Di sebuah pagi yang lumayan terik, langkahku terhenti oleh sebuah gerobak kaca berwarna kuning coklat. Di balik kaca bening itu berjejer roti-roti sederhana yang barangkali tak akan menyaingi tampilan roti modern di etalase toko mewah, tetapi justru menyimpan daya tariknya sendiri.
Kuamati ada roti tawar hingga roti dengan taburan kacang dan meses cokelat. Lalu mataku terpaku pada ... roti gambang. Roti dengan warna cokelat gelap dan taburan wijennya yang khas. Aroma gula merah dan kayu manis dari roti gambang itu langsung menyeruak, aroma jadul yang tak tergantikan.
Pada papan di atas gerobak itu tertulis: "Tan Ek Tjoan, Roti Legenda Sejak 1920." Uniknya, banyak berita menyebut roti ini berdiri sejak 1921. Entah mana yang benar, tetapi perbedaan setahun rasanya tak terlalu penting.
Justru misteri kecil itu menambah kesan jadul, seperti catatan sejarah yang dibiarkan tetap kabur agar romantismenya tak hilang. Yang lebih berarti adalah kesetiaan rasa yang masih bertahan lebih dari seabad.
Kesetiaan rasa roti legendaris Bogor itu dibawa berkeliling oleh para penjual seperti Jerry—salah satu yang kutemui pagi itu. Ia sosok ramah yang mendorong gerobaknya dengan sabar, menawarkan bukan sekadar roti, melainkan potongan kecil dari kenangan.
Tan Ek Tjoan lahir di Bogor lebih dari seratus tahun lalu. Roti ini dikenal sebagai roti jadul dengan resep yang sederhana, tanpa lapisan krim tebal atau isian yang rumit.
Ia tumbuh dari tradisi roti zaman dulu yang padat dan tidak mudah basi, dibuat untuk menemani secangkir teh atau kopi di sore hari. Sementara tren roti modern terus berganti—dari roti artisan hingga pastry berlapis-lapis—Tan Ek Tjoan tetap setia pada bentuk dan rasa aslinya.
Ia seperti penanda waktu yang menolak tergesa, hadir untuk mereka yang masih menghargai keautentikan.
Namun, roti ini tak akan sampai ke tangan pembeli di luar Bogor tanpa sosok-sosok yang setia menjajakan. Jerry sempat bercerita tentang kehidupannya sebagai penjual Tan Ek Tjoan.
Sebenarnya ia besar dan tinggal di Bogor, tetapi saat ini menetap di sebuah rumah kontrakan di Cipinang, Jakarta Timur—tempat yang memang disediakan pemilik Tan Ek Tjoan untuk para penjual.
Setiap jam satu dini hari, truk pengangkut roti tiba mengantarkan puluhan roti segar. Pagi-pagi, Jerry sudah bersiap mendorong gerobaknya, menembus jalan-jalan sempit dan lalu lintas Jakarta yang tak pernah benar-benar tidur.