Aku mengabdi kepada Tuhan
bukan karena takut neraka
Bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi,
Karena cintaku pada-Nya
Ya Allah, jika aku menyembah-Mu
karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya
Dan jika aku menyembah-Mu
karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya
Tetapi, jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata,
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu
yang abadi padaku
Syair Sayidatina Rabi'ah Al Adawiyah menggugah kesadaran spiritualitas manusia, ia menyadarkan dan mengetuk nurani keimanan, bahwa yang harus dikejar dan di damba adalah cinta kepada Sang Maha Pecinta. Hal ini bertolak belakang pada pandangan umum yang menjadikan surga dan neraka sebagai tujuan final sebuah kehidupan.
Rabi'ah al-Adawiyah adalah seorang sufi wanita yang nama dan ajaran-ajarannya telah memberi inspirasi bagi para pecinta Ilahi. Rabi'ah adalah seorang sufi legendaries. Sejarah hidupnya banyak diungkap oleh berbagai kalangan, baik di dunia sufi maupun akademisi. Rabi'ah adalah sufi pertama yang memperkenalkan ajaran Mahabbah (Cinta) Ilahi, sebuah jenjang (maqam) atau tingkatan yang dilalui oleh seorang salik (penempuh jalan Ilahi). Selain Rabi'ah al-Adawiyah, sufi lain yang memperkenalkan ajaran mahabbah adalah Maulana Jalaluddin Rumi, sufi penyair yang lahir di Persia tahun 604 H/1207 M dan wafat tahun 672 H/1273 M. Jalaluddin Rumi banyak mengenalkan konsep Mahabbah melalui syai'ir-sya'irnya, terutama dalam Matsnawi dan Diwan-i Syam-I Tabriz.
Dalam syairnya itu tersirat pesan sipritual yang mendalam, dimana surga bukanlah tujuan akhir yang harus dicapai manusia, akan tetapi cinta Tuhan dan keridhaan Tuhan adalah sesuatu yang patut di damba, karena dengan cinta dan keridhaanNya apapaun yang manusia inginkan akan di kabulkan apalagi hanya sekedar surga dan kenikmatannya yang itu jua termasuk hak preogratif Tuhan dalam menentukan siapa yang pantas menjadi penghuninya.
Fenomena beragama kekinian yang hanya memburu pahala dan surga sebagai imbalannya semakin menjadi-jadi. Mereka tak lebih seperti seorang pedagang yang perhitungan akan apa yang dijual dan berapa keuntungan yang telah di dapat, mereka perhitungan dengan amal-amal yang pernah dilakukan ketika didunia dan akan meminta imbalan surga atas amalan-amalan mereka itu, padahal siapa yang sesungguhnya beramal?
Konsep ini juga secara tidak langsung sesungguhnya berelasi dengan konsep Wahdat al Wujud  yang dikemukakan oleh Ibnu 'Araby atau konsep Manunggaling Kawulo Lan Gusti yang mengaskan bahwa manusia tak lain adalah manifestasi wujud Sang Maha Wujud. Jadi jika masih ada manusia yang masih merasa angkuh atas amalan ibadah yang diperbuatnya di dunia, maka tak lain mereka telah menyombongkan diri bahwa akulah dengan kekuatanku sendiri yang beribadah. Lantas, apa beda dengan menyembah shalat?
Berusaha mengenal eksistensi Tuhan sebagai landasan beragama dan beribadah menjadi sebuah keharusan untuk menggugah hati dan mengenal diri sebaik-baiknya hingga sampai mengenal Tuhannya "man arafa nafsahu faqad arafa rabbahu" barangsiapa yang mengenal dirinya, sesungguhnya ia mengenal Tuhannya.
Alangkah buruknya,
Orang yang menyembah Allah
Lantaran mengharap surga
Dan ingin diselamatkan dari api neraka
Seandainya surga dan neraka tak ada
Apakah engkau tidak akan menyembah-Nya?
Aku menyembah Allah
Lantaran mengharap ridha-Nya
Nikmat dan anugerah yang diberikan-Nya
Sudah cukup menggerakkan hatiku
Untuk menyembah-Mu...
Bekasi, 4 November 2018.
Jamaah Thariqah Syatariyah
Mahasiswa Ahlit Thariqah Al Mu'tabarah An-Nahdliyah Jakarta Timur.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI