Karena Melaka kalau siang panas banget, kami memilih duduk pukul 16.30 hingga 17.30. Memesan 1 loyang pizza yang ternyata enak banget dengan secangkir teh hijau hangat, menjadikan senja yang memerah di Melaka terasa lebih dahsyat.
Oya seloyang pizza dan secangkir teh hijau seharga RM 15.
Masuk ke Museum Dunia Melayu Dunia Islam adalah Impian Saya Selanjutnya
Selain sungai Melaka yang pesonanya tidak akan pernah hilang dari ingatan, Melaka memiliki sederet bangunan bersejarah dan museum yang sebenarnya sayang untuk dilewatkan.
Tapi mau bagaimana lagi, karena kami datang pada hari Jum'at dan mereka memiliki waktu istirahat lebih panjang karena shalat Jum'at, jadi kami memilih untuk mengunjungi tempat-tempat lain.
A'Famosa, Reruntuhan St. Paul Church, Bangunan Merah, Baba dan Cici, beberapa Klenteng yang kami lewati, Masjid Kampung Keling dan tentunya Jonker Walk merupakan rute petualangan kami seharian di Melaka. Nah, sengaja menyisakan destinasi agar bisa ke Melaka lagi untuk ke museum-museumnya hehe.
Ketika saya melakukan sebuah perjalanan, tujuannya kemana dan mau ngapain di saana selalu saya diskusikan dari awal dengan teman-teman seperjalanan saya. Tujuannya agar semuanya senang karena niatnya kan mau liburan, jangan sampai pulang liburan malah jadi tambah sedih, sebel atau stress.
Saya tipe pejalan yang lebih senang menikmati keindahan tempat dengan mata kepala. Sesekali boleh lah mengabadikannya sebagai kenang-kenangan bahwa saya pernah menjejak ke sana. Selain itu, sebagai pengguna social media, terkadang perlu juga untuk bahan konten hehe.
Kalau sekarang, saya lebih suka menjadi fotografer teman seperjalanan. Tak jarang mereka menyebut saya 'fotografer candid' karena hasil candid-an saya lebih bagus ketimbang foto yang serius *lol
Ah apapun itu, merahnya senja di Melaka sudah cukup menjadi penawar kepenatan selama di Ibukota dan menumbuhkan semangat baru untuk kembali bekerja, berkarya dan berjuang di tengah persaingan yang semakin ketat ini.