Memanggilnya Ayah, buatku sesuatu yang membuat canggung. Lelaki separuh baya dengan uban menyelimuti hampir seluruh kepalanya itu tiba-tiba hadir dalam kehidupanku, setelah sekian lama aku bersama ibu. Berdua saja.
"Itu ayahmu nak.. ayah kandungmu sendiri,"ujar ibuku dengan suara bergetar menahan keharuan.
Lelaki itu kemudian memeluk tubuh mungilku erat-erat. Dia menangis menumpahkan kerinduan. Aku merasa bulir-bulir airmatanya jatuh membasahi dipunggungku.
Saat melepasku, wajahnya terlihat pucat dan rasa bersalah terlihat nyata disana.
"Maafkan ayah nak," katanya lirih.
Setelah itu pergi dan kehidupanku bersama ibu kembali seperti biasa. Seperti semula. Tak ada bedanya.
Hanya berdua saja.
Dan hari ini, 15 tahun kemudian, aku terduduk lunglai didepan makam ibu yang mendadak terkena serangan jantung saat aku memperkenalkan Firman, kekasih yang selama ini aku rahasiakan kepada ibu.
Tak banyak kata yang terlontar dari mulut ibu saat terkulai jatuh diatas pangkuanku dengan nafas terengah-engah.
"Jangan dia.. jangan dengan dia, karena dia kakakmu, dari ibu yang lain," kata ibu sebelum ajal menjemputnya.Â
Aku menangis.
Entahlah, saat ini, dan mungkin seterusnya, aku tiba-tiba sangat membenci ayahku.