Dari banyaknya kesalahan seseorang belajar memperbaiki, dari banyaknya kegagalan seseorang belajar untuk mencoba lagi, karena banyak hal besar tumbuh dari banyaknya kegagalan dan banyak orang berhasil setelah banyaknya percobaan. Itulah yang diyakini oleh Moh Jaelani Imron saat mencari beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya.
Â
Guru Pesantren Islam Al Irsyad Semarang ini ternyata pernah 12 kali ditolak kampus luar negri sebelum pada akhirnya kini ia bisa menjadi mahasiswa pasca sarjana King Saud University di Riyadh ibu kota Arab Saudi.
Â
Menurut Jaelani sebelum ia diterima di King Saud University ia sempat melakukan percobaan sebanyak 12 kali dalam kurun waktu dua tahun agar bisa menempuh pendidikan di luar negri.
Â
"mencari beasiswa itu ibarat mencari ikan di laut, ketika kita menebar jala maka lemparlah sejauh yg kita bisa, semoga ada satu dua ikan yg bisa kita tangkap yg menjadi rejeki kita". Tuturnya.
Â
Ia juga menjelaskan setiap kegagalan yg dialaminya tidak membuatnya stress dan putus asa.
Â
"Lelah adalah hal yg wajar, dan yang terpenting jangan pernah menyerah, karena sekali kita mengambil keputusan untuk menyerah maka berakhirlah sudah semuanya, karena sebuah mimpi yang besar butuh ambisi dan juga proses yg sama besarnya".
Â
Bukan kegagalan yang pertama
Â
Pria kelahiran Cirebon 1992 ini memang tahan banting untuk urusan pendidikan, setelah lulus MA ia juga pernah ditolak 3 kali ketika mendaftar S1 di luar negri.
Â
Jaelani menjelaskan jika dia juga harus mendaftar sebanayak 3 kali sebelum akhirnya lulus dan diterima di Islamic University of Madinah.
Â
Lulusan pesantren
Â
Setelah lulus SMP Jaelani memutuskan untuk masuk pesantren islam Al irsyad, label alumni pesantren tidak membuat ia minder untuk bersaing mendapatkan beasiswa.
Â
"Mahasiswa luar negri memang identik dengan lulusan SMAN atau sekolah elit, tapi beasiswa untuk alumni pesantren juga terbuka lebar di beberapa negara yang menggunakan Bahasa arab sebagai bahasa utamanya".
Â
Menurutnya juga pembelajaran yang diajarkan di pesantren sangat berpengaruh bagi hidupnya untuk menjadi pribadi yang tidak mudah putus asa dan pantang menyerah.
Â
Pernah berkuliah di sana'a, Yaman dan menjadi sekuriti di KBRI
Â
Setelah lulus MA Jaelani sempat menjadi mahasiswa Universitas dalam negri, namun keinginannya untuk kuliah di luar negri begitu besar sehingga ia tidak melanjutkan kuliah, ketika ada kesempatan untuk mulazamah di Yaman dia memberanikan diri untuk mendaftar secara mandiri.
Â
"Saya telepon orang tua dan memberanikan diri untuk daftar ke Yaman, awalnya tawaran datang dari senior yang kuliah di sana, karena keterbatasan informasi saat itu saya mengira mulazamah itu pembelajaran formal dan mendapatkan ijazah, ternyata tidak".
Â
Mulazamah adalah sistem pembelajaran non-formal dengan metode tradisional yg telah digunakan oleh para ulama dari generasi ke generasi, dimana seorang murid mendatangi guru dan menetap di tempat guru tersebut untuk mempelajari satu atau beberapa disiplin ilmu.
Â
"Ketika di Yaman orang tua tau kalu anaknya hanya kuliah formal, ternyata kuliah formal hanya sebagai persyaratan untuk mendapatkan izin tinggal dan membutuhkan biaya lagi jika ingin lulus, saat itu uang saku habis dan saya tidak ingin membebani orang tua, jadi ketika ada lowongan sebagai sekuriti saya coba mendaftar dan alhamdulillah lolos".
Â
Beratnya kehidupan di Yaman
Â
Ia menuturkan jika Yaman adalah negara yang unik, tidak ada lampu merah dan listrik menyala hanya beberapa jam saja.
Â
"Pertama kali datang ke Yaman saya mengalami banyak Culture Shock, mulai dari makanan, cuaca dan juga budayanya, di Yaman kita hanya makan nasi satu kali sehari, jika di tempat kita belajar tidak ada lauk, maka kita hanya makan dengan tomat yg diblender dengan cabai sebagai lauknya, sarapan dan makan malamnya pun sangat sederhana, hanya roti dengan kacang yang diblender, ketika musim panas tiba, kita menyirami Kasur dengan air agar bisa tidur karena cuaca yg ekstrem".
Â
Â
Meskipun begitu ia tidak pernah mengeluh sedikitpun, perjuangannya berbuah manis ketika ia berhasil diterima di Universitas Islam Madinah.
Â
Mimpi untuk berpartisipasi membangun negeri
Â
Dengan pengalamannya kuliah di berbagai tempat dan negara, Jaelani berharap setelah menyelesaikan studi ia bisa berpartisipasi dalam membantu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI