Selama berbulan-bulan, namanya terikat pada vonis 4,5 tahun penjara atas kerugian negara sebesar Rp194,72 miliar. Sebuah angka fantastis yang membuatnya dicap sebagai koruptor. Namun, pada Kamis malam, 31 Juli 2025, sebuah pengumuman mengejutkan membalikkan semua narasi itu. Drama hukumnya tidak hanya berakhir, tetapi dihapus dari peta. Negara, melalui tangan Presiden Prabowo Subianto, memutuskan untuk memberikan abolisi.
Bagi banyak orang, ini adalah plot twist yang lebih dramatis dari serial Netflix manapun. Seorang tokoh sentral dari kubu oposisi Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dalam pemilu yang baru lalu, kini "diselamatkan" oleh sang pemenang kontestasi. Ada apa sebenarnya? Mari kita bedah lapis demi lapis keputusan yang akan tercatat dalam sejarah politik Indonesia ini.
Tom Lembong, rival politik Prabowo, mendapat abolisi yang menghentikan kasus korupsinya. Langkah ini dinilai sebagai rekonsiliasi politik pasca-pemilu. - Tiyarman Gulo
Kabar Kamis Malam dan Senjata Pamungkas Presiden
Suasana malam itu terasa biasa saja hingga pukul 21.00 WIB. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, bersama Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, muncul di hadapan media. Pengumuman mereka singkat, padat, namun dampaknya luar biasa: DPR telah menyetujui permohonan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan abolisi kepada Tom Lembong.
Seketika, seluruh proses hukum yang sedang berjalan dihentikan total. Vonis yang sudah diketuk, status terpidana, semuanya seolah di-reset ke titik nol. Yang tersisa hanyalah formalitas penerbitan Keputusan Presiden (Keppres).
Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, tentu menyambutnya dengan lega. "Kami harus apresiasi sikap kepala negara yang punya kepedulian terhadap penegakan hukum," ujarnya, seraya menyebut ini adalah bentuk "kehadiran negara" dalam sebuah proses hukum yang sejak awal dirasa janggal oleh banyak pihak.
Tapi, tunggu dulu. Abolisi? Apa itu? Apakah ini semacam kartu "bebas dari penjara" ajaib yang hanya dimiliki presiden?
Membedah Abolisi Bukan Grasi, Bukan Pula Amnesti
Untuk memahami betapa kuatnya langkah ini, kita perlu membedah istilah "abolisi" dengan bahasa yang sederhana. Bayangkan sebuah pertandingan sepak bola.
Grasi > Pemain sudah melakukan pelanggaran berat, kena kartu merah, dan dihukum tidak boleh main 5 pertandingan. Presiden kemudian datang dan bilang, "Oke, hukumannya saya potong jadi 2 pertandingan saja." Kesalahan pemain diakui, tapi hukumannya diringankan.
Amnesti > Pemain melakukan pelanggaran, tapi sebelum wasit meniup peluit, presiden mengumumkan, "Pelanggaran semacam itu kita anggap tidak pernah terjadi. Lupakan saja." Ini seperti pengampunan massal, biasanya untuk kejahatan politik.
Abolisi > Nah, ini yang paling unik. Wasit sedang meninjau VAR untuk memutuskan apakah pemain melakukan pelanggaran atau tidak. Proses pemeriksaan sedang berjalan. Tiba-tiba, presiden datang dan berkata, "Stop! Hentikan pemeriksaannya. Anggap tidak ada yang perlu diperiksa lagi."
Jadi, abolisi adalah keputusan presiden untuk menghentikan pengusutan dan pemeriksaan sebuah perkara pidana yang sedang berjalan. Presiden tidak menyatakan seseorang itu salah atau benar. Ia hanya memerintahkan agar proses hukumnya dihentikan selamanya. Ini adalah hak prerogatif, sebuah kekuasaan istimewa yang dijamin konstitusi.