Mohon tunggu...
Andi ardiyanto
Andi ardiyanto Mohon Tunggu... Penikmat film

Hobi nonton

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ro'an, Perbudakan dan feodalisme dalam pesantren ?

13 Oktober 2025   05:15 Diperbarui: 14 Oktober 2025   18:46 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sejatinya ro'an bertujuan mengajarkan pada santri untuk menerima perbedaan dalam semangat gotong royong, menjaga kebersihan lingkungan pesantren, menumbuhkan semangat kebersamaan dan sebagai bentuk khidmat seorang santri pada kiai. Dengan begitu, santri berharap akan mendapatkan berkah dari pahala jariyah atas keterlibatannya dalam membangun pesantren. Dalam pandangan pesantren, ilmu tak akan mendapatkan keberkahan jika tidak dibarengi dengan Khidmah pada kiai. 

Tradisi ro'an ini sudah dijalankan sejak masa Indonesia pra merdeka. Pada masa itu pesantren masih dalam bentuk tradisional, tidak ada sentuhan dari pemerintah kolonial baik berupa regulasi ataupun pendanaan. Sebab itu, dalam pembangunannya pesantren biasanya menggunakan tenaga para santrinya dimana imbal baliknya santri akan belajar ilmu agama pada kiainya. Pada masa sekarang, meski pesantren sudah mulai mendapat perhatian khusus dari pemerintah baik dalam regulasi maupun pendanaan, namun tradisi ro'an dalam pembangunan gedung pesantren masih tetap dipertahankan. 

Tujuan pesantren memang tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi untuk meningkatkan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral dan menyiapkan manusia yang sederhana dan hati yang bersih. Oleh sebab itu, kiai akan mendorong santrinya pada niatan yang mulia dan mengajarkan tulus ikhlas. Dalam hal ini kiai nampaknya akan berpijak pada sebuah kitab yang bahkan menjadi kitab wajib yang paling dasar bagi seorang santri yaitu kitab Ta'lim mutaallim karya Az-zarnuji. Melalui kitab ini, santri akan diarahkan pada visi mencari ridha Allah, kebahagiaan ukhrowi, menghilangkan kebodohan dan menegakkan agama. Bukan untuk mencari karier, pangkat dan jabatan. 

Lalu, apakah benar roan merupakan manifestasi dari perbudakan modern ?

Menurut KBBI perbudakan adalah sistem segolongan manusia yang dirampas kebebasan hidupnya untuk bekerja guna kepentingan golongan manusia yang lain. Dalam perbudakan tradisional (chattel slavery), budak secara hukum dianggap sebagai properti pribadi (barang) yang dimiliki oleh pemilik budak. Dalam ilmu ekonomi, istilah perbudakan de facto merujuk pada kondisi kerja paksa yang dialami oleh sebagian besar budak.

Dikutip dari tirto.id yang mengutip situs web resmi Oxford City Council, definisi perbudakan modern adalah segala bentuk eksploitasi dengan menggunakan kekerasan, penahanan dokumen, sumpah ritual, pengendalian keuangan, ijon, penculikan, pemerasan, penyalahgunaan kerentanan, penipuan, pembatasan pergerakan, ancaman, dan stigma sosial. 

Perbudakan modern sendiri muncul sebagai istilah pada praktik eksploitatif terhadap seseorang dengan menggunakan ancaman (fisik atau non-fisik), paksaan, penipuan, atau penyalahgunaan kekuasaan. Ini mencakup berbagai bentuk seperti perdagangan manusia, kerja paksa, perbudakan domestik, perkawinan paksa, dan eksploitasi seksual.

Jika melihat tujuan dan konsep roan, rasanya unsur-unsur perbudakan itu belum lengkap. Santri melakukan pekerjaan tanpa ada unsur paksaan maupun kekerasan, mereka mengikuti tradisi itu dengan mengutamakan sikap keikhlasan. Santri masih memiliki kebebasan untuk memilih ikut serta atau tidak dalam proses konstruksi pondok. Hanya saja memang dalam praktiknya tidak semua santri yang ikut roan betul-betul ikhlas karena mencari ridho Allah. Mengingat dalam pesantren terdapat kultur strata yang terdiri dari berbagai latar belakang usia, tentu hal ini menimbulkan adanya potensi sistem senioritas dalam lingkungan pesantren. Mereka yang masih dalam usia anak-anak bisa jadi ikut karena takut dikucilkan oleh lingkungan atau takut dicap tidak khidmat pada kiai oleh mereka yang lebih senior di lingkungan tersebut. Meski tak ada ancaman, paksaan dan kekerasan namun ada unsur keterpaksaan untuk menghindari stigma sosial di lingkungan pesantren. Dalam batas inilah tradisi roan berpotensi menimbulkan ekploitasi anak, meskipun untuk dikatan sebuah perbudakan masih butuh kajian lebih jauh.

Merujuk pada definisi tersebut, rasanya tradisi ro'an masih masih belum memenuhi seluruh unsur perbudakan. Meskipun demikian, ada potensi penyimpangan yang dilakukan oleh Kiai maupun unsur-unsur lainnya. Dalam hal ini, seorang kiai memang memiliki otoritas penuh pada para santrinya. Terutama dengan adanya doktrin Khidmah yang berpotensi disalahgunakan oleh Kiai ataupun mereka yang memiliki posisi yang lebih tinggi dalam strata pesantren. Meski ro'an belum cukup untuk memenuhi unsur perbudakan karena sifatnya yang khas dalam bentuk keikhlasan, namun ada unsur perbudakan lain yang berpotensi lebih besar yaitu eksploitasi seksual. Kekhawatiran adanya eksploitasi seksual juga bukan omong kosong belaka, sudah amat banyak kasus yang terjadi akhir-akhir ini. Kasus senioritas yang menelan korban jiwapun bukan sekedar isu melainkan fakta yang sudah terjadi di beberapa pesantren. Selain itu, usia para santri yang belum mencapai masa yang dianggap dewasa dan ikut dalam kegiatan roan ini berpotensi untuk masuk kedalam kategori eksploitasi anak. Meski tak ada paksaan atau ancaman, tetapi adanya ketakutan stigma sosial membuat para santri akan lebih memilih mengikuti pembangunan pesantren.

Sejauh mana roan bisa masuk kategori eksploitasi ?

Eksploitasi menurut KBBI adalah pengusahaan; pendayagunaan; pemanfaatan untuk keuntungan sendiri; pengisapan, pemerasan (tentang tenaga orang). Adapun yang dimaksud dengan perlakuan eksploitasi atau eksploitasi anak adalah tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan. (Hukumonline.com)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun