Mohon tunggu...
Andi Harianto
Andi Harianto Mohon Tunggu... Freelancer - Kesederhanaan adalah kekuatan

Tinggal di Kota Kecil Bantaeng, 120 Kilometer, arah Selatan Kota Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sembilan Kali Presiden Marah-marah

20 September 2010   00:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:07 1425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_262944" align="alignleft" width="262" caption="Sumber Gambar: kamalmisran.wordpress.com"][/caption] Membaca tulisan Kafi Kurnia – “Jatuh Miskin (Bagian II - Vera Bercerai” yang dibagian ceritanya mengungkap mengungkap sisi positif kemarahan telah memberiku inspirasi untuk mengutak-atik beberapa video Presiden SBY yang sedang marah. Terakhir Presiden marah ketika terjadi kendala teknis saat telekonfrensi acara pemantauan arus balik Lebaran pada hari Jum’at 18 September kemarin. Kemarahan ini menuai berbagai komentar, baik positif maupun negative dari berbagai kalangan. Bahkan ada yang mengaitkannya dengan sinyal reshuffle kabinet. Menkominfo Tifatul Sembiring pun dikait-kaitkan. Wah !

Kahfi mengutip buku Stanley Bing - “Sun Tzu was a sissy”. Menurut Bing yang saya kutip dari tulisan Kahfi, marah itu sangat diperlukan dalam kehidupan kita. Seorang pemimpin yang marah, artinya ia terusik dan gusar oleh sesuatu hal. Sekaligus membuktikan bahwa pemimpin itu eling, atau sadar karena ada sesuatu yang tidak beres dan perlu dikoreksi. Pemimpin yang tidak pernah marah, sama dengan pemimpin acuh tak acuh. Itu menurut Bing, tulis Kahfi. Lantas bagaimana dengan kemarahan SBY yang oleh Rohim Ghazali, menganggap sikap Presiden SBY tersebut tak akan menciptakan kesan sebagai pemimpin yang tegas.

"Pemimpin yang tegas bukan yang suka marah-marah di depan publik, pemimpin yang tegas itu yang berani mengambil keputusan. Saya bingung kok Presiden gampang marah," ujar Rohim kepada INILAH.COM, Sabtu (18/9). Pernyataan Rohim Ghazali yang juga adalah peneliti Political Research Institute for Democracy (PRIDE) Indonesia ini, membuatku tambah penasaran melacak berita tentang kemarahan Presiden kita ini. Ternyata, memang sudah berapa kali presiden SBY marah-marah. Dalam pencarianku, ternyata beliau telah marah di depan public sebanyak sembilan kali. Diantaranya banyak yang berkait dengan hal yang teknis, seperti persoalan microfon yang mati, teriakan “Huu…” wartawan, mengantuk, canda para menteri sebelum rapat, protocol dan yang terakhir masalah teleconference.

Beberapa kalangan menganggap kemarahan ini adalah sesuatu yang remeh-temeh, hal kecil yang tak patut di dipersoalkan, apalagi di depan public. Bagi saya sih, lucu saja, ketika membayangkan Ibu Menkes ketika itu, Fadilah Supari terperanjat dan mukanya memerah setelah ditegur Pak Presiden ketika asyik berbincang dengan Muhammad Nuh Mantan Menkominfo pada acara peringatan hari AIDS yang berlangsung di Istana Negara ketika itu (7/12/2007). Demikian halnya para peserta Lemhanas yang tiba-tiba matanya melotot dan cepat mengambil pulpen sambil pura-pura mencatat setelah Presiden menghardiknya “Ya…ya…itu. Kalau tidur di luar saja,” Ujar SBY Marah, sambilmenujuk-nunjuk.

Bisa saja itu hanya remeh temeh atau lucu menurutku, Tetapi semua ini bagi SBY adalah penting, hal-hal kecil bisa menimbulkan persoalan besar, seperti ketika Beliau kesal saat microphon yang tiba-tiba ngadat pada suatu pertemuan dengan jajaran Pertamina (12/02/2009). “Hal-hal kecil perlu diperhatikan. Harus check and re-check. Sebab sesuatu yang besar selalu dimulai dari hal yang kecil,” ujar Presiden di hadapan para menteri dan jajaran direksi serta komisaris Pertamina. Lanjutnya lagi bahwa Hal kecil bisa menentukan keberhasilan dan kegagalan sebuah misi,”.

Kembali ketulisan Kahfi yang menjadi inspirasi coretan asal ini. Kahfi menulis, Lalu, kalau seorang pemimpin marah, ia butuh emosi yang dahsyat. Marah membangkitkan enerji yang luar biasa. Pemimpin yang marah, biasanya segera melakukan perubahan, peremajaan, dan perbaikan. Artinya pemimpin marah memungkinkan terjadinya perubahan yang lebih cepat dan berarti. Betul juga, setelah marahnya SBY pada acara telekonfrence itu semua sibuk membenahi diri. Muncul berapa ide perbaikan jaringan. Saya yakin microphone tidak akan ngadat lagi kalau Presiden akan menggunakannya, tidak adalagi yang berani mengantuk, para menteri pasti jerah bergosip setelah Presiden Berpidato. Ini perubahan. Pertanyaanya, Kok Bapak Presiden kita tidak marah ketika kasus perbatasan dengan Malaysia, kenapa beliau tidak menyemprot para menteri ketika dentuman demi dentum gas terjadi, dan banyak lagi kasus besar lainnya. Setidaknya di depan publik.

Mungkin saja beliau marah di tempat lain, tetapi mengapa hanya hal yang teknis dan ‘kecil’ saja yang dipertontonkan kemarahan itu ke public. Tidakkah kemarahan yang ‘besar’pada momentum yang memang adalah layak di marahkan bisa berbuah perubahan, peremajaan, dan perbaikan, yang juga akan berdampak besar. Memperhatikan hal kecil saja bisa sangat bermanfaat apalagi hal yang besar. Ini logika awam, yang tidak menyalahkan kemarahan presiden, hanya menyarankan agar kemarahan itu diledakkan saja pada hal-hal yang besar. Biar perubahannya jadi besar pula.

Sebagai rakyat, saya senang kalau Presiden kita marah-marah pada hal-hal yang prinsip. Menyangkut perubahan negeri ini kearah yang lebih baik, atau hal terkait kedaulatan dan kewibawaan negeri ini. Politik Pencitraan yang sementara ini lagi trend, tidak hanya perlu ditampakkan yang manis-manis saja. Sesekali marah tak mengapa, tetapi kita menunggu kemarahan Presiden kita ini bisa membawa kemarahan seluruh rakyat Indonesia. Misalnya mencaci-maki para koruptor di depan publik, dan koruptornya ada. Bisakah !? he he he

Presiden juga pernah marah pada pesoalan kerbau Si Buya, yang Beliau identikkan dengan badannya besar, malas, dan bodoh seperti kerbau. Juga Beliau pernah marah kepada beberapa Menteri terkait penanganan kabut asap hutan di Indonesia yang telah mencemari dan mendapat komplain dari negeri tetangga seperti Malaysia dan Singapura (6 Mei 2008). Ketika itu para menteri terlihat sedang bersenda gurau adalah Abu Rizal Bakrie, MS.Kaban, Yusril Ihza Mahendra dan Hasan Wirayudha, sebelum rapat di mulai. Namun tiba-tiba SBY hadir dan menghardik para menterinya dengan kata-kata “Masih bisa tertawa-tawa, asap seperti itu??” Spontan saja tawa dan suara obrolan para menteri tiba-tiba berhenti. Dan rapatpun dimulai. Presiden Nampak kecewa dengan kinerja sejumlah menterinya yang terkait penanganan kabut asap di Sumatera dan Kalimantan tersebut. Nah, kalau yang terakhir ini adalah persoalan besar.

[caption id="attachment_262951" align="aligncenter" width="418" caption="Senyum dan Harapan Perubahan (Sumber:go-blog-unikaneh.blogspot.com)"][/caption]

-----

Semua menteri yang telah SBY marahi, kini tidak lagi menjadi menteri, sebutlah misalnya St. Fadilah Supari, Hasan Wirayuda, Ms. Kaban, dan Yusril Ihza Mahendra. mungkinkah Tifatul Sembiring akan di Rusuffle !?

-----

Sumber Berita:

http://metronews.fajar.co.id/read/105086/10/teleconference-ngadat-sby-marah

http://www.inilah.com/news/read/politik/2010/09/18/827861/kok-presiden-jadi-gampang-marah-sih/

http://kamalmisran.wordpress.com/2008/08/28/daftar-video-sby-marah/

http://ibnux.net/2010/06/ketika-sby-marah-marah.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun