Lihat ke Halaman Asli

Bukan Cinta Gadis Biasa

Diperbarui: 1 Januari 2017   11:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

BUKAN CINTA GADIS BIASA

Jerit mobil ambulans yang melintasi taman kampus siang itu, seketika membuatku terbangun dari lamunan. Tapi tak cukup sendu untuk mengajakku ingin tahu. 'Ah, paling ada orang gila yang kabur,' pikirku tak acuh.

Selang beberapa menit, dari arah yang berlainan kudengar teriakan meminta tolong. Kuedar pandangan, tertegun. 'Ini tidak bisa dibiarkan,' batinku. Dan mendadak insting kelelakianku berontak, berlari gagah menghampiri tempat kejadian.

Melihat si korban hampir menangis karena tarikan paksa dua lelaki bertubuh besar, kujulurkan tangan menunjuk tepat ke muka salah satu lelaki, sambil berteriak, "hei, Kalian! Lepaskan gadis itu!" Tapi jangankan menggubris ucapanku, menoleh saja mereka enggan. 'Mungkin ini saatnya dunia tahu siapa Mukidi yang sebenarnya.'

Kupasang kuda-kuda, posisi tangan di depan dada, mengepal. "Sudah jelek, budek lagi!" 

Kali ini pancinganku berhasil. Salah satu lelaki itu menoleh, menatap emosi. "Menyingkirlah anak muda, sebelum...." Segera kutarik tangan lelaki berkulit gelap itu一sebelum ia sempat menamatkan kalimat, dengan gerakan memutar, kutendang kedua lutut belakang dan menguncinya. Lelaki itu mengerang, kemudian kutambah bonus satu pukulan di tengkuk, seketika ia tumbang menyeruduk tanah.

Rahang si lelaki kedua mengeras melihat temannya babak belur, menatapku garang, sampai gigi-giginya terdengar bergelatuk menahan emosi.  Kedua tangan mengepal, berniat meninju. Tapi sebelum gerakannya menyentuh kulitku, dengan gaya berputar kutangkis, lalu meninju balik tepat di rahang. Lelaki itu mengaduh. Persis seperti pada lelaki pertama, kuraih kedua tangan lalu kuputar ke belakang, dan mengunci gerakan. Ia tak bisa berkutik. Tak sia-sia ilmu kanuraganku dari Eyang.

"Pergi sekarang, atau...?" Dan akhirnya kedua lelaki tersebut lari terpincang-pincang, menghilang di tikungan. Aku menyeringai puas. "Cucu Eyang Karwo dilawan!"

"Terima kasih ya!" Tiba-tiba saja, gadis yang kuselamatkan tadi sudah berhambur di dadaku.

 

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline