Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Jerman yang Stagnan

Diperbarui: 2 Desember 2022   13:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jerman, tersingkir dini di Qatar (DW.com)

Bicara soal Timnas Jerman, banyak orang mungkin sepakat, tim ini adalah salah satu tim paling konsisten soal prestasi. 4 gelar Piala Dunia, 3 gelar Piala Eropa, dan sejumlah penampilan di babak akhir kedua turnamen ini menjadi buktinya.

Dari performa mereka jugalah, sebutan "mental turnamen" muncul. Ciri khasnya mirip mesin diesel: lambat panas, tapi sekali panas sulit dihentikan.

Diluar masalah mental, Jerman juga punya sistem pembinaan pelatih dan pemain berkualitas. Ditambah keberadaan kompetisi Bundesliga Jerman yang konsisten berada di peringkat 4 besar koefisien UEFA, rasanya sulit meragukan kualitas Tim Panser.

Dari segi sistem permainan Jerman juga bertransformasi menjadi tim yang enak dilihat. Dari yang awalnya terpaku pada "staying power" menjadi identik dengan "gegenpressing" alias "counter pressing".

Sejarah oke, pembinaan oke, sistem permainan sudah di-upgrade, pembinaan pemain muda juga oke. Seharusnya tidak ada masalah.

Tapi, sejak empat tahun terakhir, level tinggi yang sudah mereka tampilkan justru anjlok ke titik terendah. Dimulai dari kegagalan di fase grup Piala Dunia 2018, nestapa Der Panzer juga berlanjut, saat terdepak dari babak 16 besar Euro 2020.

Menyusul kegagalan ini, pelatih Joachim Loew lalu mundur. Sebagai gantinya, DFB lalu menunjuk Hansi  Flick sebagai pengganti dengan catatan prestasi mentereng: Sixtuple Winners bersama Bayern Munich.

Di bawah komandonya, tiket lolos ke Piala Dunia 2022 memang bisa diamankan dengan relatif mulus. Mereka pun datang ke Qatar sebagai salah satu tim unggulan, dengan nama-nama muda seperti Jamal Musiala dan Kai Havertz berpadu dengan nama senior seperti Thomas Mueller dan Manuel Neuer.

Biasanya, perpaduan seperti ini akan jadi satu kekuatan menarik, karena ada pengalaman dan kecepatan di sana. Tapi, apa yang ditampilkan Thomas Mueller dkk di lapangan malah terlihat kacau.

Di laga perdana melawan Jepang, mereka memang bisa menguasai permainan secara statistik, tapi keuletan dan efektivitas Jepang mampu memaksa mereka takluk 1-2. Tak perlu banyak peluang dan menguasai bola, Jepang mampu membuat permainan agresif Jerman tak berarti.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline