Lihat ke Halaman Asli

KKN di Desa "Celana Dalam"

Diperbarui: 24 Juni 2015   21:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendengar adik-adik kost saya mulai menjalani KKN (Kuliah Kerja Nyata), membuat ingatan saya melayang pada masa 2 tahun silam.  Masa-masa saya masih bergelar mahasiswa.  Masa ketika saya masih unyu-unyu, dan begitu antusias menyambut kegiatan kampus untuk terjun ke masyarakat.

Saat itu saya tengah mengikuti pembekalan KKN di kampus.  Beberapa orang mulai berbisik-bisik membicarakan tempat yang akan mereka singgahi dalam kegiatan itu.  Hari itu memang pengumuman penempatan telah terpampang. Sayangnya saya belum sempat melihatnya.  Ponsel bergetar tanda sms masuk, saya pun membukanya. Rupanya pesan dari sahabat saya.  Dia sudah melihat pengumuman, dan coba memberi tahu tempat KKN saya nanti.

Membaca sms itu membuat kening berkerut dan mulut melongo.  Teman saya bilang, saya akan ditempatkan di Kabupaten Pemalang.  Nama kecamatannya unik juga, Watukumpul.  Apa di sana banyak batu yang pada ngumpul?  Kalau iya, letaknya pasti di pegunungan.  Tapi bukan itu yang bikin kening saya berkerut dan mulut melongo.  Saya bereaksi seperti itu karena membaca nama desanya yang super duper ajaib. Saking tidak percayanya, saya sampai berpikir mungkin itu typo.  Yang benar saja, masa ada nama desa sebokep itu.

Desa cawet. Yup benar, bagi anda yang orang Jawa mungkin akan langsung tertawa.  Cawet, alias cangcut, aka underwear.  Sebuah segitiga berharga dan dipakai semua orang, tapi tidak untuk dipamerkan, kecuali anda manusia super.  Dan itu menjadi nama sebuah desa.  Nama nyentrik itu benar-benar memberikan efek yang unik pada saya.  Saya jadi rada malu-malu geli tiap ditanya di mana saya bakal di tempatkan.

"Tik, kamu dapet di mana?"

"Di Pemalang."

"Sama dong! Kecamatannya apa?"

"Watukumpul."

"Wah sama, aku juga di Watukumpul.  Kamu di desa apa?"

"Hehehe... "

Tiap ditanya rada bingung menjawabnya.  Apa mending saya jawab Desa Segi Tiga Sensor? Atau mungkin Desa Underwear?  Kadang malah saya jawab begini, "Desa KKN-ku masih sodaraan sama desanya Sponge Bob, Bikini Bottom." Entah bagaimana, bagi telinga saya kata cawet berasa terlalu vulgar.  Bukan cuma vulgar, tapi juga katro. Kata celana dalam akan lebih ringan untuk diucapkan dan didengar dari pada kata cawet. Setiap saya bilang Desa Cawet, tiap orang bakal ngakak.  Cuma orang yang tidak tahu arti kata cawet yang tidak akan tertawa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline