Sebaliknya, dolar AS dianggap sebagai "hard currency", yang stabil dan dipercaya secara luas. Inilah mengapa hampir semua transaksi ekspor-impor, bahkan utang luar negeri, dihitung dalam dolar. Ketika dolar menguat, beban ekonomi negara-negara yang memiliki utang valas membengkak.
Upaya menggeser dominasi dolar bukan perkara mudah. Namun, kolaborasi regional dan inovasi teknologi (seperti digital payment interoperability) bisa menjadi awal dari sistem moneter global yang lebih seimbang.
Emansipasi Moneter: Mungkinkah?
Seperti yang pernah dikemukakan oleh beberapa ekonom progresif, termasuk dalam tradisi pemikiran Marxis, sistem keuangan global tidak netral. Ia sarat dengan relasi kuasa. Negara-negara berkembang harus tunduk pada mekanisme global yang dikuasai oleh segelintir institusi dan mata uang dominan.
Inisiatif seperti QRIS dan LCS bisa dibaca sebagai bentuk "emansipasi moneter", usaha negara untuk merebut kembali kendali atas kebijakan uangnya. Namun, jalan ini panjang dan penuh tantangan, baik dari dalam (resistensi sistem domestik) maupun dari luar (tekanan geopolitik dan pasar global).
QRIS dan Bitcoin: Gerakan Menuju Keadilan Moneter
Sistem moneter global telah lama didominasi oleh negara-negara besar dan lembaga internasional. Namun, inovasi teknologi seperti Bitcoin dan QRIS menunjukkan bahwa negara-negara berkembang tidak lagi sepenuhnya terikat pada aturan yang ada. QRIS, dengan interoperabilitas digital yang memungkinkan transaksi lintas negara menggunakan mata uang lokal, dan Bitcoin, dengan desentralisasi sistemnya, keduanya memberikan alternatif untuk menciptakan sistem moneter yang lebih berkeadilan, yang memberi kesempatan bagi negara-negara kecil untuk lebih mandiri dalam kebijakan ekonominya.
Penutup: Jalan Panjang Menuju Keadilan Moneter
Sistem moneter internasional akan terus berkembang. Tantangannya adalah bagaimana membuat sistem ini lebih adil, inklusif, dan stabil untuk semua negara, bukan hanya untuk segelintir yang kuat.
Langkah-langkah kecil seperti QRIS, LCS, atau bahkan eksplorasi mata uang digital bank sentral (CBDC), adalah bagian dari puzzle besar itu. Bitcoin mungkin tetap berada di pinggiran, namun ia telah mengguncang fondasi lama.
Sebagai negara berkembang dengan ekonomi terbuka, Indonesia perlu terus mencari ruang dalam sistem ini bukan hanya untuk bertahan, tapi untuk turut membentuknya.