2025   20:54 Diperbarui: 30 April 2025   20:54 3014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kekerasan Remaja  (Sumber: iStock/Alex Linch)

Akhir-akhir ini, kabar mengenai tawuran remaja kembali muncul di berita massa. Tawuran adalah suatu perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat, namun yang kerap kali dibincangkan oleh khalayak umum adalah tawuran antar pemuda, atau secara spesifik, pelajar.

Kata tawuran ini memang sudah tidak asing bagi telinga masyarakat Indonesia. Menurut data dari Polda Metro Jaya, terjadi setidaknya 111 kasus tawuran di Indonesia pada bulan Agustus hingga Oktober 2024. Berdasarkan data statistik tersebut, terjadi setidaknya 37 kasus tawuran dalam satu bulan. Fenomena ini sangat umum terjadi sehingga masyarakat cenderung menganggap peristiwa ini sebagai suatu hal yang normal.

Dalam berbagai kejadian tawuran, tak sedikit pelaku yang membawa senjata tajam untuk menghadapi lawannya. Senjata tersebut kerap digunakan untuk melukai, baik mengenai target yang dimaksud maupun orang yang tidak bersalah. Akibatnya, tawuran dapat menimbulkan korban luka hingga kehilangan nyawa.

Sebagai contoh, dalam seminggu terakhir, terdapat beberapa berita berturut-turut mengenai pemuda yang tertangkap tawuran dengan membawa senjata tajam, salah satunya merupakan kasus di Banda Aceh dimana petugas gabungan TNI dan Polri meringkus tiga remaja membawa samurai yang diduga akan melakukan tawuran.

Remaja yang membawa senjata tajam untuk tawuran terancam akan terjerat Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang mengatur kepemilikan senjata tajam dan senjata api oleh masyarakat sipil. Pelanggaran seperti membawa senjata tajam atau kepemilikan senjata api tanpa izin dapat dihukum dengan penjara hingga 10 tahun, bahkan pidana mati atau penjara seumur hidup untuk pelanggaran yang lebih serius.

Tidak hanya merusak masa depan, tawuran juga membawa dampak merugikan bagi remaja, baik secara fisik, mental, maupun material. Luka-luka, trauma psikologis, hingga kerusakan barang pribadi kerap menjadi konsekuensi nyata dari tindakan kekerasan tersebut.

Namun, meskipun dilarang secara hukum dan dipandang secara negatif oleh masyarakat, peristiwa ini seakan sudah mendarah daging dalam tradisi dan budaya pemuda di Indonesia. Tawuran bukan lagi sekadar bentrokan antar kelompok, namun juga sebuah fenomena sosial yang menunjukkan masalah besar dalam struktur masyarakat Indonesia. Dinamika sosial, nilai-nilai maskulinitas, solidaritas kelompok sempit, dan kegagalan institusi pendidikan dan keluarga dalam membangun karakter merupakan sumber dari tradisi negatif ini.

Dalam banyak kasus, tawuran disebabkan oleh kebiasaan dan cara berpikir yang diwariskan dari generasi ke generasi, bukan hanya oleh provokasi singkat. Hal-hal kecil seperti perselisihan sekolah, wilayah, atau bahkan gengsi kelompok yang terus-menerus seringkali menjadi penyebab fenomena ini. Namun, alasan yang tampak sederhana itu terbentuk dari pola relasi sosial yang menormalkan kekerasan sebagai sarana penyelesaian konflik. Untuk beberapa orang, menjadi "berani" dan "loyal terhadap kelompok" merupakan sebuah kehormatan dan bentuk pengekspresian identitas.

Di sisi lain, keadaan menjadi lebih buruk karena institusi sosial seperti keluarga, sekolah, dan komunitas lokal tidak berfungsi dengan baik dan kurang merangkul remaja. Ruang untuk ekspresi positif bagi remaja sangat terbatas, sehingga kekerasan menjadi jalan pintas yang dianggap wajar ketika dialog dan pembinaan karakter tidak dijadikan prioritas. Ditambah lagi, keberadaan media sosial dapat menambah dampak negatif dengan menyebarkan provokasi atau mempromosikan aksi tawuran pada remaja.

Salah satu penyebab mendasar dari maraknya tawuran di kalangan remaja adalah kurangnya pendidikan moral dan budaya yang membentuk karakter. Dalam banyak kasus, pendidikan di sekolah lebih menekankan pada aspek kognitif dan capaian akademik, sementara nilai-nilai etika, empati, dan tanggung jawab sosial kurang mendapatkan porsi yang memadai. Akibatnya, banyak siswa tumbuh tanpa memiliki pemahaman mendalam tentang pentingnya toleransi, penyelesaian konflik secara damai, serta penghargaan terhadap perbedaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun