Mohon tunggu...
Ananto Nugroho
Ananto Nugroho Mohon Tunggu... Pemerhati Politik Perburuhan dan Hubungan Internasional

Pemerhati Politik Perburuhan dan Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Akhirnya Buruh Menggugat SE Menaker tentang THR, Siapa Salah?

19 Mei 2020   00:01 Diperbarui: 19 Mei 2020   00:10 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto : Kompas

Saat ini, menjelang hari raya Idul Fitri (lebaran) bagi seorang buruh, maka hal yang paling ditunggu -- tunggu adalah Tunjangan Hari Raya (THR).  Tidak pernah terbayang di dalam benak seorang buruh akan lebaran tanpa THR. Namun lebaran kali ini sedikit berbeda karena THR lebaran kali ini masyarakat berada di tengah pandemi covid-19 dan banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).  

Persoalan bagi buruh bertambah runyam dengan dikeluarkannya Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan Dalam Masa Pandemi Covid-19. Secara umum Surat Edaran itu mengatur bahwa THR dapat diberikan secara bertahap atau ditunda pemberiannya oleh pengusaha.

Akhirnya buruhpun meradang, Di bawah komando Said Iqbal (Presiden KSPI), mereka mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta. Gugatan itu bernomer 107/G/2020/PTUN JKT tanggal 14 Mei 2020. KSPI menegaskan bahwa ketentuan pembayaran THR bagi buruh harus mengacu pada ketentuan PP No. 78 tentang Pengupahan tahun 2015.  

Bila terjadi keterlambatan bagi pengusaha dalam membayarkan THR, maka pengusaha harus berhadapan dengan denda 5% atas keterlambatan yang dialami buruh.

Kesepakatan adalah Kunci

Bila kita melihat secara kedudukan hukum, sebenarnya Surat Edaran (SE) tidaklah masuk dalam struktur perundangan. Surat Edaran lebih difungsikan untuk mempertegas hal -- hal yang sudah diatur sebelumnya dan sifatnya sendiri adalah prioritas. Surat Edaran tidak boleh bertentangan dengan aturan yang sudah ditetapkan.

Nah, bila melihat konteks SE Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor M/6/HI.00.01/V/2020, maka sebenarnya tidak ada yang salah dari SE tersebut. Surat Edaran atas Tunjangan Hari Raya bagi buruh mengacu pada 2 ketentuan di atasnya yaitu Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015  tentang  Pengupahan serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan.

Di dalam SE tersebut secara jelas disampaikan bahwa dalam point 2 bahwa : "Dalam hal perusahaan tidak mampu membayar THR pada waktu yang ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan, solusi atas persoalan hendaknya diperoleh melalui proses dialog antara pengusaha dengan buruh/pekerja". 

Solusi disampaikan oleh Menaker sebenarnya tidak ada yang menyalahi ketentuan yang berlaku.  Dialog antara pengusaha dan buruh sebenarnya adalah sesuatu yang biasa dilakukan oleh mereka. Ketika kesepakatan diraih, maka kesepakatan tersebut dapat dituangkan dalam sebuar Persetujuan Bersama. 

Bahkan, dalam contoh yang ekstrem lainnya, ketika pembayaran pesangon buruh dibawah UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sangat dimungkinkan. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah, bahwa antara pengusaha dan buruh ada kesepakatan. Lagi -- lagi ini semua tentang kesepakatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun