Mohon tunggu...
Andi Andur
Andi Andur Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Seorang pemimpi yang berharap agar tidak pernah terbangun dari tidur...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ku Kejar Cintamu ke Sidoarjo

2 Oktober 2015   20:14 Diperbarui: 8 Januari 2016   16:16 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku merasa semakin tersiksa, mereka mengacak-acak rambutku, bahuku ditarik sebagai tempat mereka menggantung  mencari kesenangan sendiri. Tetapi, meski demikian semuanya justru tidak memberatkanku, aku malah semakin akrab dan merasa bahwa aku adalah kebahagiaan mereka dan mereka adalah kebahagiaanku. Meskipun mereka tampak seperti pemberontak-pemberontak kecil yang ingin bebas dari segala macam penindasan ini, tetapi aku bangga ketika dengan lantang sambari membusung dada mereka memperkenalkan diri kepadaku.

Mereka menjadi kaum tertindas yang mengekang sehingga pertanyaan mengenai eksistensi PANCASILA mencuat ke permukaan. Negara yang menjunjung tinggi akan adanya keanekaragaman , suku, ras, agama, dan golongan tiba-tiba tampak seperti pecundang yang dikalahkan oleh kata-kata dan semboyannya sendiri, “ BHINEKA TUNGGAL IKA”.  Aku termenung, aku meratapi nasibku sendiri. Ternyata aku adalah salah satu dari sekian banyak manusia di dunia ini yang sangat beruntung hidup dalam kedaimaian dan jauh dari segala bentuk diskriminasi diri oleh orang lain yang menganggap diri paling benar.

Air mataku menetes, ia bagai stetes embun yang jatuh di padang gurun. Meninggal bekas yang membuat kertas dalam notesku tampak lebih transparan. Air bukan lagi menjadi objek pencarianku saat aku haus seperti ini, aku justru ingin merasakan apa yang mereka rasakan saat ini.

“Ayo kita makan, aku sengaja membawa bekal untukmu”. Aku kaget dan tercengang mendengar suara itu. Aku berbalik tanpa sempat menghapus air mata yang masih melekat erat di wajahku bercampur debu. “ Sri, benarkah itu kau?” tanyaku sambil mengamati wajahnya. Ia tersenyum, aku mengenali senyumannya yang menjadi kebanggaanku. Tanpa sungkan aku berdiri dan mencoba untuk meraihnya, tetapi ia memberhentikan langkahku dan menoleh kepada sosok laki-laki paruh baya yang penuh wibawa disampingnya.  Aku menyalminya, dan ia tersenyum.

“Ini bapak, beliau yang mengantarkanku kemari”. Aku melihatnya sekali lagi. “ tetapi, mengapa Sri, bukankah ini terlalu berbahaya katamu?”  dia hanya tersenyum dan berkata, “ ternyata aku salah. Aku tidak memahami perktaan nabi dengan hati. Tetapi dengan pikiran najis yang membelokkan pikiranku”.  Aku bingung dengan jawabannya.  “ aku ke Sidoarjo untuk menemuimu, dan mengejar cintaku”.

“ tapi Sri, aku tidak mengerti”.

“ Sudahlah, nimati saja makan siangmu, aku ingin membagi cintaku yang tulus ini juga kepada mereka”. Aku tersenyum terpaku, tampak ia dengan lihai menjinakkan hati anak-anak nakal itu dengan senyuman manisnya yang sudah menjadi kebanggaanku.

Dalam hati aku berkata, aku beruntung telah memilikimu, walau sebatas mimpi dan angan-angan. Tetapi, aku berjanji sampai kapan pun aku akan tetap berusaha untuk bisa memilikimu secara utuh bukan hanya senyummu, hingga aku terukir indah dalam relief terdalam dalam hatimu.

 

 

 

Surabaya, 13 September 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun