Mohon tunggu...
ANDI FIRMANSYAH
ANDI FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Guru - Guru yang Belum Tentu Digugu dan Ditiru

Hanya Seorang Marhaen yang menyenangi bidang Geopolitik, Sejarah dan Ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyewa Pendamping

28 April 2024   19:33 Diperbarui: 28 April 2024   19:52 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Film dokumenter yang pernah saya tonton baru-baru ini menampilkan kisah seorang pemuda Jepang berusia pertengahan 20-an yang menemani seorang gadis kantoran yang cantik selama beberapa jam saat dia pergi berbelanja, makan di restoran dan hanya duduk-duduk di taman. Kemudian pada akhirnya, dia dibayar sekitar 10.000 yen untuk layanan tersebut.

Di Jepang, layanan sewa-pendamping merupakan fenomena yang diterima secara sosial. Dalam film dokumenter tersebut, pemuda itu hanya diminta untuk hadir pada waktu yang ditentukan kemudian mendengarkan pembicaraan wanita penyewa selama beberapa jam yang telah disepakati. Dia menggambarkan aktivitas tersebut sebagai "pekerjaan yang tidak melakukan apa-apa" dan menurutnya ini adalah cara yang layak untuk mencari nafkah. Dia sangat profesional dalam hal ini hingga mampu mengatur 3 sesi pertemuan dalam sehari.

Orang itu termasuk penyedia layanan independen tetapi ada juga perusahaan yang menawarkan layanan sewa-pendamping. Karena sebagian besar pelanggannya adalah laki-laki, maka mereka hanya menawarkan pendamping perempuan. Layanan tersebut tidak termasuk layanan seksual (katanya).

Kehidupan di kota seperti Tokyo misalnya akan sangat sulit untuk menemukan teman wanita. Berada di pabrik atau kantor sepanjang hari terkadang hingga jam 8 malam tidak menyisakan waktu bagi pria Jepang untuk membina hubungan dengan lawan jenis. Hal ini akan membuat keadaan menjadi lebih buruk lagi bagi mereka yang tidak memiliki watak alami untuk bersosialisasi. Mereka akhirnya membutuhkan seseorang yang bersedia mendengarkan masalah pribadinya dengan penuh simpati tanpa menghakimi.

Nah ternyata, perusahaan yang menawarkan layanan "Rent-a-Companion" ini telah berkembang jumlahnya tidak hanya di Jepang tetapi juga di seluruh dunia. Bahkan ada satu situs web yang menawarkan lebih dari 500.000 teman yang disewa di berbagai negara.

Saya memahami bahwa banyak orang menderita kesepian dan suatu saat, juga membutuhkan seseorang untuk menemani. Saya pernah melihat video dimana orang-orang memberikan pelukan gratis kepada orang asing di jalan untuk mengakhiri kesepian. Bahkan ada Kampanye Pelukan Gratis yang melibatkan individu yang menawarkan pelukan kepada orang asing di tempat umum. Pelukan dimaksudkan sebagai tindakan kebaikan secara acak hanya untuk membuat orang lain merasa lebih baik.

Setelah mengetahui bahwa ada orang-orang di luar sana yang sangat kesepian sehingga mereka bersedia membayar untuk apa yang pada dasarnya adalah "simulasi romansa" atau persahabatan platonis tanpa seks, sungguh membuka pikiran saya.

Yang lebih mengejutkan lagi adalah bahwa penyewaan pendamping ini tampaknya bermanfaat bagi sebagian orang yang kesepian.

Seorang pria Jepang dalam film dokumenter tersebut mengatakan bahwa awalnya dia tidak menyukai gagasan membayar seseorang untuk menjadi pendamping, namun dia segera menyadari betapa berharganya perubahan suasana hati dan percakapan yang baik bagi kesehatan mentalnya. Bahkan rekan sekerjanya menyadari bahwa dia tidak lagi mudah tersinggung seperti dulu. 

Baca juga: Clean As You Go

Dalam film dokumenter tersebut, wanita penyewa berkata,"Dia meningkatkan kualitas waktu saya." Coba bayangkan, tidak ada perdebatan kecil, tidak ada pertengkaran. Hanya seseorang yang mendengarkan dengan tenang, sesekali mengangguk tanda simpati dan pengertian.

Apakah layanan sewa-pendamping memuaskan rasa lapar akan interaksi manusia? Bagi saya, ini lebih seperti obat pereda rasa sakit dan penderitaan yang dialami oleh orang-orang yang kesepian. Menurut saya perasaan bahagia itu tidak bertahan lama. Buktinya, salah satu pengguna layanan ini menghabiskan sebanyak 30.000 yen atau lebih dalam sebulan. Seperti menunjukkan tanda-tanda kecanduan.

Mungkin individu atau perusahaan yang menawarkan layanan ini harus mempertimbangkan untuk menjadikan layanan mereka lebih bermanfaat atau "mengobati" dengan mengirimkan pendamping yang memiliki watak dan sikap bawaan yang mampu mendengarkan dengan empati, kasih sayang dan pengertian. Mereka juga seharusnya mendapatkan pelatihan dalam konseling, manajemen stres atau psikoterapi.

Bisakah layanan sewa pendamping ini berkembang di Indonesia? Saya sangat meragukannya. Kesepian sepertinya bukan masalah besar di negara kita. Kita mempunyai jaringan dukungan yang sangat luas dari lingkungan keluarga dekat kita yang tidak akan membiarkan kita sendirian.

Tapi siapa yang tahu? Bahkan dalam keluarga kita mungkin ada rasa lapar akan interaksi antar manusia. Namun biasanya, pertengkaran yang sering terjadi di jaringan atau lingkaran pendukung keluarga di negara kita adalah kualitas kehadiran mereka sebagai pendamping. Orang tua, saudara dan teman kita mempunyai kecenderungan untuk berbicara tanpa henti dan memberi kita nasihat yang tidak diminta ketika kita sedang mengalami krisis pribadi. Apa mereka tahu apa yang sebenarnya meresahkan hati kita? Apakah mereka benar-benar mendengarkan?

Ada varian dari sewa-pendamping yang menurut saya memiliki manfaat yang lebih dalam dan bertahan lama karena melibatkan sikap mendengarkan ini.

Namanya Human Library. Yaitu organisasi internasional nirlaba yang berbasis di Denmark yang dirancang untuk mendorong percakapan antara orang-orang yang memiliki cerita menarik dan peminjam yang diizinkan untuk "membacanya" dalam sesi yang masing-masing berdurasi hingga 30 menit. 

Salah satu "peminjam" yang menghadiri sesi tersebut mengatakan: "Dengan buku manusia, Anda dapat mendengar cerita yang sangat nyata dan menarik langsung dari sumbernya dan bahkan berinteraksi dengan "buku" Anda."

Hal ini telah mendapat sambutan hangat di seluruh dunia dan kini telah menjadi ruang untuk menghidupkan kisah-kisah nyata. Human Library bahkan mengumpulkan dan mengkurasi "buku" manusia dari semua lapisan masyarakat. Mulai dari korban pemerkosaan hingga komunitas LGBTQ, jurnalis hingga penyandang disabilitas. 

Salah satu perpustakaan paling sukses berada di Mumbai, India dan menggunakan tagline cerdas "Jangan menilai buku dari sampulnya." Interaksi manusia seperti ini mengarah pada refleksi diri yang lebih dalam, yang membantu kita mempertanyakan dan menyesuaikan keyakinan, bias dan prasangka yang kita miliki.

Pada akhirnya, Anda dan saya perlu menghilangkan kesepian orang lain. Mari kita saling membantu, dimulai dari keluarga dan teman kita. Mengapa kita masing-masing tidak bisa "hadir saat dipanggil"? Mengapa kita tidak menyediakan diri kita secara cuma-cuma bagi orang lain, jika tidak secara fisik, mungkin secara rohani dengan cara yang menyegarkan dan mendalam?

Tapi seperti yang dikatakan wanita Jepang itu,"Dia meningkatkan kualitas waktu saya." Seperti kata-kata Henry David Thoreau,"Mempengaruhi kualitas hari ini, itulah seni tertinggi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun