Mohon tunggu...
Dewi Amsika IF
Dewi Amsika IF Mohon Tunggu... Mahasiswa - MHS Unikama_210402080001

Mahasiswa Unikama

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pinang Tak Lagi Bergandengan

21 Mei 2023   17:44 Diperbarui: 21 Mei 2023   17:46 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyadari bahwa adanya perubahan, tidak membuatnya putus asa untuk keep in touch. Meski pihak lawannya meninggalkan pandangan sebelah mata, tidak membuatnya jera untuk tetap menyapa. Seperti pagi tadi, ia yang menyapa seperti dulu -- dulu, hanya mendapat jawaban acuh seperti kemarin -- kemarin.

"Pagi ini aku kembali menyapanya, dan seperti biasa, dia hanya melihatku tanpa menjawab"

Yang mendengarnya memandang kecut, "Untuk apa menyapanya? Bukankah sudah Ibu bilang untuk tidak menghiraukannya lagi?"

Ia tersenyum, "Benar, Ibu memintaku untuk memperlakukannya dengan cara yang sama ia memperlakukanku. Tapi ku harap Ibu mengerti, yang memiliki masalah mereka, bukan aku dan dia."

"Hanya kau yang berpikir jika diantara kalian tidak ada masalah"

Sudah berapa lama dalam kerenggangan? Hubungan yang tidak ingin di akhiri olehnya, menjadi satu -- satunya yang ia khawatirkan. Apakah sukar untuk dirapatkan kembali? Sembari memandang foto lamanya, ia mengingat masa kecil yang sudah tidak bisa diputar kembali. Hanya bisa mengenangnya. Hanya bisa memutarnya di kepala. Aktivitas yang tidak nyata itu, kembali membebani pikirannya, bersama raganya yang lelah akan aktivitas nyatanya. Membiarkan dirinya menikmati alam mimpi.

Pagi berikutnya seperti biasa, Ia melewati jalan satu -- satunya menuju jalan raya. Jalan yang ditempuhnya selalu ramai. Mulai dari anak kecil berangkat sekolah, hingga para orang tua yang berteriak karena kemalasan anak mereka. Ia yang mendengarnya tersenyum geli. Mengingat akan kejadian dulu, setiap pagi mereka selalu berangkat bersama. Dia akan menunggu di depan rumah, sementara Ia tengah diomeli Ibunya karena malas berangkat.

"Ayo berangkat, aku takut terlambat" Dia kala itu memiliki pipi berisi, sampai sekarang. Dengan merajuk, membuat pipinya semakin berisi.

"Ibu, kami berangkat. Kami juga akan pulang bersama."

"Ibu memang sudah menyuruhmu berangkat dari tadi!"

Ia kembali menikmati pemandangan jalan yang selalu ia lewati. Tak pernah bosan akan pemandangan yang sama. Karena dibalik pemandangan yang sama, dari pagi hingga sorenya telah tercetak dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun