Pada 20 Februari 2025, suasana di Pondok Pesantren Krapyak Yayasan Ali Maksum tampak berbeda dari biasanya. Sejak pagi, halaman Krapyak Peduli Sampah (KPS) dipenuhi tamu dari berbagai pesantren di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka datang dalam rangka mengikuti acara “Studi Tiru Pengelolaan Sampah untuk Pesantren se-DIY”, sebuah kegiatan yang diselenggarakan oleh Serikat Ekonomi Pesantren (SEP) bekerja sama dengan Danone Indonesia, Sinergi Ekosistem Pesantren (SEP), Himpunan Ekonomi dan Bisnis Pesantren (Hebitren), serta Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PWNU DIY.
Dalam kegiatan ini, Krapyak Peduli Sampah tidak hanya menjadi tuan rumah, tetapi juga didapuk sebagai narasumber utama. Acara tersebut turut dihadiri oleh Sares Namara, Manajer Public Affairs & Sustainability Danone Indonesia, yang memberikan apresiasi tinggi terhadap langkah-langkah pesantren dalam mengelola sampah secara mandiri.
Pesantren Sebagai Pusat Edukasi Lingkungan
Sementara itu, Sares Namara dari Danone Indonesia menyampaikan apresiasi terhadap inisiatif ini. Ia menjelaskan bahwa Danone melihat peran pesantren sangat penting dalam menggerakkan perubahan perilaku masyarakat terhadap lingkungan. “Pesantren memiliki kekuatan moral dan sosial yang luar biasa. Ketika santri belajar mengelola sampah dengan bijak, mereka tidak hanya menjaga kebersihan, tapi juga menanamkan nilai tanggung jawab terhadap bumi,” tutur Sares dalam sambutannya.
Krapyak Peduli Sampah Sebagai Model Pesantren Mandiri
Sebagai tuan rumah, Andika Muhammad Nuur, Direktur Krapyak Peduli Sampah, membuka sesi utama dengan menjelaskan perjalanan panjang KPS dalam mengembangkan sistem pengelolaan sampah di pesantren. Ia memaparkan bahwa sebelum berdirinya KPS, Pondok Pesantren Krapyak menghadapi masalah besar: setiap hari memproduksi hingga dua ton sampah.
“Dulu, sampah di pondok hanya dikumpulkan dan dibuang ke luar tanpa pengelolaan. Dari situ kami mulai berpikir, bagaimana kalau kita kelola sendiri?” ungkap Andika.
Dengan dukungan penuh dari pihak pengasuh pondok, lahirlah Krapyak Peduli Sampah, gerakan santri yang berkomitmen menyelesaikan sampah “hari ini juga”. Prinsip itu kemudian dirumuskan dalam motto KPS yang terkenal: “Sampah Hari Ini, Selesai Hari Ini.”
Andika menjelaskan bahwa KPS menerapkan sistem pemilahan yang ketat sejak dari sumber. Sampah dibagi menjadi tiga kategori utama:
Organik, seperti sisa makanan dan daun, yang diolah menjadi pupuk kompos dan biogas.
Anorganik, seperti plastik dan logam, yang dipilah kembali untuk didaur ulang menjadi produk bermanfaat.
Residu, yaitu sisa yang tidak dapat diolah, yang jumlahnya diupayakan seminimal mungkin.
Selain mengelola sampah, KPS juga menjadi wadah pembelajaran bagi santri. Santri dilatih untuk memahami konsep kebersihan, tanggung jawab sosial, hingga ekonomi sirkular. “Kami ingin membangun kesadaran bahwa menjaga kebersihan adalah bagian dari iman. Ini bukan sekadar urusan teknis, tapi juga nilai spiritual,” tegas Andika.
Apresiasi dan Inspirasi dari Peserta
Dalam sesi diskusi, sejumlah perwakilan pesantren mengaku termotivasi untuk menerapkan sistem serupa. “Selama ini kami masih membuang semua sampah tanpa pemilahan. Melihat sistem di Krapyak, kami sadar ternyata sampah bisa diubah jadi berkah,” ujar salah satu peserta dari pesantren di Sleman.
Sares Namara dari Danone juga turut memberikan pandangan bahwa praktik yang dilakukan KPS sangat selaras dengan prinsip sustainability (keberlanjutan) yang diusung Danone. “Inisiatif seperti ini sejalan dengan komitmen kami untuk membangun Indonesia yang lebih sehat dan berkelanjutan. KPS membuktikan bahwa perubahan bisa dimulai dari lingkungan terkecil—dari santri untuk bumi,” tuturnya.
Kolaborasi untuk Masa Depan Pesantren Hijau
Selain berbagi pengalaman, acara ini juga menghasilkan beberapa rencana tindak lanjut. Salah satunya adalah rencana pelatihan lanjutan dan pendampingan teknis bagi pesantren-pesantren yang ingin mengembangkan sistem pengelolaan sampah mandiri. Program ini akan difasilitasi oleh SEP, Hebitren, dan RMI PWNU DIY, dengan dukungan teknis dan edukatif dari Danone Indonesia.
Andika Muhammad Nuur menyambut baik kolaborasi ini. Menurutnya, sinergi antara dunia pesantren dan sektor swasta sangat penting dalam memperluas dampak positif gerakan lingkungan. “Kami di Krapyak percaya bahwa perubahan dimulai dari niat, tapi akan tumbuh dengan kolaborasi. Semoga gerakan ini tidak berhenti di sini, tapi terus menyebar ke seluruh pesantren di Indonesia,” ujar Andika penuh harap.
Di akhir acara, seluruh peserta berfoto bersama di area pengolahan KPS. Wajah mereka tampak cerah dan bersemangat. Kunjungan itu bukan hanya tentang belajar teknis pengelolaan sampah, tapi juga tentang menanamkan semangat “merawat bumi dari hati”, sebagaimana filosofi yang selalu dipegang oleh tim Krapyak Peduli Sampah.
Penutup: Dari Pesantren, untuk Bumi
Acara “Studi Tiru Pengelolaan Sampah untuk Pesantren di Wilayah DIY” menjadi bukti bahwa pesantren memiliki peran strategis dalam gerakan lingkungan hidup. Melalui kegiatan ini, Krapyak Peduli Sampah menunjukkan bahwa mengelola sampah bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga bagian dari tanggung jawab sosial dan spiritual.
Dengan dukungan berbagai pihak—mulai dari Danone Indonesia, SEP, Hebitren, hingga RMI PWNU DIY—semangat pesantren hijau semakin nyata. Krapyak Peduli Sampah kini bukan hanya simbol gerakan lingkungan di Yogyakarta, tetapi juga inspirasi nasional bahwa perubahan besar bisa dimulai dari tempat yang sederhana, selama dikerjakan dengan niat tulus dan manajemen yang baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI