Mohon tunggu...
Andi Irsan Nawir Junior
Andi Irsan Nawir Junior Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa yang menjunjung tinggi kebersamaan, suka hal-hal positif dan menyukai tantangan serta karya seni.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Sekadar Bilang Tolong Bisa Menghabiskan Puluhan Juta Dolar?

14 Juli 2025   08:00 Diperbarui: 14 Juli 2025   06:31 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Message Bar Chat GPT 

Pernahkah kamu menulis ‘tolong’ dan ‘terima kasih’ saat berbicara dengan ChatGPT?

Jika iya, selamat! Kamu termasuk orang yang sopan—tapi sayangnya, mungkin juga ikut menyumbang tagihan listrik yang sangat mahal.

Kedengarannya konyol? 

Tapi tidak juga loh!

Sam Altman, CEO OpenAI, baru-baru ini membuat pernyataan mengejutkan:

Sam Altman, CEO OpenAI
Sam Altman, CEO OpenAI

> “Puluhan juta dolar dihabiskan hanya karena orang-orang mengatakan ‘please’ dan ‘thank you’ ke ChatGPT,” tulisnya dalam unggahan di platform X.

Ternyata, setiap kata yang kita ketikkan ke ChatGPT—baik itu permintaan cerdas maupun basa-basi sopan—harus diproses oleh model bahasa besar (LLM) yang berjalan di atas ribuan GPU supercanggih. Dan mesin-mesin itu lapar energi.

Untuk satu respons singkat saja, dibutuhkan sekitar 0,14 kWh listrik—cukup untuk menyalakan 14 lampu LED selama satu jam! Jika dikalikan dengan miliaran interaksi harian, maka kata “terima kasih” yang tampaknya tak berdosa itu ikut andil dalam membengkaknya konsumsi energi pusat data dunia, yang kini sudah mencapai 2% dari total konsumsi listrik global.

“Tapi Bukannya Itu Cuma Kalimat Biasa?”

Secara linguistik, ya. Tapi secara teknis? Itu adalah perintah tambahan.

Satu frasa ekstra artinya beban proses tambahan. Makin panjang kalimatmu (apalagi jika kamu berbasa-basi duluan), makin besar energi yang diperlukan untuk memprosesnya.

> Semakin manusiawi interaksinya, semakin “berat” komputasi yang dibutuhkan.

Ironisnya, niat baik untuk sopan justru membuat server kepanasan—secara harfiah.

Masalah Ramah AI vs Ramah Energi

Kita hidup di masa di mana mengucapkan sopan santun ke AI bisa dianggap sebagai bentuk keramahan digital. Tapi di sisi lain, hal itu juga menimbulkan pertanyaan besar:

> Apakah kita siap membayar ongkos ekologis dari interaksi yang “terlalu manusiawi” dengan mesin?

Inilah paradoks baru era AI: sopan, tapi mahal.

Dan semua ini baru permulaan...

Di tengah sorotan pada konsumsi energi dan biaya superkomputasi, muncul pertanyaan yang jauh lebih dalam:

Haruskah kita tetap bersikap sopan kepada mesin?

Sebagian pakar AI menjawab dengan tegas: ya.

Menurut Kurtis Beavers, anggota tim desain Microsoft Copilot, bahasa sopan ternyata tidak hanya menyenangkan, tapi juga memengaruhi kualitas respon AI. Ketika kamu berbicara dengan nada positif dan santun, AI dirancang untuk menanggapi dengan cara yang lebih kolaboratif, profesional, dan manusiawi.

> “Ketika AI menangkap nada sopan, ia cenderung membalas dengan sikap yang sama,” tulis Microsoft WorkLab.

Artinya, sekalipun AI bukan manusia, ia tetap “belajar” dari nada kita. Maka, bahasa sopan bukan hanya etika pribadi—tapi juga membentuk kultur digital yang lebih sehat.

AI: Cermin Sopan atau Mesin Efisiensi?

Memang, AI tidak punya perasaan. Tapi sistem yang kita bangun dari AI—terutama di ruang kerja dan pendidikan—adalah refleksi dari nilai-nilai kita sendiri.

Jika kita memutuskan untuk hanya bicara efisien, datar, dan to the point, maka itu pula yang akan diinternalisasi oleh teknologi ke depannya.

Namun jika kita tetap menyematkan empati, sopan santun, dan kebiasaan manusiawi ke dalam interaksi digital, maka kita sedang mengarahkan masa depan AI yang lebih kolaboratif, bukan hanya kalkulatif.

Menemukan Titik Tengah: Etis dan Efisien

Solusinya bukan harus berhenti berkata “tolong” atau “terima kasih”—tetapi menyadari kapan dan untuk tujuan apa kita menggunakannya.

Gunakan bahasa sopan untuk menjaga hubungan profesional dan suasana positif.

Gunakan gaya singkat dan padat jika sedang bekerja dengan batas energi, bandwidth, atau kecepatan.

Seperti kita menggunakan lampu: kadang cukup satu, kadang butuh seratus—yang penting tahu kapan dan mengapa.

Penutup: Sopan Tidak Harus Boros, Teknologi Tidak Harus Dingin

Di era di mana AI makin pintar, justru manusia harus makin bijak.

Kita punya peluang langka untuk membentuk etika digital bersama—bukan hanya untuk menghemat energi, tapi juga menjaga nilai-nilai dasar kemanusiaan dalam komunikasi.

> Karena pada akhirnya, secerdas apa pun AI, dialah yang akan meniru kita.

Dan dunia yang akan ia bantu ciptakan, adalah cerminan dari cara kita berbicara kepadanya hari ini.

📚 Referensi:

CNBC Indonesia (2025). “Jangan Bilang 'Tolong' dan 'Terima Kasih' ke ChatGPT, Ini Alasannya.”

Microsoft WorkLab: “The Power of Politeness in Human-AI Collaboration.”

New York Post & OpenAI X feed (2025): Komentar Sam Altman soal biaya interaksi sopan pengguna ChatGPT.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun