Lihat ke Halaman Asli

HUN FLOCKY

Aktivis budaya Masyarakat Lembah baliem suku hubula

Krisis Identitas antara Pasif dan kritis (Hun flocky)

Diperbarui: 6 Juli 2025   20:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar ilustrasi Tom Cristian Marian 

KRISIS IDENTITAS EKONOMI DI JAYAWIJAYA: ANTARA KEMAJUAN DAN KEHANCURAN, ANTARA PASIF DAN KRITIS

Oleh : Hun Flocky
Ditulis untuk refleksi dan advokasi

Di Persimpangan Arah dan Akar

Jayawijaya (Lembah Baliem) adalah rumah bagi tanah yang subur, budaya yang luhur, dan masyarakat yang selama berabad-abad hidup selaras dengan alam. Namun kini, wilayah ini berada di persimpangan antara mempertahankan akar atau mengejar arah baru yang belum tentu sesuai. Di tengah pembangunan infrastruktur dan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB), muncul satu gejala yang tak kasatmata namun sangat menentukan: cara berpikir yang terdistorsi.

Distorsi Cara Berpikir: Ketika Arah Pembangunan Tak Lagi Berakar

Distorsi ini bukan sekadar salah paham, melainkan pergeseran nilai kolektif yang membuat masyarakat---dan bahkan pemerintah---mulai mengukur kemajuan dengan parameter luar: gedung, jalan, jabatan, dan konsumsi. Beberapa bentuk distorsi yang kini tampak nyata:

  • Menganggap desa sebagai tempat yang harus ditinggalkan, bukan dikembangkan.

  • Melihat profesi petani, pengrajin, dan nelayan sebagai simbol keterbelakangan, bukan kekuatan ekonomi lokal.

  • Mengukur keberhasilan dari seberapa banyak bantuan diterima, bukan dari seberapa mandiri komunitas bisa bertahan.

  • Mengabaikan pendidikan berbasis budaya, padahal sekolah adat seperti di Sumunikama telah membuktikan bahwa identitas bisa menjadi fondasi masa depan[1].

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline