Mohon tunggu...
Andi Istiabudi
Andi Istiabudi Mohon Tunggu... -

# Pembaca Harian Kompas sejak kecil # Autograph Collector # Professional Creative Writer / Content Writer # Penulis buku : "Cerita Tentang Mereka" (2012), "Martin Hutagalung : Mengamen dari Medan hingga Belanda" (2015), "Bersama Presiden & Wapres" (2016) #Twitter : @andiistiabudi #Instagram : @andi_istiabudi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sepenggal Kisah Ny. Sulistina Sutomo (Istri Bung Tomo)

16 September 2016   23:03 Diperbarui: 16 September 2016   23:17 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu Sulistina Sutomo & Saya (Dokumentasi Pribadi )

Dalam pertemuan tersebut, saya mengajak kedua sahabat saya untuk mendampingi yakni Surya Adi Winata (Surya) dan Rizki Arief (Rizki). Bukan tanpa alasan saya mengajak mereka. Surya merupakan sahabat saya sejak SMA dan menyukai sejarah, sementara Rizki merupakan cucu dari Doel Arnowo (mantan Walikota Surabaya yang juga berperan penting dalam pertempuran Surabaya) tentunya sosok kakeknya dikenal oleh banyak pejuang Arek-Arek Suroboyo masa itu, termasuk oleh Bung Tomo dan istrinya.

Kami bertemu dengan Ibu Sulistina sekitar pukul 11.00 WIB di rumahnya yang asri di kawasan komplek perumahan Kota Wisata Cibubur, Jawa Barat Saat bertemu untuk pertama kalinya, saya dan kedua sahabat saya langsung sungkem atau mencium tangannya sebagai tanda bahwa kami sangat menghormati beliau yang usianya memang sudah lanjut. Percakapan dibuka oleh kami yang memperkenalkan diri satu-persatu dan kemudian menjelaskan maksud kedatangan kami yang ingin bersilaturahmi dengan Ibu Sulistina selaku istri dari Bung Tomo. Ibu Sulistina menyajikan teh dan kue untuk menemani pertemuan kami yang penuh dengan suasana kehangatan tersebut. Dalam pertemuan tersebut cucu beliau, Tami turut hadir mendampingi kami.

Menurut Tami, neneknya sangat aktif meski sudah berusia lanjut. Selain menggemari hobi berkebun bunga dan tanaman, Ibu Sulistina Sutomo ternyata juga senang menulis. Bahkan keluarganya secara khusus memberikan sebuah laptop untuk mendukung kegiatan menulisnya. Ibu Sulistina juga rutin menghadiri kegiatan pengajian dan kegiatan bersifat sosial lainnya pada masa senjanya.

Saya sempat menanyakan kenapa Ibu Sulistina memilih tinggal di Cibubur dan jauh dari Jakarta padahal sebelumnya keluarga Bung Tomo menempati sebuah rumah yang letaknya cukup strategis yakni di Jl. Besuki kawasan Menteng Jakarta Pusat yang sangat prestisius karena di sekitarnya merupakan rumah dan kediaman pejabat tinggi negara serta perwakilan diplomatik negara lain. 

Menurut beliau, dirinya sebenarnya sangat mencintai rumah lamanya di Jl. Besuki Menteng tersebut, namun biaya PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) di kawasan tersebut setiap tahun semakin mahal dan nilainya bahkan bisa mencapai belasan juta rupiah. Akhirnya setelah berunding dengan pihak keluarga, Ibu Sulistina Sutomo bersedia menjual rumah penuh kenangan tersebut. Kabarnya rumah tersebut dibeli oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat.

Ibu Sulistina sempat terkejut ketika mengetahui bahwa Rizki merupakan cucu dari Doel Arnowo yang menurutnya dikenal baik oleh Bung Tomo. Saya juga menanyakan apakah beliau mengenal kakek saya yang ketika itu turut bertempur di Surabaya, sayangnya beliau mengaku tidak mengetahuinya karena memang saat itu jumlah pejuang Indonesia yang terlibat dalam pertempuran 10 November 1945 sangat banyak dan terbagi dalam beberapa divisi pasukan yang berbeda-beda.

Salah satu hal yang membuat kami bertiga terkejut adalah ketika Ibu Sulistina bercerita bahwa Bung Tomo belum menjadi pahlawan nasional (saat itu) padahal sejak saya masih sekolah dasar, nama Bung Tomo hampir selalu ditulis atau disebutkan dalam peristiwa pertempuran 10 November 1945. Menurut beliau, selama bertahun-tahun banyak masyarakat Jawa Timur khususnya yang berasal dari Surabaya menghendaki Bung Tomo diangkat sebagai pahlawan nasional namun pemerintah pusat menganggap Bung Tomo hanyalah pahlawan lokal sehingga tidak memenuhi persyaratan untuk diajukan sebagai pahlawan nasional.

Bahkan Ibu Sulistina menceritakan sebuah kisah, dimana pernah pada suatu hari rumahnya didatangi oleh perwira berpangkat Kolonel yang diutus untuk menyampaikan surat penghargaan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Bung Tomo tanpa diserahkan langsung oleh Presiden. Ketika ditanyakan kenapa diserahkan langsung ke rumah bukan di Istana Presiden seperti lazimnya penganugerahan pahlawan nasional Indonesia pada umumnya, Kolonel tersebut hanya mengatakan bahwa dirinya hanya menjalankan perintah. Mendengar jawaban tersebut, Ibu Sulistina merasa tersinggung dan langsung menolak penghargaan tersebut dan meminta sang Kolonel segera pergi dari rumahnya.

Menurut Ibu Sulistina, saat itu dirinya geram dan merasa perjuangan dan pengorbanan Bung Tomo dalam pertempuran di Surabaya seolah tidak dihargai oleh pemerintah. Bung Tomo sendiri sempat ditahan selama setahun pada masa Orde Baru karena dianggap berbeda pandangan politik dengan pemerintah saat itu. Meski demikian desakan banyak pihak khususnya dari masyarakat Surabaya agar Bung Tomo diangkat menjadi pahlawan nasional begitu kuat sejak dirinya meninggal dunia tahun 1981. "Mungkin karena desakan itulah yang membuat pemerintah akhirnya sempat berencana memberikan gelar pahlawan nasional untuk Bung Tomo namun tidak diberikan secara resmi di Istana Presiden", ucap Ibu Sulistina. 

Namun syukur Alhamdulillah, 5 bulan setelah kunjungan saya ke rumah Ibu Sulistina Sutomo, pada tanggal 7 November 2008 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya secara resmi menganugerahi Bung Tomo dengan gelar pahlawan nasional bersama dua tokoh bangsa lainnya, yakni Dr. Mohammad Natsir dan KH. Abdullah Halim. Saya ingat menyaksikan tayangan berita di televisi bagaimana Ibu Sulistina Sutomo yang didampingi putranya, Bambang Sulistomo hadir di Istana Negara dan menerima gelar pahlawan nasional yang memang sudah sepantasnya diterima oleh seorang Bung Tomo. Saya sempat terharu menyaksikan momen ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyalami Ibu Sulistina Sutomo saat itu.

Pertemuan kami berlangsung kurang lebih selama sejam. Pada akhir pertemuan tersebut, saya meminta kesediaan beliau untuk menandatangani buku tentang Bung Tomo yang saya miliki sebagai kenang-kenangan. Tidak lupa saya dan kedua sahabat saya bergantian berfoto dengan beliau. Kami pun akhirnya pamit dan tersenyum puas dalam perjalanan pulang kembali ke Jakarta  karena berhasil bertemu dan berbincang dengan salah satu pelaku sejarah peristiwa pertempuran 10 November 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun