Lihat ke Halaman Asli

Taufik Uieks

TERVERIFIKASI

Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hachiko, Palestina, dan Gadis Lolita di Shibuya

Diperbarui: 25 September 2025   21:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Shibuya: dokpri 

Setiap kali menjejakkan kaki di Tokyo, saya selalu punya ritual kecil: mampir ke Shibuya. Entah kenapa, ada semacam magnet yang membuat saya tak pernah bisa melewatkan distrik ini. Dari sekian banyak pintu keluar yang berliku-liku, saya hanya setia pada satu: Hachik Exit A8. Di sanalah dunia Shibuya terasa paling lengkap---ramai, riuh, penuh energi, tapi juga menyimpan kisah kesetiaan yang membuat hati luluh. Orang Tokyo menyebutnya Hachik-mae, titik pertemuan paling populer di kota ini, tempat janji-janji kecil dan besar dimulai.

Hari itu, perjalanan saya menuju Shibuya dimulai bukan dari hotel atau penginapan, melainkan dari Tokyo Skytree. Menara raksasa itu masih terasa di belakang punggung saya, berdiri kokoh di Oshiage. Setelah menatap Tokyo dari ketinggian dan merasakan bagaimana kota ini seperti samudra beton yang tak berujung, saya pun turun ke Oshiage Station. Papan-papan penunjuk metro dengan warna berbeda tergantung di langit-langit. Mata saya langsung mencari jalur berwarna ungu: Tokyo Metro Hanzmon Line.

Di sinilah saya merasa seperti penjelajah kecil di perut bumi. Tidak lama menunggu, rangkaian kereta datang dan sore itu, seperti biasa, penuh penumpang. Saya masuk ke dalam gerbong. Kursi panjang berlapis kain biru sudah terisi: seorang salaryman tertidur sambil masih menggenggam tas kerjanya, dua mahasiswi berceloteh sambil menatap layar ponsel, seorang ibu dengan stroller menidurkan anaknya. Di dalam kereta, dunia seakan terputus dari hiruk-pikuk Tokyo di atas sana. Hanya ada ritme roda baja berpacu di rel, suara "ding-dong" tanda pintu menutup, dan pengumuman berbahasa Jepang lalu Inggris yang terasa menenangkan.

Stasiun demi stasiun terlewati: Kinshicho, Jimbocho, Nagatacho,  lalu perlahan mendekati Shibuya. Perjalanan tiga puluh menit itu seperti berpindah dari satu wajah Tokyo ke wajah lain. Dari sisi timur kota yang lebih tenang, saya bergerak menuju jantung hiburan dan belanja yang gemerlap.

Akhirnya, layar digital di atas pintu menunjukkan kata yang ditunggu: Shibuya. Saya berdiri, mengikuti arus orang yang turun. Dari perut bumi yang sejuk, saya perlahan naik ke permukaan. Petunjuk arah menunjukkan Exit A8. Begitu keluar dari eskalator, udara Shibuya langsung menyergap: lampu neon, layar iklan raksasa, dan ribuan orang yang bergerak ke segala arah.

Hachiko Memorual Wall: dokpri 

Pemandangan pertama yang menyambut saya adalah Hachik Memorial Wall, relief berwarna-warni bergambar anjing Akita, termasuk Hachik, dihiasi mosaik pelangi, bintang, dan bulan. Tak jauh dari mural itu berdiri gagah patung perunggu Hachik. Kecil, sederhana, tapi selalu dikerubungi orang. Turis asing bergantian berfoto, pasangan muda menunggu, sementara seorang pria tua duduk diam seakan bernostalgia. Saya berdiri beberapa menit, mengamati patung itu. Ada sesuatu yang tak pernah berubah: kehangatan kisah seekor anjing yang menunggu tuannya pulang, meski sang tuan tak pernah kembali.

Demo: dokpri 

Namun hari itu ada suasana berbeda. Di sekitar patung Hachik bukan hanya turis dan pekerja, tapi juga sekelompok massa membawa bendera Palestina. Mereka mengangkat poster, meneriakkan slogan, dan sesekali melantunkan yel-yel.

"Paresuchina o kaiho! Free Palestine!"
Suara itu menggema, bendera merah, putih, hitam, hijau berkibar di udara. Sebagian besar berwajah Timur Tengah, ada juga orang Jepang. Banyak yang memakai kufiyah hitam putih khas Palestina.
Demonstrasi solidaritas Palestina di jantung Shibuya---pemandangan yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Jepang sendiri bukan negara yang dikenal mendukung Palestina. Tapi hari itu, Tokyo yang biasanya tertib dan individualistis, terbuka jadi ruang publik global.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline