LAGI-LAGI BELUMMM…!!!! Sebab, meski BPJS telah diterbitkan dalam sebuah UU formal, jalan terjal nan berkelok di depan ternyata masih harus dilalui. Segunung pekerjaan rumah (PR) masih harus dibenahi demi terpenuhinya hak rakyat atas jaminan sosial.
PR tersebut seperti, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) ditekankan oleh UU BPJS untuk menyiapkan berbagai hal yang diperlukan untuk berjalannya proses tranformasi atau perubahan dari Persero menjadi BPJS dengan status badan hukum publik. Perubahan tersebut mencakup struktur, mekanisme kerja dan juga kultur kelembagaan.
Mengubah struktur, mekanisme kerja dan kultur kelembagaan yang lama, yang sudah mengakar dan dirasakan nyaman, sering menjadi kendala bagi penerimaan struktur, mekanisme kerja dan kultur kelembagaan yang baru, meskipun hal tersebut ditentukan dalam Undang-Undang.
Pada Pasal 62 ayat (1) UU BPJS: “PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014”. Dan BPJS Ketenagakerjaan ini menurut Pasal 64 mulai beroperasi paling lambat tanggal 1 Juli 2015.
Dan dalam waktu dekat ini Pasal 60 ayat (1) akan segera dilaksanakan, yakni: “BPJS Kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014”
Namun apakah rakyat dengan hati riang gembira akan menyambut pemberlakuan BPJS Kesehatan tanggal 1 Januari 2014 tersebut....????
Heiitt… tunggu dulu..!!! Mari kita tengok, mengapa kemudian banyak kalangan yang menolak SJSN dan BPJS ini?
Pertama UU SJSN dan BPJS ini menurut saya tidak memenuhi unsur dan rasa keadilan bagi seluruh Rakyat Indonesia. Sebab, menjelang BPJS Kesehatan beroperasi dalam menyelenggarakan program jaminan kesehatan tanggal 1 Januari 2014, Presiden SBY pada 16 Desember 2013 ternyata telah menandatangai dua Perpres. Yakni Perpres No.105 Tahun 2013 dan Perpres No.106 Tahun 2013.
Perpres No.105 Tahun 2013, SBY sebagai presiden menetapkan dan memutuskan untuk memberikan pelayanan kesehatan paripurna (lengkap dan penuh) melalui mekanisme asuransi kesehatan buat Menteri dan Pejabat Tertentu. Yakni yang disebut Menteri adalah menteri yang memimpin kementerian dan pejabat yang diberi kedudukan atau hak keuangan dan fasilitas setingkat menteri. Sedangkan Pejabat Tertentu adalah pejabat yang memimpin lembaga pemerintah non kementerian, pejabat eselon I, dan pejabat yang diberikan kedudukan atau hak keuangan dan fasilitas setingkat eselon I.
Sedangkan Perpres No. 106/2013 tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan adalah bagi pimpinan lembaga negara, yang meliputi Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPR-RI; Dewan Perwakilan Daerah (DPD); Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK); Komisi Yudisial (KY); Hakim Mahkamah Konstitusi (MK); dan Hakim Agung Mahkamah Agung.
“Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPR-RI; Dewan Perwakilan Daerah (DPD); Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK); Komisi Yudisial (KY); Hakim Mahkamah Konstitusi (MK); dan Hakim Agung Mahkamah Agung diberikan pelayanan kesehatan paripurna melalui mekanisme asuransi kesehatan, yang merupakan peningkatan manfaat pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan,” bunyi Pasal 2 Perpres No. 106/2013 itu. Seperti dilansir dalam laman setkab.