Lihat ke Halaman Asli

Munir Sara

TERVERIFIKASI

Yakin Usaha Sampai

Manuver Politik "WhatsApp Group"

Diperbarui: 16 Januari 2018   17:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Sumber gambar : pragerU)

Zog I Skanderbeg III adalah raja Abania 1928-1939. Ia lolos 55 kali dari upaya pembunuhan lawan politiknya. Gabriel Garcia Moreno; mantan Presiden Ekuador pun begitu. Lengan kanannya putus. Kepalanya bocor dalam suatu upaya pembunuhan oleh lawan politiknya di Katedral Quito Ekuador diawal Agustus 1961.

Demikian pun Yaser Araf, Fidel Castro, legenda Rusia; Rasputin, selalu lolos dalam upaya pengintaian dan pembunuhan agen CIA. Masih banyak politisi kakap dengan katahanmalangan paling tinggi. Mereka adalah politisi panjang nyawa dan cadangan keberanian paling banyak di dunia.

Keberanian model begini, hanya terjadi pada politisi nun jauh di luar sana. Mereka tak cuma dilawan secara diplomatik. Bahkan nyawa mereka saban hari terancam di ujung bedil seteru politiknya. Lain hal dengan politisi di Indonesia saat ini.

Di Indonesia enteng saja, politisi gampang mati hanya gegara WhatsApp Group (WAG). Bayangkan, politisi di Indonesia, kini bisa maju dan mundur; hanya gegara dukungan user WAG. Saking begitunya, tak ayal, ada juga politisi, yang memori politiknya dikukus habis oleh anggota WAG. Seperti tak berdaya oleh anasir anggota WAG.

Hampir tiap waktu, ia cape-cape memposting komitmen politiknya di WAG. Semacam konstituen WAG. Saya membayangkan, satu per satu, politisi luruh hanya gegara arus deras penolakan anggota WAG terhadapnya. Hal demikian, hanya terjadi pada politisi yang tengah mengalami defisit kepercayaan konstituen. Sebagai kompensasi, mencari legitimasi politik dalam ruang sosial yang sempit, seperti di WAG.

Suatu hal, ketakutan paling besar pada para politisi adalah, ketika mengalami defisit legitimasi. Do not lose trust. Politisi selalu mewanti-wanti dirinya begitu. Tak boleh defisit kepercayaan. Ketua Umum BM PAN; saudaraku Ahmad Yohan bilang begini, soal penting dari politisi itu soal kepercayaan (Trust). Kalau hight trust, pasti low cost, tapi kalau low trust, pasti high cost. Kalau low trust and low cost? What do you think about that? Ini hanya Tuhan yang tahu jawabannya.

Suatu pagi, Donius yang buta dan tulis soal politik, bertanya pada om Neno; yang baru saja didaulat sebagai ketua ranting salah satu Parpol lawas. "Om, apakah mau jadi caleg, harus punya whatsApp group? Soalnya Paman Gugus batal nyaleg, hanya gegara ia ditolak setengah mati di whatsapp group sesama kepala desa. Padahal, Paman Gugus tak punya smartphone. Boro-boro punya WAG. Mungkin itulah yang buat Paman Gugus emoh nyaleg." Paman Donius yang juga buta soal gadget menjawab enteng, "Memangnya whatsapp tu kepala desa baru ka?"

Padahal, di WAG itu pasar konten. Semua hal ihwal bisa numpuk dan nyampah di situ. Semacam asbak. Semua soal perkara tumpah di situ. Pagi Gofur memposting fadilat solat subuh. Malam Sanusi memposting zikir 2000 kali agar mudah mendapat jodoh. Besoknya lagi Shoba memposting bagaimana cara cebok yang baik dan rajin makan buah papaya agar tak rentan diserang ambeyen.

Lusanya, Refrata memposting hitungan-hitungan peta elektoral dan jatah kursi legislatif dari parlemen di Afrika sampai Alaska. Tiga hari kemudian, Samir yang punya paket data cuma harian, sejak pagi me-re-post zikir tertentu dengan iming-iming, bila dikirim ke 10 orang akan mendapat tambahan pulsa, plus paket data satu bulan. Dalam iklim WAG yang begitu semrawut, para politisi menyelami legitimasi. Seperti adagium paling lawas "kalau kadung tenggelam di tengah laut, jerami pun dikira pelampung."

Suatu pagi, Donius bercerita soal WAG warga di kampung sebelah yang mengumpul orang dengan tensi politik paling tinggi. Saking tingginya, hingga kelewat batas. Tiap pagi Paman Dorus yang idap hipertensi akut, selalu memposting maki-makian dan bego-begoan terhadap kandidat kepala desa serta cecunguknya yang paling ia benci. Dipostingnya bertubi-tubi.

Serangan segala penjuru disasarkan pada siapa pun yang suka membantah, apalagi melawannya. Gayung bersambut, postingan Paman Dorus, ditanggapai heboh. Bak angin puting beliung. Dari like, comment and share, atau repost. Yang repost atau share diberi caption yang isinya maki juga. Me-re-post makian dengan caption maki. Yang comment juga makian semua. Jadi setiap pagi, wacana jelang suksesi pilkades, isinya maki tok. Tak lain tak bukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline