Mohon tunggu...
rusni_kumhsu
rusni_kumhsu Mohon Tunggu... Abdi Negara/Pelayan Masyarakat -

"Saya hanyalah seorang Pemula, yang mencoba belajar menulis dengan perspektif seorang yang awam."

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

UU Pemda yang Membuyarkan Harapan Warga Untuk Menerima Hibah

1 September 2015   22:02 Diperbarui: 26 Agustus 2017   22:52 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Biasanya kunjungan kerja Kepala Daerah, selalu jadi moment yang ditunggu-tunggu oleh warga masyarakat kita. Bukan oleh-oleh berupa acara seremonial yang selalu dipadati dengan sambutan-sambutan, baik dari Kepala Desa, Camat, Lurah ataupun sang Kepala Daerah itu sendiri, yang ditunggu-tunggu oleh warga. Bahkan warga sendiri kadang “nggak ngerti” – sebagian mungkin tidak peduli – informasi yang disampaikan: apakah itu visi dan misi Kepala Daerah, arah prioritas pembangunan, atau kebijakan-kebijakan strategis lainnya, yang biasanya selalu disampaikan dengan bahasa yang oleh warga sendiri terasa asing di telinga.

Kunjungan Kerja Kepala Daerah ke kampung atau desa, menjadi moment yang ditunggu-tunggu manakala pada saat kunker tersebut warga diberikan kesempatan untuk berdialog, menyampaikan aspirasi baik berupa keluhan, uneg-uneg, ataupun harapan-harapan, yang tentu merupakan cerminan kondisi riil yang tengah dihadapi warga.

Biasanya aspirasi yang disampaikan oleh warga, acapkali bermuara pada permohonan untuk mendapatkan bantuan, seperti misalnya: permohonan bantuan untuk pembangunan tempat ibadah, karena sudah 2 tahun berjalan pembangunan tidak kelar-kelar, terkendala biaya yang hanya diperoleh dari swadana. Atau permohonan bantuan untuk pengadaan ambulance, mobil jenazah, mobil pemadam kebakaran, sarana pendidikan agama (TPA/TKA), pembangunan jalan usaha tani, bibit, pakan, ternak, dan lain-lain.

Untuk dapat memberikan bantuan tersebut, baik berupa uang, barang, atau jasa, tentu saja ada prosedur dan mekanisme yang harus ditaati oleh Kepala Daerah. Kecuali kalau bantuan tersebut diberikan bersumber dari dana pribadi. Sesuai ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang pengelolaan keuangan daerah, (baik PP 58 Tahun 2005 maupun PMD 13 Tahun 2006), untuk dapat memberikan bantuan kepada masyarakat yang bersumber dari APBD, hanya ada 2 pintu keluar bantuan, yakni Hibah dan Bantuan Sosial. Yang kemudian secara khusus, pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial ini diatur dalam PMD 32 Tahun 2011.

Dalam PMD 32 Tahun 2011, untuk pemberian bantuan sosial, ada prasyarat khusus yang harus dipenuhi, yakni bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Resiko sosial adalah kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam dan bencana alam yang jika tidak diberikan belanja bantuan sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar. Sehingga dengan demikian, untuk memberikan bantuan kepada masyarakat yang tidak memiliki kerentanan sosial, mau tidak mau, pintu keluar bantuan yang dapat digunakan hanyalah melalui jalur belanja hibah.

Dalam PMD 13 Tahun 2006, Pasal 42 ayat (2), disebutkan bahwa belanja hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada:
a. Pemerintah;
b. pemerintah daerah lainnya;
c. kelompok masyarakat/ perorangan.

Kemudian dalam PMD 32 Tahun 2011, Pasal 5 disebutkan bahwa Hibah dapat diberikan kepada:
a. pemerintah;
b. pemerintah daerah lainnya;
c. perusahaan daerah;
d. masyarakat; dan/atau
e. organisasi kemasyarakatan.

Selanjutnya dalam Pasal 6 ayat (4) dan ayat (5) PMD 32 Tahun 2011 menjelaskan bahwa Hibah kepada masyarakat diberikan kepada kelompok orang yang memiliki kegiatan tertentu dalam bidang perekonomian, pendidikan, kesehatan, keagamaan, kesenian, adat istiadat, dan keolahragaan non-profesional. Dan hibah kepada organisasi kemasyarakatan diberikan kepada organisasi kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan.

 

Yang jadi persoalan adalah setelah diundangkannya UU 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kelompok masyarakat/perorangan tidak lagi disebutkan sebagai pihak yang boleh menerima hibah. Sebagaimana Pasal 298 ayat (5), saya kutif berbunyi sebagai berikut: “Belanja hibah dapat diberikan kepada:
a. Pemerintah Pusat;
b. Pemerintah Daerah lain;
c. badan usaha milik negara atau BUMD; dan/atau
d. badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun