Lihat ke Halaman Asli

Mewarisi Rerum Novarum: Jejak Paus Leo XIII dan Arah Baru Paus Leo XIV

Diperbarui: 11 Mei 2025   13:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi (dibuat dengan AI)

Ketika nama Leo kembali menghiasi Takhta Santo Petrus, dunia bertanya-tanya: apakah kita sedang menyaksikan kelahiran babak baru dalam ajaran sosial Gereja Katolik?

Paus Leo XIII: Gereja Menjawab Zaman Modern

Di akhir abad ke-19, Eropa dan sebagian besar dunia sedang mengalami pergolakan hebat. Revolusi Industri telah mengubah wajah masyarakat secara radikal—pabrik-pabrik tumbuh cepat, buruh bekerja hingga 14 jam sehari, sementara jurang antara si kaya dan si miskin makin menganga. Di tengah krisis sosial itu, Gereja Katolik dituntut untuk tidak hanya menjadi penjaga moralitas spiritual, tetapi juga berbicara lantang tentang keadilan sosial.

Di sinilah tampil sosok Paus Leo XIII, lahir dengan nama Vincenzo Gioacchino Pecci, yang menjabat sebagai Paus sejak tahun 1878 hingga 1903. Kepausannya dikenal sebagai salah satu yang paling progresif di zamannya. Ia tidak hanya seorang pemimpin rohani, tetapi juga pemikir tajam dan komunikator ulung. Dengan lebih dari 80 ensiklik, Leo XIII menandai masa kepemimpinannya dengan ajaran-ajaran yang membuka jendela bagi Gereja untuk berdialog dengan dunia modern, ilmu pengetahuan, filsafat, dan bahkan persoalan-persoalan sosial yang sedang memanas.

Rerum Novarum: Manifesto Sosial Gereja

Puncak warisan Leo XIII tercermin dalam ensiklik Rerum Novarum (1891), yang berarti “hal-hal baru.” Dokumen ini bukan sekadar surat edaran Vatikan, melainkan menjadi tonggak kelahiran Ajaran Sosial Gereja yang hingga kini masih menjadi rujukan dalam menjawab persoalan sosial dan ekonomi umat manusia.

Dalam Rerum Novarum, Paus Leo XIII mengecam ketidakadilan kapitalisme yang tak terkendali, namun di saat yang sama juga menolak komunisme yang menghapuskan kepemilikan pribadi. Ia menyampaikan bahwa hak milik adalah bagian dari kodrat manusia, tetapi tidak bersifat mutlak. Harta kekayaan, katanya, seharusnya digunakan untuk kebaikan bersama, bukan hanya untuk kepentingan individu.

Lebih jauh, dokumen ini juga membela hak-hak buruh, termasuk hak atas upah yang adil, waktu kerja yang manusiawi, dan kebebasan untuk berserikat. Dalam konteks Eropa kala itu—di mana serikat buruh sering dianggap subversif—pernyataan ini sangat revolusioner.

Rerum Novarum bukan hanya dokumen keprihatinan; ia adalah panggilan moral bagi Gereja untuk menjadi suara kenabian di tengah dunia yang terpecah oleh kekuasaan dan ketamakan.

Dokumen pribadi (dibuat dengan AI)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline