Mohon tunggu...
Moh Anas Afandi
Moh Anas Afandi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - mahasiswa

saya adalah salah satu mahasiswa di perguruan tinggi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

KKN Kolaboratif 154: Potensi Budidaya Jamur dan Ikan sebagai Sektor Perekonomian yang Menjanjikan

2 Agustus 2022   20:49 Diperbarui: 2 Agustus 2022   20:59 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses wawancara dengan narasumber mengenai budidaya ikan/dok pribadi

Kelompok KKN Kolaboratif 154 yang terdiri dari mahasiswa Univesitas Jember, Univesitas dr. Soebandi, IAI AL-Qodiri, dan STIE Mandala telah melakukan survei potensi Desa Glagahwero, Kecamatan Panti, Kabupaten Jember. Glagahwero merupakan salah satu desa yang terdiri dari dua dusun dan enam padukuhan.

Mayoritas masyarakat di Desa Glagahwero bekerja di sawah sebagai petani dan juga bekerja pada sektor budidaya jamur dan ikan air tawar. 

Kedua sektor ini terbukti sudah menjadi mata pencaharian yang banyak diminati warga dan dibuktikan dengan banyaknya kolam-kolam ikan dan kombong jamur di sepanjang jalanan desa. 

Kelompok KKN Kolaboratif 154 telah melakukan wawancara langsung kepada masyarakat mengenai budidaya jamur dan ikan untuk mengetahui keadaan perekonomian masyarakat serta potensi dan permasalahan yang kini sedang dihadapi.

Salah satu pembudidaya ikan yang ditemui dalam wawancara tersebut adalah Pak Budi yang dulunya bekerja sebagai PNS dan dalam dua tahun belakangan sedang mencoba merintis usaha budidaya ikan air tawar untuk mengisi masa pensiunnya. Pak Budi menjual berbagai macam jenis ikan mulai dari ikan nila, patin, lele, bawal, koi, hingga ikan mas. 

Ia menjual ikan tersebut dalam berbagai umur dan ukuran tergantung permintaan pembeli, namun yang menjadi fokus dalam penjualannya adalah pada pembibitan ikan. 

Penjualan ikan dalam kategori anakan (bibit) dirasa lebih menguntungkan dikarenakan tidak membutuhkan biaya banyak untuk proses pembesaran serta jangka waktu perawatan yang singkat. 

Memual ikan dalam bentuk bibit membuat para pembudidaya tidak membutuhkan lahan yang luas untuk membuat kolam dan memanfaatkan lahan pekarangan belakang serta samping rumah untuk membuat kolam pembibitan yang airnya berasal dari sumur bor. 

Meskipun demikian, ukuran kolam dan jumlah ikan per kolam haruslah disesuaikan agar tumbuh kembang ikan dapat maksimal dan tidak terganggu. Kondisi kolam dengan populasi yang terlalu padat dapat menurunkan tingkat pertumbuhan ikan.

Rata-rata bibit ikan yang dapat dijual oleh Pak Budi berumur 1-2 bulan dan pelanggannya sendiri adalah warga sekitar serta teman-temannya yang juga bekerja pada bidang perikanan. 

Proses pemasaran yang dilakukan masih dari mulut ke mulut serta WhatsApp dan proses pemasaran yang lebih luas seperti melalui marketplace dan e-commerce masih belum dibutuhkan, karena persediaan bibit yang dimiliki masih tergolong sedikit. 

Dengan perawatan yang baik, indukan ikan dapat terus menghasilkan anakan hingga mencapai umur 10 tahun dan hal ini dapat memperkecil biaya karena tidak perlu sering membeli indukan baru untuk pembibitan. 

Pakan yang diberikan biasanya adalah kosentrat serta dedaunan yang porsinya disesuaikan dengan jenis serta jumlah ikan yang ada dan pemberian pakan harus dilakukan dengan teratur.

Permasalahan yang biasa dihadapi dalam proses budidaya ikan adalah cuaca yang tidak menentu serta perubahan suhu lingkungan, karena ikan merupakan mahluk poikilotermik yang suhu tubuhnya sangat bergantung pada lingkungan. 

Suhu air yang terlampau dingin dapat membuat metabolisme tubuh ikan terganggu dan berujung pada stress hingga kematian. Sehingga sangat penting untuk menjaga suhu air agar tetap optimal, yakni sekitar 25°C.

Selain budidaya ikan, ditemukan potensi lainnya dari Desa Glagahwero, yakni budidaya jamur. Salah satu warga yang menggantungkan hidupnya dalam bisnis budidaya jamur adalah Pak Ali yang telah menekuni bisnisnya selama 11 tahun. 

Ia merintis usahanya dari ajakan teman untuk membudidayakan jamur bersama, hingga seiring berjalannya waktu mulai berswadaya dan mengembangkan usahanya sendiri. 

Jamur yang dipilih untuk dikembangkan adalah jamur merang. Jamur ini dinilai mudah dalam perawatan serta memiliki jangka waktu antara penanaman bibit dan panen yang sangat singkat. Jamur merang mulai dapat dipanen pada usia sepuluh hari semenjak tanam dan dapat terus dipanen setiap harinya hingga dirasakan tidak lagi produktif. 

Jamur merang harus dipanen tepat waktu karena jamur yang telah mekar memiliki nilai jual yang rendah dan mudah rusak ketika didistribusikan. 

Proses pemanenan biasanya dilakukan pada waktu pagi hari, kemudian dilakukan proses pembersihan dan sortir serta dilanjutkan penjualan ke pengepul.


Proses wawancara dengan narasumber mengenai budidaya jamur/dok pribadi
Proses wawancara dengan narasumber mengenai budidaya jamur/dok pribadi


Pak Ali mengatakan bahwa rata-rata perhari dapat memanen 20-40 kg dengan harga jual sekitar 17.000 rupiah/kg. Jamur yang tidak lolos proses sortir masih dapat dimanfaatkan untuk konsumsi pribadi. Media jerami yang telah digunakan dapat digunakan sebagai kompos dan dimanfaatkan untuk menyuburkan lahan sawah. 

Pak Ali juga mempekerjakan para lansia yang menganggur untuk melakukan proses pembersihan dan sortir, serta mempekerjakan beberapa pemuda untuk melakukan perawatan dan pemanenan. 

Dengan demikian, usaha ini dapat memberikan penghasilan yang cukup besar dan juga menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga sekitar serta minim limbah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun