Perjalanan kali ini memiliki misi bahwa saya harus bisa nyore di pinggir sungai Melaka sambil minum teh hangat. Hal ini sudah saya idamkan sejak 2 tahun lalu. Terus saya ingat, terus saya sebutkan dan terus saya doakan. Alhamdulillah terwujud sudah pada tanggal 26 Juli 2019 lalu.
Bertolak dari bandara KLIA menggunakan bus antar kota dengan harga tiket RM 24,10 menempuh perjalanan hampir 4 jam karena sedikit macet akhirnya kami tiba di Melaka menjelang malam hari. Kalau hari kerja, Melaka hampir sama seperti kota-kota selain Jakarta, sepi. Pukul 20.00 saja sudah pada tutup toko, yang buka tinggal kedai serba ada seperti Seven Eleven dan Family Mart.
Sembari jalan kaki mencari letak hotel tempat kami menginap, kami memutuskan untuk membeli makanan di Family Mart dan perbekalan untuk sarapan di hotel keesokan harinya karena penginapan kami tidak termasuk sarapan (tips hemat nih hehe). Setelah mengisi perut, kami mulai kembali berjalan bermodalkan google maps dan kami melewati beberapa bangunan tua dengan jalan sepi. Agak takut sih, secara ini bukan di Negara sendiri yaa.
Tepat pukul 21.00 waktu Melaka kami tiba di hotel. Oya, di Melaka diberlakukan Tourist Tax sebesar RM 5 per night per person ketika menginap. Hotel kami bernama Hotel Melaka River yang letaknya cukup lumayan dari pusat tourist di Melaka. Tapi tak apa lah, namanya juga jalan-jalan (jalan kaki *lol).
Hari kedua di Melaka sedari pagi kami sudah memilih destinasi mana saja yang hendak dijajaki. Sebelumnya dari awal perjalanan ini dimulai, saya sudah meminta kepada teman perjalanan kali ini bahwa saya ingin melakukan perjalanan dengan santai, liburan santai tanpa diburu-buru waktu atau mengejar destinasi yang banyak. Ingat, misi saya adalah nyore di pinggir sungai Melaka. Beruntungnya, teman seperjalanan menyetujui dan ternyata dia pun memiliki keinginan yang sama.
Menyusuri Sungai MelakaÂ
Ini adalah perjalanan ketiga saya ke Melaka dan baru kali ini saya menyusuri sungai Melaka lebih banyak. Artinya saya mengambil rute cukup panjang ketika menyusuri sungai. Melaka yang panas seakan tidak menjadi hal yang menyusahkan karena keindahan kota ini membuat mata kami tak pernah lelah memandang.
Selain itu, sepanjang sungai Melaka kini dipenuhi banyak lukisan dinding pada bangunan-bangunan atau rumah-rumahnya. Aaah indahnya.
Nyore di Pinggir Sungai Melaka dengan Secangkir Teh Hijau
Alhamdulillah akhirnya kesampaian juga impian selama ini Ya Allah. Saya percaya banget kalau apa yang kita inginkan asalkan bukan hal yang aneh-aneh pasti terwujud.
Karena Melaka kalau siang panas banget, kami memilih duduk pukul 16.30 hingga 17.30. Memesan 1 loyang pizza yang ternyata enak banget dengan secangkir teh hijau hangat, menjadikan senja yang memerah di Melaka terasa lebih dahsyat.
Oya seloyang pizza dan secangkir teh hijau seharga RM 15.
Masuk ke Museum Dunia Melayu Dunia Islam adalah Impian Saya Selanjutnya
Selain sungai Melaka yang pesonanya tidak akan pernah hilang dari ingatan, Melaka memiliki sederet bangunan bersejarah dan museum yang sebenarnya sayang untuk dilewatkan.
Tapi mau bagaimana lagi, karena kami datang pada hari Jum'at dan mereka memiliki waktu istirahat lebih panjang karena shalat Jum'at, jadi kami memilih untuk mengunjungi tempat-tempat lain.
A'Famosa, Reruntuhan St. Paul Church, Bangunan Merah, Baba dan Cici, beberapa Klenteng yang kami lewati, Masjid Kampung Keling dan tentunya Jonker Walk merupakan rute petualangan kami seharian di Melaka. Nah, sengaja menyisakan destinasi agar bisa ke Melaka lagi untuk ke museum-museumnya hehe.
Ketika saya melakukan sebuah perjalanan, tujuannya kemana dan mau ngapain di saana selalu saya diskusikan dari awal dengan teman-teman seperjalanan saya. Tujuannya agar semuanya senang karena niatnya kan mau liburan, jangan sampai pulang liburan malah jadi tambah sedih, sebel atau stress.
Saya tipe pejalan yang lebih senang menikmati keindahan tempat dengan mata kepala. Sesekali boleh lah mengabadikannya sebagai kenang-kenangan bahwa saya pernah menjejak ke sana. Selain itu, sebagai pengguna social media, terkadang perlu juga untuk bahan konten hehe.
Kalau sekarang, saya lebih suka menjadi fotografer teman seperjalanan. Tak jarang mereka menyebut saya 'fotografer candid' karena hasil candid-an saya lebih bagus ketimbang foto yang serius *lol
Ah apapun itu, merahnya senja di Melaka sudah cukup menjadi penawar kepenatan selama di Ibukota dan menumbuhkan semangat baru untuk kembali bekerja, berkarya dan berjuang di tengah persaingan yang semakin ketat ini.
Siap tidak siap, kita harus siap berada di tengah masyarakat yang semakin hari semakin kreatif dalam mempertahankan hidupnya. Satu-satunya cara untuk tidak kalah adalah terus meningkatkan kualitas diri, bunuh rasa malas untuk belajar dan perluas pergaulan yang positif.
Semangat ini yang saya dapatkan dari ketenangan Melaka yang sulit untuk dilupakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H